Komen dong my dear. Karena aku akan semakin ambis selesaiin cerita yang ini (meski masih lumayan panjang) seenggaknya sampai 5-7 part lagi aku up cerita ini sebelum gantian ke cerita sebelah 😆
♡♡♡
Juan menyandarkan tubuhnya di sofa. Cowok itu baru saja berkeliling di area rumahnya demi mencari ponselnya yang hilang entah ke mana. Sejak kemarin gadget-nya seperti lenyap ditelan bumi.
"Seinget gue hapenya ada di atas meja belajar."
Juan mereka ulang adegan demi adegan kemarin untuk menelusuri keberadaan ponselnya. Namun nihil. Yang ia ingat, benda itu memang ada di atas meja belajar.
"Perasaan penyakit gue nggak bikin gue jadi pelupa, deh."
Lelah mencari sejak tadi, cowok itu memilih merebahkan tubuhnya di atas sofa. Mata itu mencoba terpejam meski tak dapat dipungkiri perasaannya masih tak nyaman. Cowok itu merasa takut, tapi tak tahu apa yang membuatnya takut.
"Guk guk guk!"
Baru saja ia berusaha terlelap, suara Molly menyapa indera pendengarannya. Anjing kesayangannya itu sudah berada di sampingnya, menduselkan kepalanya di kaki Juan.
"Molly laper lagi?"
Pertanyaan Juan langsung dibalas gonggongan semangat dari si anjing pintar. Meski dalam keadaan lemas, Juan tetap mengabulkan permintaan Molly. Cowok itu melangkah pelan ke arah dapur untuk mengambil wadah dan snack anjing yang ia simpan.
Si anjing Molly melompat kesenangan saat Juan datang dengan membawa makanan kesukaannya. Dengan semangat ia mengitari tubuh Juan sembari menduselkan kepalanya pada kaki si tuan tampan yang tengah menuangkan snack pada wadah bermotif anjing itu.
"Molly, wait, wait. Good girl."
Si anjing pintar menurut. Hewan bertubuh besar itu duduk dengan tenang. Ekornya bergerak ke kanan dan ke kiri, menunggu komando dari Juan.
"Molly, ayo makan."
Barulah ketika Juan memintanya untuk makan, Molly mulai memakan snack kesukaannya dengan semangat.
"Good girl."
Juan mengusap bulu halus Molly, sesekali menciumnya lembut. Hal itu membuat anjing itu semakin nyaman.
Cowok itu kembali duduk di sofa. Baru melangkah dari ruang keluarga ke dapur saja sudah membuatnya lelah. Cukup menyesakkan. Ia merasa menjadi anak yang tak berguna.
"Pantes sih kalau papa nggak pernah bangga punya anak kayak gue. Udah nyusahin, bego, penyakitan pula."
"Kata siapa?"
"Ya Tuhan!"
Mata Juan sontak terbuka saat telinganya tiba-tiba menangkap suara salah satu saudaranya. Jevan duduk di sampingnya dengan pandangan tajamnya.
"Papa aslinya sayang sama lo, Kak. Cuman dia gengsi."
Juan menghela napas kasar. Cowok itu kembali berjongkok di samping Molly sembari mengusap bulu halus anjing itu.
"Percuma lo ngomong gitu cuman buat hibur gue, Van. Nyatanya emang dia malu punya anak kayak gue."
Mendapat jawaban bernada lelah dari Juan membuat si bungsu mengumpat dalam hati. Wajar saja Juan merasa trust issue. Sikap Arlan memang tak pernah baik pada Juan. Namun Jevan yakin papanya masih sangat sayang Juan. Hanya saja gengsi mengendalikan hati Arlan.
"Percaya sama gue, Kak. Buktinya papa bantuin lo buat jeblosin Brian ke penjara."
Juan terdiam sejenak. Ia tahu fakta bahwa Brian masuk penjara karena campur tangan Arlan. Namun ketika mengingat pria itu setuju atas permintaan si bungsu, lagi-lagi pikiran negatif menyambangi otaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
SERPIHAN LUKA [END]
Fiksi RemajaNyatanya kebahagiaan yang Juan genggam hanyalah semu. Topeng yang mereka pakai akhirnya terlepas hingga membuat Juan merasa dikhianati oleh dunia. Spin Off dari cerita MENDEKAP LARA [Bisa dibaca terpisah]