19. Penyamaran (2)

112 16 0
                                    

Ketika memasuki supermarket, rasa dingin sudah memeluk tubuh Stephanie. Stephanie melihat ke arah penyejuk udara yang berada di sepanjang supermarket. Awalnya Stephanie ingin mengeluh, tetapi Vano sudah lebih dulu membungkus tangan Stephanie dengan telapak tangan besar miliknya.

"Kau ingin membeli apa dulu?" tanya Vano.

Stephanie akhirnya berjalan, meminpin Vano untuk membeli apa yang dia mau. Dia sengaja menyuruh Vano membawakan makanan dan barang-barang yang dia beli ke dalam sebuah troli. Sementara Stephanie sendiri, memelototkan mata untuk mencari potongan harga yang lebih besar lagi.

"Kau menikah dengan seorang pria mapan, tapi masih saja mencari diskon," sindir Vano.

Stephanie tersenyum kecil, dan menjawab, "Tak perlu banyak bicara. Orang sepertimu tak akan tahu, betapa spesialnya tulisan diskon itu."

Vano tersenyum kecut, sembari menggenggam erat trolinya. Dia memberitahu, "Asalkan kau tahu, sebenarnya barang yang kau beli dengan embel-embel diskon itu sebenarnya merupakan harga aslinya. Perusahaan sengaja melakukan trik seperti ini, supaya pembeli bersemangat membeli dagangan mereka."

Ucapan Vano malah membuat Stephanie mengernyitkan kening. Setelah itu, Stephanie menarik dan mengeluarkan napas panjang. Baru memasukkan beberapa bungkus wortel dan lobak ke dalam troli. Stephanie mengingatkan, "Setidaknya, aku membeli bahan-bahan yang kita butuhkan untuk nanti. Lagi pula, membeli bahan-bahan diskon di sini, tidak akan merugikanmu bukan? Karena ibuku seorang pemilik rumah makan, aku tahu beberapa harga bahan makanan saat ini, lalu..."

Stephanie mendekat ke arah Vano, setelah itu dia berbisik, "Lalu barang-barang di tempat ini, sedikit lebih murah dibanding harga pasarnya! Rugi jika tidak dibeli."

Vano menggelengkan kepala, mendengar apa yang Stephanie katakan. Setelah itu, dia menjawab, "Baiklah. Terserah kau saja. Asalkan kau bisa menghabiskannya, aku tak keberatan untuk membelikanmu semua barang diskon ini."

Waktu berbelanja sayuran dan buah-buahan adalah waktu yang Stephanie senangi. Dia memilih sayuran dan buah berdasarkan kebutuhannya terhadap vitamin. Setelahnya, dia memasukkan semua buah itu ke dalam troli, lalu meminta Vano untuk mendorongnya menuju kasir.

Saat Stephanie berjalan menuju kasir. Dia merasakan semua mata tertuju padanya. Awalnya Stephanie pikir, ada beberapa orang yang mengenali wajahnya. Namun ternyata? Semua orang lebih tertarik untuk memperhatikan Vano yang sedang mendorong troli. Beberapa dari mereka bahkan bergosip, tepat di depan mata Stephanie sendiri.

"Wah, siapa pria tampan itu?"

"Dari penampilannya dia pasti bukan orang biasa."

"Kau lihat jam tangan yang dipakainya itu? Itu merupakan jam tangan keluaran terbaru! Harganya pasti jutaan!"

"Penampilannya saat indah dipandang. Apa dia seorang model? Aktor?"

"Jika dia belum menikah, aku ingin mencoba melamarnya!"

"Lihatlah! Lengan kekarnya membawa troli dengan mulusnya! Aku jadi ingin merasakan pelukan, atau dekapan hangatnya! Apalagi bermanja-manja di dada bidang pria itu!"

Ucapan beberapa wanita membuat Stephanie merasa kesal sendiri. Entah kenapa, Stephanie merasakan panas di hatinya. Dia jadi berpikir, jika dirinya iri karena Vano menjadi pusat perhatian di sini. "Tak tahu saja mereka, jika pria ini senang mengatur, dan melakukan segala hal sesuai keinginannya sendiri," ucap Stephanie.

Stephanie mengambil sayuran yang ada di troli, kemudian memberikannya pada kasir. Setelah itu, beberapa orang kembali berbisik-bisik, "Siapa wanita yang mengambil sayuran dan buah-buahan di troli itu? Apa dia pembantunya? Atau... adiknya?"

"Tubuhnya lumayan berisi, dia juga berpenampilan tak menarik. Tak mungkin dia adiknya, paling hanya pembantunya," balas salah satu wanita.

Stephanie spontan meremas troli dengan salah satu tangannya. Dia tak bisa fokus melihat kasir mulai menghitung biaya belanjaannya. Ingin rasanya, Stephanie berteriak dan memaki para penggosip dengan mulut pedasnya. Namun, tiba-tiba Vano mendekat ke arahnya. Pria itu mendorong troli ke samping. Setelahnya dia melingkarkan tangannya ke pinggang sang Istri.

Vano berbisik, "Tenang, jangan dipedulikan."

Bagaimana bisa Stephanie tenang, ketika semua orang sibuk bergosip di belakang keduanya. Apalagi ketika Vano mendekatkan diri, dan membayar semua belanjaan. Orang-orang itu semakin heboh sendiri. Seolah-olah, Vano di sini yang merupakan seorang istri.

"Apa? Jadi wanita itu ternyata istrinya! Coba lihat, cincin yang mereka pakai! Cincinnya sama! Itu pasti cincin pernikahan!"

"Wah, beruntung sekali orang itu mendapatkan pria tampan seperti itu! Aku juga mau! Sisakan satu untukku!"

"Tapi, apa kau rasa wanita itu tak cocok bersanding dengan pria itu? Dia tampak... emh... itu... sedikit aneh."

"Kalau begitu, coba dekati pria itu saja! Siapa tahu, dia luluh dan meninggalkan wanita itu!"

"Lihat saja itu, tampilannya sangat begitu kuno dan tak menarik. Aku penasaran, bagaimana bisa mereka menikah dengan tampilan berbeda bagaikan langit dan bumi!"

Stephanie tak bisa lagi menahan amarah. Meskipun Vano sudah menenangkan, dan membawa plastik belanjaan milik Stephanie. Stephanie langsung melirik ke belakang, dia menatap satu persatu orang yang sedari dari menggosipkannya.

"Dia melihat kita!"

•••

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
My Boss My Boo #Verkwan [Republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang