CHAP XXXII.

12 2 0
                                    


—✧—𝐒𝐄𝐋𝐀𝐌𝐀𝐓 𝐃𝐀𝐓𝐀𝐍𝐆—✧—

Mohon bijak dalam membaca.
Cerita ini hanya berdasarkan imajinasi penulis.


𝙷𝙰𝙿𝙿𝚈 𝚁𝙴𝙰𝙳𝙸𝙽𝙶

•・•✧✧•・•


    KALI ini mereka bertujuh bakar-bakaran di teras depan rumah Davin dan Caca.

Pemuda jangkung memasuki gerbang depan rumah Davin. Mereka menatap pemuda itu.

"Bang Mikko ngapain kesini?" Tanya Caca.

"Gua? Maenlah! Suntuk dirumah. Tenang aja kaga bakal minta gua ama bakar-bakarannya" Jawab pemuda yang dipanggil Mikko.

"Baru keliatan lagi sih lu Mikk, kemana aja lo?" Tanya Mahen.

"Sekolah lah!"

"Sekolah biji mata lo! Baru masuk ya ini" Sahut Jenan kesal.

"Lah? Eh iya! Kaga kemana-mana sih, gua cuman maen doang"

"Maen mulu" Celetuk Davin.

"Elu sama aja bangsat!" Makinya.

Netra Mikko menatap Kiran dan Bielsa. Caca yang faham pun segera memperkenalkan, "yang rambut diiket namanya Bielsa, yang disebelah Jenan namanya--"

"Kiran, iya tau gue. Pacarnya Jenan 'kan?" Selanya.

"Kok lu tau?" Bingung Caca.

Mahen dan Mikko bertatapan setelahnya mereka tersenyum tengil. "Yee elu ngga tau aja--" Ucapan Mikko terpotong oleh suara Jenan.

"Ngomong aneh-aneh gua bejek mulut lo"

"Yaelah bercanda gue"

"Tengil banget sikapnya mirip bat ama Mahen" Celetuk Bielsa yang disetujui dengan semangat oleh Caca.

Mikko menoleh kearah Bielsa, "entar elu takut kalo gua serius"

"Apaansi anjir! Bangke omongan lu embigu banget!"

~>>||<<~

Pikirannya melayang kebeberapa tahun lalu. Hatinya hancur saat melihat sang ibu yang tak terima bahwa ayah telah meninggal. Cinta ibu kepada ayah sangat besar.

Apalagi mendengar bahwa sang suami meninggal kecelakaan karena manjikannya sendiri. Ibunya tak terima, ia tak bisa bantu banyak karena ia habis melahirkan.

Tapi ia selalu berada disisi ibunya. Yang pasti ia sudah iklhas atas kehilangan ayahnya. Ia tak menyalahkan majikan ayahnya, ia tau itu musibah.

Tapi.. Setelah ayahnya dibawa kerumah ingin dimakamkan, ia baru tahu alesan mengapa sang ibu begitu benci kepada majikan sang ayah.

Ia mendengar percakapan sang ibu dengan pria paruh baya itu. Ia kira pria paruh baya tersebut adalah sang anak yang sedang mewakili orangtuanya untuk meminta maaf. Tetapi ternyata itu hanya orang suruhan, ia bisa merasakan kemarahan sang ibu.

"Kami orang suruhan tuan Irawan untuk memberikan ini" Diserahkannya satu amplop coklat lumayan tebal kepada Gayatri.

Gayatri tak menggubrisnya, ia tarik kerah pria itu yang mengaku sebagai suruhan Irawan. "Dimana Majikanmu, hah?! Tidak ada sopannya!! Setelah orang tuanya membuat suami saya meninggal, mereka tidak meminta maaf??!! Sangat tidak ada adab!!"

Pria suruhan Irawan itu menghempas tangan Gayatri, "anda harus menjaga kata-kata anda terhadap tuan saya. Masih untung ia ingin tanggung jawab yang bukan karenanya, anda dengan tidak sopannya malah menghinanya. Anda harusnya berterima kasih, anda bukan apa-apa jika tidak dibantu dengan tuan saya"

𝐁𝐢𝐚𝐧𝐚𝐜𝐚𝐥𝐚 [𝐬𝐚𝐧𝐠 𝐠𝐚𝐝𝐢𝐬 𝐝𝐞𝐬𝐚]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang