Masih Hancur Berkeping

1.3K 104 6
                                    

TW // SUICIDE , BUNUH DIRI

(BOLEH SKIP PART INI)

"Abang, maafin gue."

Kehilangan seorang kakak tak pernah ada dalam pikiran Brian. Cowok itu tak mampu menahan isakannya saat melihat dengan mata kepalanya sendiri sosok tangguh yang selama ini selalu melindungi dan memberi kasih sayang tulus padanya.

Brian memeluk Bara yang terbaring di ruang tamu rumah mereka dengan susah payah karena kedua tangannya terborgol. Hari ini adalah pemakaman Bara. Polisi mengizinkan Brian untuk mengikuti prosesi pemakaman sang kakak.

Seandainya aja gue nggak maksa lo buat nurutin mau gue, mungkin lo masih ada di samping gue, Bang. Brian membatin frustrasi.

Cowok itu kini sebatang kara. Masa depannya hancur. Apalagi ia divonis 20 tahun penjara. Tak ada lagi yang menjadi tumpuannya. Ayah, ibu, dan kakaknya telah lebih dulu berpulang.

"Bang, Ibu, Ayah, maaf. Maaf udah jadi adik dan anak yang gagal."

Semua pasang mata yang melayat di rumah duka cukup prihatin sebenarnya. Namun mengingat kejahatan yang telah cowok itu lakukan, memang sudah sepantasnya Brian mendapatkan karmanya.

Acara pemakaman berlangsung hening hingga kini sang kakak telah menyatu dengan bumi. Tubuh Brian meluruh di antara dua makam yang ia kenali. Bara dimakamkan di sisi ayah dan ibunya. Di belakangnya ada beberapa polisi yang berjaga-jaga. Menunggu dengan sabar cowok itu yang sekarang tengah fokus memejamkan mata dengan tangan yang menengadah ke atas. Kepalanya menunduk dalam.

"Ya Allah, aku tahu, aku cuman manusia yang banyak dosa. Tapi boleh nggak, manusia banyak dosa ini memohon." Brian berbisik lirih.

Dadanya seolah tengah ditekan oleh benda tak kasatmata. Apalagi saat mengingat semua kenangan bersama ketiga anggota keluarganya yang kini telah pergi untuk selama-lamanya.

"Tolong ampuni dosa Ayah, Ibu, dan Bang Bara. Manusia yang penuh dosa ini memohon."

Brian menurunkan kedua tangannya. Matanya menelisik rumah baru kakak satu-satunya. Padahal baru beberapa minggu lalu mereka makan bersama di resto demi merayakan ulang tahun Bara. Dan itu adalah kenangan terakhirnya yang manis bersama sosok tangguh yang kini telah dipeluk bumi.

Setelah semua karma yang ia dapat, Brian bertekad akan menjadi pribadi yang lebih baik. Walau ia harus menerima konsekuensi menghabiskan masa muda di balik jeruji besi.

***

Kabut duka itu masih menyelimuti keluarga Arlan. Rumah itu kini seolah menjadi lebih sunyi. Sang kepala keluarga tak pulang sejak Liana dimakamkan. Si sulung lebih memilih menghabiskan waktunya di kampus. Melanjutkan kegiatan kampusnya dengan lebih gila. Demi menghalau rasa sesak yang bersemayam.

Tak beda jauh hancurnya dengan mereka, ada Juan yang sejak pulang dari pemakaman lebih memilih mengurung di kamar. Hanya Jevan yang berjuang keras untuk tetap waras. Biar bagaimanapun, ada Juan yang harus ia jaga. Sang kakak menjadi semakin rapuh semenjak Liana berpulang.

"Kakak, makan dulu, ya? Mbak Ana udah bikinin sup ayam."

Tak ada balasan apa pun dari Juan. Cowok itu masih sibuk menatap kosong bingkai fotonya bersama mendiang mamanya.

"Apa lo nggak takut Mama sedih pas tahu lo nggak mau makan?"

Mendengar kata mama keluar dari bibir Jevan, membuat Juan menoleh pelan. Dapat Jevan lihat, wajah sang kakak semakin pucat. Bahkan ada jejak air mata di kedua pipi tirus itu.

"Makan ya? Gue suapin."

Juan mengangguk. Air matanya kembali lolos. Apalagi saat mengingat kenangannya bersama Liana yang sering menyuapinya makan. Kini tak ada lagi sosok cantik yang tak pernah lelah mentransfer energi untuknya.

SERPIHAN LUKA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang