Jevan tak main-main dengan ucapannya pada Brian. Cowok itu kini ada di kantor polisi bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu bersama sang papa sebagai pendamping. Amarah dalam diri cowok itu masih membara. Apalagi saat melihat wajah Brian yang dengan angkuh menghina sang kakak. Kata demi kata menyakitkan yang ditulis Brian untuk Juan masih jelas terbayang di otaknya.
Arlan, papa 3 putra itu awalnya tak mau mengambil jalur hukum. Baginya mungkin saja ini hanyalah masalah kenakalan remaja biasa mengingat Juan pernah hidup dalam pergaulan bebas sebelumnya. Namun begitu Jevan menunjukkan beberapa mention dan direct message dari seseorang ber-nick Adrian di akun sosial medianya, hati pria paruh baya itu meradang. Arlan memang terkesan pilih kasih. Namun bukan berarti ia tak sayang pada Juan.
Beruntung Jevan sempat meminjam ponsel Juan untuk mengirimkan screenshots berisi kata-kata jahat yang Juan dapatkan. Dalam tindakannya ini, Juan memang tak tahu menahu. Cowok itu tak mau menambah beban pikiran sang kakak.
"Saya ingin membuat laporan atas tindak teror yang didapat anak saya, Pak."
Sang kepala polisi yang berjaga mengangguk. Dengan sopan, pria itu menginterupsi Arlan untuk mengisi data diri pelapor.
"Bisa berikan barang bukti berupa barang atau alat elektronik, atau apa pun yang dijadikan bukti landasan Bapak melapor?"
Arlan mengangguk. Ia memberikan beberapa tangkapan layar berisi kata-kata jahat yang ditujukan untuk si tengah. Sang polisi membacanya dengan alis bertaut.
"Kami sudah tahu siapa orang di balik dua akun ini, Pak. Dia orang yang sama. Tapi biar lebih jelasnya, saya serahkan penyidikan pada pihak berwajib."
Polisi ber-nametag Samsul itu menuliskan sesuatu di kertasnya guna memberikan nomor antrian registrasi pada Arlan dan Jevan.
"Kami akan hubungi Bapak untuk kabar selanjutnya."
"Saya harap orang ini ditangkap secepatnya, Pak. Saya nggak peduli orang ini masih minor atau bukan."
Amarah itu masih meluap. Jika keadilan sulit ditegakkan, ia akan berjuang lebih keras lagi agar pemilik akun hater itu bisa segera mencium lantai jeruji.
Lantas sepasang anak dan ayah itu pun berpamitan pulang pada petugas kepolisian yang berjaga di sana.
"Makasih, Pa. Aku kira Papa nggak akan peduli sama Kak Juan."
Mata Jevan memandang lurus ke depan tanpa melihat Arlan. Keduanya tengah dalam perjalanan pulang. Cukup penat memang mengurus pelaporan di kantor polisi karena terlalu rumit prosesnya. Namun Jevan tak masalah. Ambisinya yang membara untuk membalas dendam pada Brian tak pernah meredup.
"Juan juga anak Papa, Van. Mana mungkin Papa diam aja pas tahu dia dijahatin orang."
Dengkusan kasar keluar dari bibir Jevan. Cowok itu mencibir atas ucapan yang baru saja keluar dari bibir sang papa.
"Bukannya sikap Papa ke Kak Juan bertahun-tahun ini juga termasuk jahat?"
Arlan terkesiap atas sindiran tajam yang dilemparkan si bungsu. Namun begitu, ia tetap berusaha fokus mengendarai mobil. Perkataan Jevan telah berhasil membuat sudut hati terdalamnya seolah tersengat.
"Papa--"
"Pa, mau sampai kapan Papa jahat ke Kak Juan?"
Arlan tetap bungkam. Pria itu tetap berusaha fokus mengemudi. Jalanan yang tampak lengang menuju komplek perumahan mereka membuat suasana semakin menegang.
"Pa, Kak Juan bahkan beberapa kali berpikir buat mati."
Mata Arlan memanas. Namun setajam apa pun Jevan berbicara, pria itu tetap kesulitan untuk menyanggah ucapan sang putra. Dan pada akhirnya Arlan tak mampu membuka suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
SERPIHAN LUKA [END]
Teen FictionNyatanya kebahagiaan yang Juan genggam hanyalah semu. Topeng yang mereka pakai akhirnya terlepas hingga membuat Juan merasa dikhianati oleh dunia. Spin Off dari cerita MENDEKAP LARA [Bisa dibaca terpisah]