"Chiquita!"
"Iya Unnie?!"
"Kemari kau!"
Gadis berponi tipis yang tengah mencuci piring di wastafel itu segera membersihkan tangannya.
Meski belum selesai dengan pekerjaannya, panggilan dari kakaknya lebih dia utamakan.
Urusan cuci mencuci bisa nanti lagi.Sesampainya di ruang tengah dimana kakak sulungnya sedang bersama Rora, dia langsung mendapat tatapan kurang menyenangkan dari kakak tertuanya itu.
Pharita terlihat memegang buku milik Chiquita sekarang dengan erat."Ada apa, Unnie?"
Chiquita bertanya pelan, wajahnya kemudian meringis ketika menyadari buku apa yang berada di tangan kakaknya itu.
"Kenapa nilaimu sangat rendah? Bukankah aku sudah menyuruhmu untuk belajar dengan benar?!"
Chiquita menunduk. "Maaf Unnie.. "
Pharita menghela nafas panjang.
Rora yang anteng bermain ponsel di sampingnya hanya melirik sekilas, nampak tak peduli meski adiknya tengah kena omel sekarang."Kau itu masih kelas 10, jangan bermalas-malasan. Belajar dengan giat agar tidak bodoh!"
"Rora bilang, di kelas kau selalu saja tidur dan tidak mendengarkan guru. Mau jadi apa kau nantinya, hah?!"
"Maaf .. "
Cukup lama gadis berponi itu mendapat ceramah dari Pharita, sampai-sampai telinganya panas sebelah. Inginnya membela diri karena dia tidak setiap hari tidur di kelas, namun bisa-bisa dia akan kena semprot lagi nantinya.
Baru ketika gadis cantik itu lelah sendiri, akhirnya dia berhenti dan menyuruh Chiquita untuk pergi.
"Harusnya kau contoh Rora, meski dia sakit dia tetap semangat dalam belajar. Kau yang sehat masa tidak malu dan menjadi bodoh."
Pharita mengatakan itu sebelum Chiquita benar-benar pergi. Tak peduli meski ucapannya barusan cukup menyakitkan untuk adiknya dengar.
Setelah Chiquita kembali ke dapur, tak lama Rami dan Asa terlihat datang ke arah mereka. Dua gadis itu sepertinya merasa bosan terus berada di kamar seharian ini.
Asa mengambil duduk di samping Rora yang kini mulai bersandar padanya dan memejamkan mata. Ponselnya ia lepas karena tiba-tiba kepalanya pusing.
"Unnie sedang apa?" Rami bertanya dan duduk di samping Pharita yang masih terlihat sibuk dengan beberapa buku mereka.
"Memeriksa buku kita lagi?"
Pharita berdehem tanpa melirik adiknya. Tangannya dengan cekatan membuka lembar demi lembar buku di tangannya.
"Nilaiku turun ya, Unnie. Maaf." Rami mendadak merangkulkan lengannya pada sang kakak, lalu memasang wajah sok sedih.
Pharita mengerling malas melihatnya.
"Unnie kan tau, setelah masuk ke kelas musik kesibukanku jadi bertambah. Aku cukup lelah sebenarnya,"
Pharita kali ini menatapnya dalam dengan helaan pelan. "Ya sudah, tidak apa-apa. Asal nilainya jangan semakin turun, Unnie tidak suka."
"Hm! Arasseo!" Gadis jangkung itu seketika ceria. Kakaknya tidak marah setelah tau nilai hariannya di sekolah turun. Dia berjanji akan memperbaiki nilainya.
Pharita memang sangat protektif terhadap nilai adik-adiknya, karena di sekolah dia termasuk salah satu siswi berprestasi dan kebanggaan guru. Jadi sebisa mungkin, adik-adiknya mengikuti jejaknya. Maka ketika mengetahui nilai Chiquita yang cukup buruk hari ini, dia marah besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
IM HERE, UNNIE...
Teen FictionBagaimana rasanya ketika kau ada tapi keberadaan mu tidak pernah di anggap ada? "Unnie, aku disini.... " Chiquita/Canny.