07. Weakness

2K 242 12
                                    

Chiquita mengangkat tangan kanannya, memperhatikan jarum infus yang sudah terpasang disana sejak beberapa jam yang lalu.
Gadis itu terlihat gusar dan tak nyaman di tempatnya sekarang, dia sudah sangat ingin pulang ke rumah.

Ahyeon menyadari apa adiknya yang rasakan, karena sejak awal ke rumah sakit, gadis itu menolak untuk di rawat dan meminta obat saja.

Namun dokter menyarankan untuk mendapatkan setidaknya satu kantung infus, karena tubuhnya membutuhkan itu. Selain itu Ahyeon juga mengancam akan mengadukan pada Pharita jika dia tetap memaksa ingin pulang.
Jadi mau tak mau Chiquita menurut.

"Unnie, aku ingin pulang... Jebal.. " Rengekan itu terdengar lagi, entah sudah yang ke berapa kalinya.
Sejak sadar dari pingsannya di sekolah, Chiquita memang terus merengek agar kakak-kakaknya jangan khawatir dengan mengatakan dia baik-baik saja.
Tapi bagaimana tidak khawatir jika kondisinya seperti itu.
Apalagi Ahyeon, dia lebih khawatir lagi karena merasa kecolongan.

"Aku tidak suka disini. Ayo pulang,"

Chiquita mencebikan bibirnya, menatap Ahyeon dengan wajah menahan tangis. Ahyeon menggeleng pelan, kemudian memberikan usapan lembut di kepalanya.

"Unnie... "

"Sebentar lagi sayang, sabar hm?"

Chiquita mendesah pelan, memilih memejamkan mata saja. Cairan infusnya masih sisa setengah, dan itu masih lama sekali jika harus menunggu sampai benar-benar habis.

Ahyeon bergerak membenarkan posisi selimut sang adik yang tersingkap.

"Chiki tidur?"

Ia menoleh, ternyata Asa. Kakak keduanya itu datang dengan makanan di tangannya.
Sebelumnya Asa pergi untuk mencari makanan untuk mereka karena sekarang sudah sore.

"Tidak. Dia sedang merajuk," jawab Ahyeon dengan senyuman kecil.

Asa menggeleng pelan. "Pasti dia ingin pulang,"

Gadis itu duduk di kursi yang sebelumnya adiknya duduki.
Lalu makanan di tangannya ia serahkan pada Ahyeon, menyuruh agar adiknya itu segera makan.

"Unnie sudah makan?" Ahyeon bertanya, karena kakaknya seperti tak akan ikut makan bersamanya.

"Sudah, bersama Ruka Unnie tadi."

"Lalu dimana dia sekarang?"

"Masih di luar, karena Pharita Unnie menelpon."

Mendengar nama kakaknya di sebut, Chiquita membuka mata kembali.
Dia menatap Asa. Asa juga menatapnya. "Kenapa?"

"Rita Unnie menelpon? Lalu apakah kalian memberitahukan aku disini?"

Asa menggeleng. "Tenang saja, kami tidak memberitahunya."

Chiquita terlihat menghembuskan nafas lega.

"Sekarang bagaimana perutmu? Masih sakit?" Asa bertanya yang langsung di balas gelengan cepat oleh gadis itu.

"Sudah sembuh sejak tadi malah, harusnya kita pulang saja. Dokternya licik, dia menahan ku agar bayarannya jadi mahal."

"Aturan mainnya tidak begitu, bocah."

Asa gemas, melakukan jitakan kecil pada dahi sang adik. Bisa-bisanya anak itu mengatakan hal yang tidak masuk akal.

"Habisnya, akukan hanya butuh obat. Tidak perlu di pasang jarum menyebalkan ini, Unnie." Chiquita mempoutkan bibir sembari menunjukkan tangan kanannya yang terbalut infusan.

"Dokter tau mana yang terbaik, Chi. Kau ini protes saja bisanya. Jika dokternya mendengar, bisa-bisa kau tidak akan bisa pulang."

"Unnie!"

IM HERE, UNNIE...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang