26. Lukisan Sang Suami (2)

84 15 0
                                    

Jarum jam mulai maju untuk menunjuk pukul sepuluh pagi. Ketika Stephanie sudah bersiap-siap, dia langsung pergi ke tempatnya bekerja sesuai dengan jadwal pemberian Dino. Sejujurnya, Stephanie masih malu ketika mengingat-ngingat kejadian tadi malam. Namun, sebisa mungkin Stephanie tetap bekerja dengan wajah penuh senyuman.

Dino yang berjalan di samping Stephanie mengernyitkan kening. Pria itu bertanya, dengan sebelah sudut bibir terangkat ke atas. "Heh, kau kenapa? Dari tadi aku lihat, senyum-senyum sendiri seperti orang gila."

Ucapan Dino membuat Stephanie menatap tajam ke arah pria itu. Stephanie mendengkus, kemudian memberitahu, "Bukannya kau bilang aku tak boleh memasang wajah ketus di mana pun aku berada? Karena walaupun di sini tak ada kamera, kita juga tak tahu... jangan-jangan ada CCTV di sini. Jadi, ya... suka-sukaku."

Dino merotasikan bola matanya. Dia kemudian berucap, "Aku memang mengatakan supaya kau tidak memasang wajah ketus, tapi melihatmu senyum-senyum sendiri... aku... aku jadi merasa takut sendiri. Kerasukan apa, kau pagi-pagi ini?"

Stephanie akhirnya menurunkan sudut bibirnya. Dia mendengkus, dan berucap, "Kau sangat bawel dan menyebalkan. Aku tak boleh itu, aku tak boleh ini. Aku harus selalu mendengar apa yang kau katakan! Persis seperti Vano Christian Hans!"

"Yah... mau bagaimana pun juga, kau adalah bawahannya. Jadi, apa yang bisa aku harapkan dari orang seperti kalian," ucap Stephanie sembari menyilangkan tangan di depan dada.

"Sudah-sudah, jangan menyamakan aku dengan Pak Vano. Lagi pula, kami memberikan aturan untuk keamananmu sendiri. Kenapa kau tidak kunjung mengerti? Setidaknya, hargai niat baik Pak Vano itu," balas Dino.

Stephanie menurunkan sudut bibirnya. Dia melanjutkan perjalanan dengan kedua bibir melengkung ke atas. Apalagi ketika di depannya ada Zea bersama dengan manajernya juga. Stephanie langsung memperlebar senyumannya. Dia menyapa, "Halo Zea. Bagaimana kabarmu?"

Zea awalnya memasang wajah tak bersahabat. Namun, matanya menemukan kamera CCTV yang berada tepat di atas bangunan. Dia langsung mengikuti sudut bibir Stephanie yang melengkung ke atas. Kemudian menyapa Stephanie dengan suara hangat. Setengah dipaksakan untuk ramah. "Ah, Kak Stephanie. Kabarku awalnya baik, sampai aku harus menunggu artis yang akan berkolaborasi denganku di sini, setengah jam lalu."

"Jadi, kabarku sekarang tidak baik," balas Zea dengan mata memelotot.

Stephanie ingin membalas, tetapi Zea sudah lebih dulu merangkul lengannya. Gadis itu mengajak Stephanie untuk masuk ke ruang rekaman, sembari berucap, "Tidak baik karena menunggumu untuk waktu yang cukup lama. Aku merindukanmu."

Kebohongan yang dikatakan Zea membuat Stephanie tertawa di dalam hati. Wanita itu juga mengangguk, dan ikut membalas, "Ya kau benar sekali. Aku juga sangat merindukanmu dan tak sabar untuk bekerja sama denganmu, setelah rekaman video viral kita dulu."

Senyuman di wajah Stephanie dan Zea berbanding terbalik dengan isi hati keduanya. Ingin rasanya, Stephanie menjambak rambut Zea dan membuat Zea menangis karena sudah lebih dulu mengganggu hidupnya. Namun, setelah sampai di ruang rekaman, Stephanie berusaha untuk tetap profesional. Hingga akhirnya, keduanya berhasil menyelesaikan rekaman dengan sempurna.

"Seperti biasa, Stephanie memang sangat berbakat dalam menyanyi. Tak butuh waktu lama, untuk menyelesaikan rekaman ini. Kerja bagus."

"Lalu Zea sendiri, meskipun masih baru, tapi kau hanya memerlukan beberapa waktu untuk belajar dan melihat Stephanie bernyanyi, lalu mencontohnya. Sangat bagus. Terima kasih untuk kalian berdua yang sudah bekerja keras," ucap pria yang bertugas membuat lagu untuk Stephanie dan Zea.

Stephanie tersenyum lebar, sementara Zea sendiri hanya memberi senyuman tipis. Setelah itu, Stephanie dan Zea dibebaskan untuk pulang sesuka hati. Meskipun pada akhirnya, Zea berhenti karena dia tak senjaga meninggalkan ponselnya di ruang rekaman.

"Kesal sekali. Wanita tua itu berhasil merekam hanya dengan satu kali rekaman saja! Sementara aku? Pasti ada yang dalah dengan tempat rekaman ini!" gerutu Zea.

Zea awalnya ingin mengambil ponsel miliknya sendiri. Namun, tiba-tiba mata Zea tertuju pada tas yang berada di samping mejanya. Dari gantungan kunci beruang berpita jeruk, Zea bisa menebak jika tas itu milik Stephanie. "Ah, sepertinya wanita itu juga meninggalkan barangnya di sini. Apa dia pelupa juga? Bagaimana bisa dia meninggalkan barang penting seperti ini di sini?"

Zea tak peduli dengan tas Stephanie. Dia lebih memilih untuk pergi ke pintu keluar. Hanya saja, Zea tiba-tiba mengernyitkan kening. Dia langsung berbalik ke belakang, dan bertanya pada dirinya sendiri, "Tunggu dulu. Bagaimana jika aku membawakan tas itu pada Stephanie, sekaligus mencari tahu apa saja isi tas wanita itu? Lumayan juga, jika aku menemukan sesuatu untuk diberitakan ke media sosial!"

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Boss My Boo #Verkwan [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang