Sang Cassanova

2.8K 146 9
                                    

Semua orang yang mengenal Juan sebagai pribadi yang badung dan susah diatur. Tak ada prestasi apa pun selain membuat seluruh guru di sekolah yang selalu dibuat repot menghadapi kenakalan Juan. Namun semua hal itu seakan tak ada artinya. Juan tetap menjadi idola bagi kaum hawa karena paras dan kekayaannya.

Juan sadar setiap hari ada banyak cewek yang suka diam-diam mencuri pandang ke arahnya, bahkan mengirim kado dan surat di laci mejanya. Namun cowok itu tak mau memedulikan.

"Ini buat lo, Bro," Juan menyodorkan sebuah bekal makan ke salah satu temannya, "gue udah kenyang."

Alis Brian mengerut. Namun pada akhirnya ia terima saja, mumpung ia belum sarapan. Alisnya naik turun sembari sesekali bersiul.

"Kenapa nggak lo pacarin aja salah satu penggemar lo, Ju?"

Brian menyantap bekal itu sembari menatap Juan dengan tatapan menyelidik. Keduanya tengah berada di kantin karena sudah memasuki waitu istirahat jam pertama.

"Pacaran ribet. Gue lebih suka bebas," Juan menyesap rokok yang kini tinggal setengah, "lagian mereka nggak tulus."

Tentu saja Juan tahu tak ada yang mencintainya dengan tulus. Mereka hanya memandangnya layaknya ATM berjalan. Baginya, wanita paling tulus di dunia ini hanya mamanya. Makanya, jika ditanya siapa cinta pertamanya? Tentu saja Juan akan dengan lantang menyebut sang mama.

"Tapi lumayan, Ju. Lo bisa manfaatin mereka." Brian berkelakar.

Cowok yang sama-sama duduk di bangku kelas 12 seperti Juan itu pun ikut menyesap rokok yang Juan beli tadi pagi. Tak ada yang mau menegur keduanya karena guru pun seakan sudah lelah memberi hukuman.

"Yan, nanti malam lawan gue siapa?"

Juan melempar tatapan bertanya pada Brian. Rencananya malam ini ia akan kembali mengikuti balap liar. Ada yang menantangnya dengan iming-iming sebuah motor keluaran terbaru. Tentu saja sebagai cowok yang menyukai tantangan, Juan menerimanya dengan senang hati.

"Anak SMA Pramudya. Si Arjuna sama Dean."

Juan mengangguk pelan. Selama ia memasuki dunia balap, cowok itu memang tak pernah mengalami kekalahan. Dan kali ini ia optimis akan menang.

"Bilang anak-anak, kalau nanti malem gue menang, gue traktir kalian makan sepuasnya."

***

Juan menuruni anak tangga dengan langkah terburu-buru. Seharusnya ia telah sampai di arena balap. Namun saat ia akan bersiap tadi, ada sedikit hambatan. Ketika ia akan membuka pintu utama rumahnya, suara seseorang menginterupsinya.

"Bisa nggak sih lo sehari aja nggak malu-maluin keluarga?"

Xabiru berdiri tak jauh darinya dengan kedua tangan yang bersidekap dada dengan tatapan jengahnya. Cowok dengan wajah bertabur freckles di wajahnya itu baru saja ingin mengambil air putih saat Juan berniat pergi.

"Maaf, Bang," lirih Juan, "maaf kalau gue selalu nyusahin lo."

"Emang nyusahin. Dan lo nggak pernah sadar."

Hati Juan sakit. Cowok itu sudah sering mendapatkan kata-kata layaknya diiris sembilu. Hanya saja Juan tak pernah memperlihatkan hatinya yang rapuh. Tak ada alasan apa pun kenapa papa, kakak, dan adiknya selalu bersikap buruk padanya. Sikap badung yang selama ini ada dalam dirinyalah yang membuat mereka semakin menjauh.

"Gue emang nggak bisa banggain keluarga, Bang. Tapi gue tetep adek lo--"

"Adek gue cuman Jevan sejak saat lo mulai jadi anak berandalan. Dia bisa bikin keluarga bangga dengan prestasinya." Xabiru mendengkus kesal.

SERPIHAN LUKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang