06. Feeling Bloom

1.9K 236 12
                                    

Glek~

Tak!

Kyujin mengerjap, segera di jauhkan ponselnya yang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik itu.
Dia sedikit bergidik menatap Chiquita yang baru saja menghabiskan isi mangkuk merah itu hingga tandas tanpa sisa.

Gadis berponi tipis itu terlihat memejamkan matanya setelah menyimpan mangkuk putih yang sudah kosong di depannya.
Rambut dan lehernya juga sudah basah oleh keringat.

"Micheosseo."

"Jinjja michin."

Leeseo dan Eunchae berkomentar, sepertinya tidak menyangka jika Chiquita akan senekat itu.
Mereka kira dia akan berhenti di tengah-tengah ketika melihat betapa menyiksanya ramen neraka itu padanya.

Tapi demi melindungi kakak-kakaknya dari mereka, gadis itu berjuang hingga akhir.
Eunchae sejujurnya agak kesal karena dia harus menepati janjinya, jika tau Chiquita akan berhasil harusnya dia menyiapkan taruhan yang lebih besar.

Jika begini caranya, dia harus berhenti bermain-main lagi dengannya. Padahal dia belum puas.
Tak akan ada lagi target untuknya bersenang-senang nanti jika bosan.

"Kalian harus menepati janji untuk tidak mengganggu kami lagi." Chiquita bangkit dari kursinya, berucap pelan menatap ketiga gadis-gadis itu.

Tangan kanannya memegangi perut, nampak menahan rasa sakit ketika dia mulai berjalan.

"Kau akan membiarkannya begitu saja, Chae?" Leeseo bertanya ketika Eunchae membiarkan Chiquita pergi meninggalkan mereka tanpa melakukan apapun.

"Ini tidak seru." Kyujin juga segera mendekatinya dengan memasang wajah kurang puas.

Eunchae sendiri menghela nafas panjang memperhatikan punggung Chiquita yang sudah tak terlihat lagi, menghilang begitu saja di balik pintu.

"Harusnya aku bertaruh lebih besar tadi, sayang sekali."

Sementara itu, Chiquita berjalan menyusuri koridor yang mulai sepi dengan tangan bertumpu pada dinding. Rasa sakit di perutnya semakin menjadi, panas dan perih jadi satu.

Dia sudah menduga ini akan terjadi, tapi tidak menyangka jika akan sesakit ini. Ini bahkan lebih parah di bandingkan kemarin, dia takut jika tiba-tiba pingsan.

Dengan keringat yang terus bermunculan, gadis itu terseok-seok menuju toilet. Tak peduli meski jam istirahat sudah berakhir sekarang.
Untuk kali ini saja, dia membolos lagi.
Rasa sakitnya tak bisa dia tahan.

Rora terlihat gusar di tempat duduknya, sesekali melihat ke arah pintu yang masih terbuka lebar.
Beberapa teman sekelasnya mulai berdatangan, hingga setelah semuanya datang pun, dia tak mendapati adiknya.

Eunchae dan ketiga temannya datang paling terakhir, mereka sempat bertatapan sebentar, namun gadis itu tak melakukan apapun seperti biasanya. Seolah-olah bertingkah tidak melihatnya.

Untuk itu, Rora bersyukur. Tapi lagi-lagi dia merasa ada yang janggal.
Tadi dia melihat Chiquita bicara dengan mereka sebelum kelas berakhir, tapi tidak tau apa yang dibicarakan. Hanya saja dia mencurigai jika telah terjadi sesuatu pada adiknya karena sekarang gadis itu tidak ada di kelas lagi.

"Bu Mina datang. Cepat duduk Kim!"

"Omo."

Suara di samping Rora membuat lamunannya buyar, benar saja di depan sana Guru bertubuh ramping dan cantik itu sudah berdiri di depan mereka dengan senyuman ramahnya.

"Selamat siang anak-anak, Ibu akan absen kalian lebih dulu ya."

"Iya Bu!"

Eunchae terlihat menoleh ke belakang, memperhatikan bangku Chiquita yang masih kosong.
Leeseo dan Kyujin juga melakukannya, setelahnya mereka saling bertatapan.

IM HERE, UNNIE...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang