13. Sihir Uang (2)

118 18 0
                                    

Stephanie terdiam beberapa saat. Setelah itu, dia langsung menggelengkan kepala. "Ah, sudahlah tak perlu dipikirkan. Lagi pula, Pak Vano orang yang tak bisa aku prediksi. Mungkin saja dia tengah menyiapkan surat perceraian. Lebih baik, aku tak memikirkan masalah ini lebih lanjut."

"Masa bodo, jika pria itu hanya memanfaatkanku untuk membahagiakan keluarganya. Toh, aku juga tidak dirugikan dengan hal ini," ucap Stephanie.

Stephanie menarik dan mengeluarkan napas panjang. Dia kembali melirik ke arah Vano, lalu menemukan jika salah satu boneka terlalu dekat dengan hidung Vano. Stephanie berpikir, itu mungkin akan mengganggu indera pernapasan Vano, oleh karenanya, Stephanie diam-diam bergerak untuk menjauhkan bonekanya dari hidung Vano.

"Aku terlalu egois, sampai tak memikirkan kenyamanan Pak Vano tidur di ranjang ini," ucap Stephanie baru menyadari kesalahannya. Setelah itu, Stephanie berniat memperbaiki selimut Vano yang sedikit tersingkap. Namun, yang terjadi malah, pergelangan tangan Stephanie ditarik, hingga akhirnya Stephanie masuk ke pelukan Vano.

Tanpa membuka matanya, Vano berbisik, "Akhirnya aku bisa melihat sinar matahari lagi. Kau sekarang berniat menyingkirkan semua pembatas itu?"

Stephanie langsung berusaha melepaskan diri. Dia berucap, "Apa yang kau maksud! Sekarang sudah pagi, jadi tak harus diberi pembatas lagi! Tapi nanti malam, aku akan memperbaikinya lagi!"

Ucapan Stephanie membuat Vano menarik sebelah sudut bibirnya ke atas. Pria itu akhirnya bangkit, dan menekan kedua bahu Stephanie ke ranjang. Dia tersenyum lebar, sembari mengukung tubuh Stephanie dengan tubuh miliknya. "Malam? Sepertinya perlindung itu tidak akan berguna lagi, Nyonya Hans."

"Jadi, kapan kau akan menyerahkan dirimu padaku?" bisik Vano sembari menyentuh helaian rambut Stephanie.

Stephanie tersenyum kecut, kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain. Dia berkata, "Pak Vano. Jangan bemain-main denganku sekarang. Aku akan pergi untuk merekam lagu terbaru. Jadi, cepat menyingkirlah dariku."

Mungkin Stephanie bisa saja berkata kecut, dengan wajah berpaling ke arah lain. Namun, hembusan napas hangat Vano di kulit lehernya membuat Stephanie merinding. Jangungnya berdetak dua kali lebih cepat, apalagi merasakan jemari Vano merambat menyentuh lengannya. "Selesai rekaman, kita akan pergi ke rumah orang tuaku. Ada beberapa hal yang ingin ibu sampaikan padamu."

"Apa? Ibu mertua?" gumam Stephanie.

Vano menganggukkan kepala, kemudian berucap, "Selena juga."

Stephanie terdiam beberapa saat. Setelah menemukan jawaban, dia langsung menebak, "Ini pasti tentang masalahku. Apa mereka akan mewawancaraiku tentang sikapku?"

"Maafkan aku Pak, tapi aku tak berbakat untuk menyembunyikan sifat asliku di hadapan mereka," ujar Stephanie.

Jawaban Stephanie malah membuat Vano tersenyum lebar. Dia menjawab, "Kau tidak perlu berpura-pura menjadi artis elegan di depan mereka. Lagi pula, mereka sudah tahu tabiat aslimu, saat kau sekamar denganku dulu. Tak ada yang perlu kau sembunyikan dari mereka."

Stephanie membalas, "Termasuk pernikahan terpaksa kita? Apa tidak masalah, aku memberitahu jika kau menikahiku, hanya untuk kebahagiaan mereka?"

Vano berdecak, dia kemudian mendaratkan satu kecupan kecil untuk membungkam mulut Stephanie. Setelah itu dia menjawab, "Pernikahan ini tak hanya tentang kebahagiaan mereka saja. Aku juga ingin membuatmu bahagia, karena telah menikah denganku. Jadi, jangan berkata yang tidak-tidak tentang pernikahan kita di depan keluargaku, dan aku akan menjadikanmu istri yang bahagia."

Suara Vano yang melembut menghipnotis Stephanie. Entah mantra apa yang ada di dalam ucapan Vano. Pria itu diam dengan tatapan dingin, lalu setelah bersuara, Kata-katanya mampu meluluhkan hati Stephanie. Stephanie bahkan menyetujui untuk pergi ke rumah ibu mertuanya, dan menerima ciuman Vano di pagi hari dengan penuh semangat.

Untuk kedua kalinya, bibir mereka menekan satu sama lain. Jantung Stephanie tak henti-hentinya berdebar kencang. Wanita itu tak bisa membuka kelopak matanya, karena rasa malu, sekaligus penasaran yang amat besar. Stephanie bertanya-tanya, kenapa dirinya bisa membiarkan Vano mengambil alih kewarasannya lagi?

Sebenarnya apa tujuan asli Vano menikahinya? Tak mungkin juga, jika Vano benar-benar mencintainya bukan? Stephanie tak ingin berharap lebih. Namun, perlakuan sang suami malah semakin membuat Stephanie ingin lebih banyak berharap.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


My Boss My Boo #Verkwan [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang