Kidnapped

1.5K 88 4
                                        

Ini pertama dan terakhir aku bikin spin off 😔

"Mas Juan sudah nggak apa-apa. Tapi besok jangan lupa untuk check up, ya, Mas Xabiru."

Xabiru refleks menghela napas lega. Kejadian beberapa waktu lalu seolah membuat jantungnya mesorot. Melihat Juan yang kesakitan dan berakhir tak sadarkan diri membuatnya ketakutan setengah mati. Matanya menatap pilu pada adik tengahnya yang kini telah terlelap damai. Cukup membuatnya tenang saat melihat ada pergerakan naik turun pada dada itu.

"Kalau gitu saya permisi dulu, Mas."

Xabiru mengangguk. Lantas cowok itu melangkah keluar untuk mengantar Dokter Aldo pulang. Cukup tak enak hati ketika harus menganggu waktu istirahat dokter paruh baya itu mengingat ini sudah malam.

Xabiru menghirup napas dalam-dalam sebelum tungkainya kembali ia bawa menuju kamar Juan. Ketika ia membuka pintu, presensi sang adik yang tengah duduk sambil memijit keningnya membuat ketakutan itu kembali hadir. Cowok bertabur freckles di wajahnya itu pun melangkah cepat menghampiri si tengah.

"Juan, rebahan aja. Sini."

Pandangan Juan masih buram karema efek pingsan, namun suara sang kakak terdengar jelas di rungunya. Pening yang menguasai membuatnya menurut tanpa bantahan. Cowok itu kembali berbaring.

"Juan," Xabiru mengulurkan tangannya demi memijat kening adiknya, "please jangan nyerah."

Jika saja kekuatan magic itu ada, Xabiru akan memohon untuk memutar balik waktu. Penyesalan itu telah ia genggam. Dunia seolah menertawakannya karena kini ia tak mampu menahan air matanya. Padahal dulu hanya hitam yang menyelimuti hati Xabiru jika berhubungan dengan Juan.

"Capek."

Satu kata dari Juan lolos dan mampu menghancurkan pertahanan Xabiru. Katakanlah Xabiru tak tahu diri dan egois. Namun kehilangan Juan mungkin saja akan membuatnya merasakan penyesalan seumur hidup.

"Gue tahu lo capek. Tapi, please bertahan lagi. Kalau bukan buat gue. Seenggaknya buat mendiang mama."

Hati Juan seolah tercubit saat Xabiru menyinggung soal Liana. Seketika kata-kata dari mendiang mamanya kembali singgah dalam pikiran Juan.

Nak, sakit yang kamu dapatkan ini ujian dari Tuhan. Kalau kamu lulus, kamu pasti dapet hadiah dari Tuhan.

Pandangan mata tanpa binar itu menatap Xabiru. Si sulung itu kini menunduk dengan tangan yang masih setia membingkai jemari kurusnya. Juan tak pernah melihat kakaknya sehancur ini, bahkan ketika mama cantiknya berpulang. Ada sengatan tak kasat mata yang menerpanya. Jujur saya, tak ada rasa benci dalam diri Juan. Hanya perih yang ia rasakan.

"Gue mau berjuang sekali lagi."

Mendengar ucapan lirih Juan, sang kakak perlahan mengangkat kepalanya. Netranya menatap haru pada Juan. Tanpa peduli air mata itu masih meluruh, Xabiru memerangkap tubuh kurus Juan sembari membisikkan kata terima kasih.

***

Meski air mata itu belum mengering atas kehilangan sang ratu dalam keluarga Arlan, mereka kembali lagi untuk memulai berjuang. Kehilangan adalah sebuah kehancuran bagi mereka. Dan kini si tengah telah berada di antara hidup dan mati. Arlan menggeleng cepat. Pria itu tak akan mampu jika harus merelakan Juan pergi.

"Kenapa, Pa?"

"E-Enggak apa-apa, Ju. Kamu tidur aja. Nanti Papa bangunin pas udah sampai rumah sakit."

Siang ini Arlan lah yang mengantar Juan untuk check up. Pria itu sebenarnya memiliki jadwal meeting dengan client beberapa jam lagi. Namun Arlan bersikeras untuk menemani si tengah. Ia ingin mengetahui sejauh mana perkembangan kesehatan sang putra. Sebagai orang tua tunggal, Arlan mulai sadar akan perannya. Apalagi untuk Juan yang telah lama ia abaikan.

SERPIHAN LUKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang