23. Gaya Pencuri (2)

101 14 1
                                    

Sudah pasti, Stephanie akan menolak tawaran Vano. Namun, hati dan ucapannya tak bisa bekerja sama. Bibirnya menolak, tapi kepalanya mengangguk. Dia menggigit bibir bawahnya, untuk menunggu Vano menyentuh bibirnya dengan bibir Vano.

Reaksi Stephanie membuat Vano tersenyum. Wanita yang biasa mempermalukan dirinya sendiri, kini tampak malu-malu untuk menerima tawaran Vano. Wanita itu tanpa sadar menutup kelopak matanya, ketika Vano mendekat dan menghembuskan napas hangatnya di kulit wajah Stephanie.

Pada akhirnya, kedua bibir kembali bertemu dan merasa. Vano terburu-buru untuk merasakan debaran jantung Stephanie yang berdetak kencang. Pria itu membimbing Stephanie untuk saling menyentuh dan merasa sampai keduanya mabuk dalam perasaan tak terlihat.

Waktu yang terus berjalan, tak membuat keduanya terganggu. Bahkan, saat waktu istirahat Stephanie hampir berakhir, Stephanie masih asyik merasakan lembutnya bibir Vano menandai miliknya. Setiap gerakan Vano didasari oleh perasaan kesal, ketika Stephanie memeluk pria lain. Lalu sekarang, setelah Stephanie ada dalam kendalinya. Dia langsung membuat Stephanie ikut tenggelam dalam penyatuan keduanya.

Dua bibir saling merasa, dan mengenal satu sama lain. Jari Vano dan Stephanie tanpa sadar merambat pada pinggang. Tangan Vano masuk ke dalam baju yang Stephanie kenakan. Dia menelusuri setiap lekuk tubuh Stephanie, sembari mengusapnya lembut.

Sentuhan Vano membuat Stephanie merasa gelisah, tapi di sisi lain dia merasa nyaman. Stephanie hampir mengeluarkan suaranya, tetapi Stephanie ingat pada jadwal aktingnya. Wanita itu terburu-buru untuk mendorong tubuh Vano dari tubuhnya, kemudian memberitahu dengan napas terengah-engah, "Waktu istirahatku hampir berakhir. Aku harus segera kembali."

Vano tersenyum sembari mengusap bibirnya sendiri. Pria itu kemudian menawarkan, "Sebelum kau kembali berakting, setidaknya makanlah sesuatu. Jangan biarkan perutmu kosong."

Stephanie memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia kemudian mengangguk, dan menjawab, "Tentu saja. Aku akan makan dulu. Jadi... jadi..."

"Jadi apa?" tanya Vano.

Stephanie menundukkan kepala. Ucapan sang ibu masih teringat jelas di dalam isi otak Stephanie. Oleh karena itu, bibir Stephanie menjawab, "Kita lanjutkan nanti malam. Kebetulan, besok aku tak memiliki jadwal."

Ucapan Stephanie yang bergetar membuat Vano mengusap lembut rambut sang istri. "Santai saja. Jangan terlalu tegang. Kau semakin imut ketika gugup, padahal biasanya kau berani dan tak tahu malu."

Stephanie ingin menampar Vano, karena sering mengatakan dia tak tahu malu. Meskipun, Stephanie memang aslinya tak tahu malu. Namun, tetap saja, Stephanie merasa kesal ketika disebut tak tahu malu oleh Vano.

Akhirnya, Vano berpamitan untuk pergi lebih awal. Dia mengusap lembut rambut Stephanie, sebelum mendaratkan bibirnya di kening. Setelahnya, Vano meninggalkan Stephanie dengan detak jantung berdetak sangat kencang. "Ini normal. Seharusnya hal ini, tidak masalah dilakukan suami istri bukan? Tapi... Pria itu tak tahu tempat! Bagaimana bisa dia melakukannya di tempat seperti ini! Jika ada yang lihat, harga diriku kembali dipertaruhkan!"

Stephanie memukul kepalanya sendiri. Setelah itu, dia menyentuh bibirnya yang sudah ditandai Vano. Perlahan tapi pasti, sudut bibir Stephanie melengkung ke atas. Sadar atau tidak, sejujurnya Stephanie menyukai gerakan dan sentuhan Vano. Namun, dia terlalu malu untuk memberitahukannya. Apalagi, Stephanie tahu, Vano akan mengejeknya.

"Sebaiknya aku segera bersiap untuk berkerja kembali," ucap Stephanie.

Sebelum pergi, Stephanie sempat melihat ke keranjang buah. Dia mengambil salah satu buah apel, kemudian memakannya dengan penuh minat. Detik-detik terakhir, dipakai Stephanie untuk menghabiskan apel miliknya. Dia berusaha untuk melupakan janjinya pada Vano. Namun, Vano bahkan mengirim pesan pengingat pada janji yang telah dibuat Stephanie.

"Apa? Apa pria itu sudah g*la?! Kupikir dia pria dingin, tembok, muka datar, dan tak peduli pada kesusahan karyawannya! Tapi ternyata? Dia sekarang, persis seperti seorang buaya darat yang menanti mangsanya datang ke sarang!"

"Lalu aku? Aku adalah wanita b*doh yang tak punya rasa kapok! Kenapa aku begitu plin plan! Setiap perlakuannya membuat sedikit demi sedikit mulai merasa malu! S*alan!" gumam Stephanie sembari mengurut keningnya sendiri

"Sebenarnya apa yang Pak Vano inginkan dan harapkan dari pernikahan ini? Pria licik itu pasti memiliki rencana untuk menguntungkan dirinya sendiri! Tapi apa?!" Stephanie mendengkus, dan melempar buah apel yang dia pegang. Akhirnya, Stephanie beranjak dari kursinya. Dia kemudian berjalan menuju pintu keluar, dan berniat untuk pergi tempat aktingnya lagi.

Sayangnya, ketika Stephanie keluar dengan mengendap-endap, tiba-tiba Zea menepuk bahunya. Gadis itu berhasil membuat Stephanie tersentak kaget, kemudian bertanya, "Kau? Kenapa kau mengendap-endap seperti itu? Kau bahkan keluar dari tempat yang sama, setelah seorang pria tinggi keluar! Apa kalian mempunyai hubungan terlarang?!"

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Boss My Boo #Verkwan [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang