25. Tak Tahu Diri (2)

100 11 3
                                    

Kepala Stephanie mengangguk dengan bibir terbungkam rapat. Wanita itu tak sadar, saat Vano sudah menutup kelopak matanya, dan mulai menempelkan bibir satu sama lain. Dalam rintik-rintik air hujan, Stephanie menutup kelopak matanya. Wanita itu meremas handuk yang dia kenakan. Meskipun pada akhirnya, jari jemari Vano bergerak untuk menggantikan posisi Stephanie memegangi handuk itu.

"Tenang saja, jangan tegang," pinta Vano saat bibir keduanya terlepas, dan punggung Stephanie sudah menyentuh ranjang.

Bagaimana bisa Stephanie tidak tegang? Jika Vano begitu dekat dengannya saat ini? Pria itu bahkan mulai membelai pipi leher, hingga akhirnya Stephanie menutup matanya karena malu. Wanita itu tak sanggup berkata-kata, dia hanya menutup bibir dan meremas sprai.

Air hujan bersentuhan, kemudian berkenalan dengan tanah. Ketika kedua kulit Stephanie dan Vano saling bersentuhan dan memperkenalkan diri masing-masing, Stephanie langsung menarik Vano untuk kembali menyatukan bibirnya. Dia terlalu malu untuk mengeluarkan suara sedikit saja. Oleh karena itu, bibirnya berusaha untuk menahan setiap suara yang dipastikan muncul karena sentuhan Vano.

Kehangatan mengalahkan dinginnya angin hujan. Stephanie memeluk tubuh Vano sekuat tenaga. Wanita itu melupakan semua masalah hidupnya, dan tenggelam dalam tatapan memuja sang suami. Setiap perlakuan Vano pada tubuhnya, lambat laun diterima Stephanie dengan suka cita. Wanita itu bahkan pasrah, ketika Vano berencana memiliki anak dalam rahimnya.

Malam tanpa bintang, tetapi dipenuhi dengan harapan baru. Entah doa apa yang Stephanie ucapkan, ketika Vano mendekap dan mengambil alih kewarasannya. Akan tetapi, ketika Stephanie mencapai puncak kebahagiaan dunia karena perlakuan suaminya, Stephanie meruntuhkan egonya dan tenggelam dalam kebahagiaan yang sudah Vano sajikan di malam itu.

"Vano," panggil Stephanie dengan napas terengah-engah.

"Hmm?" Setelah selesai melakukan beberapa kali penyatuan, Vano akhirnya melepas Stephanie. Dia tersenyum, sembari mendaratkan bibirnya tepat di kening sang istri. Setelah itu, dia mendekap tubuh polos sang istri ke dalam dekapan tubuh yang tak dilapisi helaian benang pun.

Kulit penuh keringat, dengan napas terengah-engah membuat Stephanie memalingkan wajahnya ke arah lain. Wanita itu kemudian berkata, "Jangan lihat aku. Lihat ke arah lain saja."

"Kenapa?" tanya Vano yang malah menatap langsung ke arah wajah sang istri.

"Malu," bisik Stephanie.

Vano akhirnya berhenti berdebat, setelah mendapat apa yang dia mau dari Stephanie. Pada akhirnya, pria itu hanya menarik Stephanie ke pelukannya. Sembari meremas rambut, dan mencium keningnya. "Baiklah. Untuk hari ini aku tidak akan menatapmu. Tapi tidak janji."

Hujan terus turun, bersamaan dengan Stephanie yang tanpa malu memeluk tubuh suaminya. Keduanya saling memeluk tubuh satu sama lain. Mereka membagikan kehangatan lewat satu selimut dan tubuh yang saling mendekap satu sama lain.

Stephanie tidur lebih dulu, dan Vano baru berani untuk menatap wajah sang istri. Pria itu tanpa sadar menyentuh wajah Stephanie, dan menyingkirkan helaian rambut yang menghalangi kelopak mata wanita itu. Untuk beberapa menit, Vano sibuk memandangi Stephanie tanpa berkedip. Dia kemudian berkata, "Aku tak pernah tahu, jika gadis pembawa kebahagiaan dari panggung kecil dan akan roboh itu, bisa berubah menjadi wanita semenarik ini."

"Meskipun dia sedikit ceroboh dan bawel, tapi aku tak menyesal mengikatnya dalam hubungan pernikahan. Ini lebih baik, daripada menyerahkan Stephanie pada tangan yang tak bertanggung jawab."

Vano terdiam, memikirkan saat pertama kali dia melihat Stephanie. Waktu itu, Vano baru saja mengalami kecelakaan. Dia hampir kehilangan semangat hidupnya. Namun, saat Vano melihat Stephanie bernyanyi di sebuah panggung yang hampir rubuh, Vano merasakan semangat hidup dari nyanyian yang Stephanie lakukan. Gadis ingusan itu sudah membuat Vano memiliki semangat hidup baru. Hingga saat ini, Vano diam-diam mengagumi Stephanie.

Meskipun, ada sebuah rahasia yang tak bisa Vano katakan pada Stephanie.

"Terima kasih," bisik Vano kemudian memeluk erat tubuh Stephanie.

••• 

••• 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Boss My Boo #Verkwan [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang