Bergantung Satu Sama Lain

1.2K 70 4
                                    

TW // KEKERASAN , ABUSE ⚠️

"Mama, Juan dapet nilai ulangan Matematika 40. Maaf"

Juan duduk di samping Liana yang kini tengah fokus melipat beberapa pakaian. Tangan wanita itu sontak terhenti. Ditatapnya dengan lembut sang putra yang kini menunduk. Liana sangat hafal dengan semua sifat yang dimiliki si tengah. Tangannya mengangkat pandangan Juan. Hati Liana seolah tersengat saat mendapati ada setitik air mata di sana.

"Kenapa harus minta maaf? Kamu enggak salah apa-apa," Liana membingkai wajah yang terlihat pucat itu, "kamu udah usaha, Nak. Yang penting jangan lupa buat belajar lebih giat, ya."

Liana mendaratkan sebuah kecupan manis di kening Juan. Sebuah kebiasaan yang selalu ia lakukan setiap hari pada ketiga putranya. Lantas setelahnya Liana membawa tubuh Juan ke dalam dekapan hangatnya. Hatinya terasa perih saat baru menyadari tubuh putra tengahnya semakin kurus. Monster itu telah membuat Juan-nya semakin melemah. Dan ia benci pada dirinya sendiri yang tak mampu berbuat apa pun untuk meringankan penderitaan Juan.

"Mama, jangan nangis."

Tangan kurus Juan terulur untuk menyeka air mata Liana yang meluruh. Cowok itu paling tak bisa melihat wanita yang menjadi poros hidupnya menitikan air mata, apalagi karenanya.

"Maaf, Mama enggak bisa kasih kesembuhan buat Juan."

"Jangan ngomong gitu, Ma."

Juan tak suka jika sang mama sudah mulai menyalahkan dirinya sendiri. Baginya, dengan Liana tetap berada di sisinya, semua penderitaannya bisa ia tahan. Bahkan jika Juan tak pernah menemui kebahagiaan, ia rela asal Liana selalu menemani setiap langkahnya yang terjal.

"Asal Mama selalu ada buat Juan, semua akan jadi lebih baik."

***

Suara guyuran air disertai makian membuat kedua cowok yang tengah terikat refleks membuka mata. Jevan menggertakkan giginya. Merasa emosi atas perlakuan tidak manusiawi yang mereka terima. Sayang sekali ia tak punya tenaga untuk melawan. Matanya menatap nyalang pada 2 sosok penculik berpakaian khas preman yang berdiri seraya membawa ember kosong.

"Kenapa? Mau ngelawan?"

Salah satu penculik menjambaknya dengan kasar hingga membuat kepala Juan pusing bukan main. Bahkan tanpa sadar air mata itu lolos.

"Nggak akan bisa lo lawan kita."

Penculik itu melirik sekilas ke arah temannya seolah memberi kode yang segera dimengerti. Tanpa terduga, temannya itu menarik kasar tubuh Juan. Dan tanpa perasaan menjatuhi wajah dan perut Juan dengan beberapa pukulan.

"Berhenti! Yang kalian incer gue ... jangan sakiti Juan!"

Jazel berusaha untuk melepas ikatan tali yang mengikat tangannya. Namun rasanya terlalu sulit. Bahkan pergelangan tangannya jadi semakin perih.

"Berisik. Kalian adalah sumber duit. Jadi tunggu giliran lo, Jazel."

Si penculik sempat menghentikan kegiatan mari menyiksa Juan beberapa saat hingga kini ia kembali terus menghadiahi wajah itu dengan beberapa bogeman. Sebagai pamungkas, ia pun mendorong kasar tubuh lemah itu hingga tersungkur di dekat Jazel.

"J-Jazel, udah nggak apa-apa," Juan memejamkan mata sejenak saat seluruh tubuhnya semakin terasa sakit, "ini udah biasa."

Senyum itu terlihat menyakitkan bagi Jazel. Apalagi saat cairan merah kental itu mulai keluar dari hidung sang sahabat.

"Juan, lo mimisan!"

Jazel berusaha untuk menyeka darah itu dengan lengannya. Namun sebuah tarikan kasar membuatnya harus berdiri dengan tiba-tiba. Ada sengatan menyakitkan di organ sekepal tangan miliknya. Rasanya sangat perih. Namun ia tak sempat mengeluh saat mereka mendaratkan beberapa pukulan di wajah dan sebagian tubuhnya. Bahkan area jantungnya pun tak luput dari pukulan.

SERPIHAN LUKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang