Not bxb story
♡♡♡
Jantung Jevan berpacu dua kali lebih cepat. Ia langsung melihat ke beberapa ruangan, namun si tengah tak kunjung menunjukkan batang hidungnya. Tak ada pilihan lain, cowok itu langsung melesat keluar untuk mencari sang kakak. Namun belum sempat ia menuju garasi untuk menunggangi kuda besinya, sosok yang ia cari ternyata tengah berada di teras rumah bersama anjing kesayangannya. Bahkan seragam sekolah masih membungkus tubuh Juan.
"Kak Juan!"
"Kakak bikin panik. Gue pikir--"
Si empunya nama menoleh. "Gue dari pulang sekolah di sini, Van. Main sama Molly."
Kening Juan berkerut melihat si bungsu yang tampak panik. Bahkan ia menangkap napas Jevan yang memburu. Juan mengusak dan mencium bulu halus anjing bertubuh cukup besar itu sebelum akhirnya melangkah mendekat ke arah Jevan.
"Kena--"
Ucapan Juan terhenti karena tiba-tiba saja sang adik yang bertahun-tahun bersikap cuek padanya kini merengkuh tubuhnya ke dalam dekapan hangat. Juan tak bereaksi apa pun, bahkan kedua tangannya masih enggan membalas pelukan itu. Hingga telinganya menangkap isakan pelan dari bibir Jevan.
Adik juteknya menangis?
"Lo harus sembuh, Kak. Gue bakal benci lo beneran kalau sampai lo milih nyerah."
Bayangan saat Juan memakai pakaian serba putih di sebuah padang ilalang sembari melambaikan tangannya kembali menyeruak ke dalam otak Jevan. Tanpa sadar cowok itu semakin mengeratkan pelukannya. Rasanya sangat menyesakkan, padahal itu hanya bunga tidur.
"Gue juga mau sembuh, Van."
Juan membalas pelukan sang adik. Bahkan doanya setiap kali me time dengan Tuhan selalu sama. Ia selalu memohon kesembuhan. Sebelumnya ia ingin sembuh hanya demi Liana, namun sepertinya ada satu alasan lagi untuknya tetap berjuang untuk hidup.
"Jevan, bukannya lo pengin gue mati?"
Dalam rengkuhannya Jevan menggeleng tegas. Matanya terpejam setiap kali mendapati si tengah terkungkung oleh rasa sakit. Dan ia tak berhenti merutuki sikapnya yang selalu hanya diam.
"Jangan bego. Nggak ada satu pun adek yang mau kehilangan kakaknya," Jevan melepas pelukannya, "please, Kak. Ayo berjuang. Gue janji, kalau lo sembuh, gue bakal kasih hadiah."
Juan mungkin belum diizinkan oleh Tuhan untuk menggenggam kesembuhan, namun cowok itu bersyukur. Di saat keputusasaan membelenggu hatinya, ada sosok lain yang mampu dijadikan alasannya untuk tetap hidup.
"Hadiah apa?"
Jevan menyeringai. "Yang jelas hadiahnya nggak akan pernah bisa lo tebak. Makanya sembuh dulu, Kak."
Juan tercenung. Ia ragu tentang kesembuhannya. Bahkan rasa sakit itu semakin intens datang menyiksanya. Padahal vonis itu belum lama ia dapatkan.
"Kak?"
Juan terkesiap. Matanya memandang ragu sang adik. Meski keraguan itu masih ada, cowok itu akhirnya mengangguk.
"Oke. Kakak bakal berjuang."
Sang adik mengangguk puas. Meski ia tahu benar Juan belum sepenuhnya yakin untuk sembuh, setidaknya ia bisa menjadikannya salah satu alasannya untuk hidup.
"Oh iya, Kak. Periksa ke dokter kapan?"
"Lusa sih. Kenapa?"
Jevan mengulas senyum hingga lesung pipinya terlihat. "Biar gue yang anter."
KAMU SEDANG MEMBACA
SERPIHAN LUKA [END]
Teen FictionNyatanya kebahagiaan yang Juan genggam hanyalah semu. Topeng yang mereka pakai akhirnya terlepas hingga membuat Juan merasa dikhianati oleh dunia. Spin Off dari cerita MENDEKAP LARA [Bisa dibaca terpisah]