06. Naik Ranjang (2)

188 18 0
                                    

Semuanya berlangsung seperti mimpi satu malam. Setelah selesai berdandan, Stephanie melangkah menuju aula pernikahan. Aula tersebut terhias begitu megah dengan balutan pita berwarna pastel yang meliuk-liuk indah. Memberikan sentuhan elegan yang tak mudah dilupakan Stephanie.

Balon-balon berwarna cerah menghias langit-langit aula, mengambang dengan lembut seperti impian yang terbawa angin. Aroma wangi dari bunga-bunga mawar, anggrek, dan lili tersebar di setiap sudut ruangan, dan berhasil membuat jantung Stephanie berdetak kencang. Apalagi melihat Vano berdiri tepat, tak jauh dari tempatnya sekarang berdiri.

Ingin rasanya, Stephanie mengangkat gaun, kemudian kabur menuju pintu keluar. Namun, semua tamu undangan---yang terdiri dari saudara-saudara terdekatnya---berada tepat di ruangan. Stephanie tak bisa mempermalukan mereka semua, lalu akhirnya berjalan ke arah Vano.

Proses pertukaran janji suci berlangsung sangat cepat. Itu karena Vano yang langsung sigap mengatakan janjinya di depan semua orang. Berbeda lagi dengan Stephanie yang merasakan pernikahan ini begitu lama. Apalagi ketika Vano menarik pinggangnya, kemudian menutup kelopak matanya untuk mendaratkan bibirnya di bibir Stephanie.

Tak ada jalan keluar lagi, setelah Stephanie merasakan Vano mengambil salah satu haknya. Dia menahan napas untuk beberapa saat, bersamaan dengan riuh piyuh orang-orang yang menonton keduanya bersentuhan. Padahal Stephanie pikir, Vano hanya akan mengecup bibirnya cepat di depan semua orang. Namun, kenyataannya? Stephanie harus bertahan, merasakan jantungnya berdebar kencang. Bersamaan dengan melembutnya gerakan bibir Vano.

Selesai. Upacara pernikahan selesai, dan bola mata Vano menatap ke depan Stephanie. Pria itu mengambil punggung tangan Stephanie, kemudian menjatuhkan bibirnya tepat di punggung tangan istrinya. "Aku pasti akan berusaha untuk membuatmu selalu bahagia, istriku."

Entah hanya rayuan atau omong kosong belaka. Namun, Stephanie tak bisa mempercayai ucapan Vano begitu saja. Meskipun Vano selalu membuktikan jika ucapannya benar-benar serius. Akan tetapi bayangan saat Devan menipunya selalu terngiang-ngiang di pikiran Stephanie.

•••

"Akhirnya benar-benar selesai!"

Stephanie mengeluarkan napas panjang, ketika dia sampai di ranjang apartemen baru Vano. Tak perlu waktu lama, bagi Stephanie mendaratkan tubuhnya di atas ranjang, berkelopak mawar. Dia tak peduli pada hiasan-hiasan di ranjang ini, kemudian menduduki dan membuangnya ke lantai.

"Aku tak mengerti, dengan isi pikiran para pelayan yang menebarkan bunga-bunga ini. Bukannya membuat tidurku nyaman, mereka semua malah mengganggu," gerutu Stephanie.

Perlu beberapa waktu, bagi Stephanie untuk beradaptasi dengan kamar Vano. Setelah berganti baju, Stephanie berniat mengusir suaminya dari kamar. Namun, ristleting gaun Stephanie malah tersangkut. Wanita itu menggunakan tenaganya untuk melepas gaun, tetapi jemarinya yang malah sakit. "Astaga. Sejak awal, aku memang tak bisa berdamai dengan gaun s*alan ini! Sudah dicari susah, beratnya minta ampun, aku sulit bernapas, sekarang bahkan gaunnya sangat sulit untuk dilepaskan!"

Stephanie perlahan bergerak menuju cermin. Dia membelakangi cermin itu, kemudian melihat bayangan punggungnya di cermin. Awalnya Stephanie masih bisa fokus, pada ristleting gaun miliknya. Namun, lama-lama Stephanie mencium aroma sabun, dengan jemari dingin yang menyentuh jemarinya.

Stephanie melihat ke cermin. Dia menemukan bayangan sang suami, dengan balutan handuk mandi. Dari tetesan air yang berjatuhan dari rambut ke lantai, Stephanie bisa menduga jika Vano sudah selesai mandi. Pria itu bahkan bergerak untuk menyentuh jemari Stephanie, sekaligus menurunkan ristleting gaun sang istri.

"Tu... tunggu dulu! Jangan mendekat dulu! Dan jangan dilepas! Aku... aku... aku malu!" gerutu Stephanie.

Stephanie segera menjauh dari Vano, kemudian berlari ke pintu keluar. Namun, karena gaunnya sudah hampir terlepas, dengan beratnya yang minta ampun, Stephanie tak sengaja tersandung dan jatuh ke ranjang. Hal itu membuat Vano tertawa, dan melangkah menuju ranjang. "Kau malu? Untuk apa malu? Lagi pula biasanya kau tak tahu malu."

"Ingin aku ingatkan lagi? Sekarang kau sudah menjadi istriku, dan malam ini aku akan membuka---" Belum sempat Vano menyelesaikan ucapannya, Stephanie sudah lebih dulu berbalik, dan memundurkan tubuhnya. "Dengar ini, Pak Vano. Aku belum siap untuk menghabiskan malam bersamamu. Tolong berikan aku waktu untuk bersiap-siap, malam ini... malam ini... malam ini.... bagaimana jika kita membuka hadiah yang sudah diberikan saja?"

Ucapan Stephanie tak didengar, karena saat ini Vano sudah naik ke atas ranjang. Hanya dalam satu tarikan, pria itu berhasil mengukung Stephanie dalam kurungannya. Perlahan tapi pasti, jemarinya bergerak melepaskan gaun yang Stephanie kenakan.

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Boss My Boo #Verkwan [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang