CHAPTER 14

632 49 8
                                    

Seorang Pria tampan dengan setelan rapi dan elegan, duduk dengan angkuh di kursi kerjanya. Mata hitam pria itu menatap tajam pada dua orang lelaki berbadan besar yang ada di depan mejanya. "Jadi, kalian tidak menemukan Shimada Miaka?" tanya Pria itu. Dua orang berbadan besar itu menundukkan wajahnya, mereka terlihat ketakutan.

"Ka-kami sudah mencari gadis bernama Shimada Miaka itu, namun hasilnya Nihil." Jelas lelaki berkulit gelap. Jari telunjuk Pria tampan yang bernama Togashi Kujo itu mengetuk-ngetuk meja kerjanya. "Apa kalian sudah ke sekolahnya?" tanya Togashi.

"Kami sudah ke sana, tapi pihak sekolah bilang bahwa murid yang bernama Shimada Miaka sudah pindah sekolah sekitar tiga minggu yang lalu." Jelasnya lagi.

Jari telunjuk Pria itu berhenti mengetuk-ngetuk meja, pria itu terdiam beberapa saat, kemudian ia menyender pada kursi empuknya. "Wanita itu menyembunyikan pasti anaknya." Tuding Togashi.

Lelaki berkulit gelap yang sedari tadi menunduk, memberanikan untuk mengangkat wajah dan menatap bosnya. "Jadi bagaimana, Togashi-sama? Apa kami terus mencarinya?" tanya lelaki itu. Togashi menatap lelaki berkulit gelap itu dengan tajam. "Tentu saja kalian harus tetap mencarinya. Cari Shimada Miaka sampai dapat." Ucap Togashi penuh penekanan.

"Tapi pasti sulit untuk kalian menemukan Shimada Miaka. Aku yakin gadis itu disembunyikan oleh Shimada Kanade. Jadi, untuk memudahkan kalian, aku akan memberikan ultimatum pada wanita itu." Togashi duduk tegap, lalu tangannya mengambil gagang telepon yang ada di atas meja dan mendial nomor seseorang. Beberapa detik kemudian, panggilan tersambung.

"Moshimoshi (Halo), Shimada Kanade di sini." Ucap Kanade setelah mengangkat telepon.

"Konnichiwa, Shimada Kanade-san." Sapa suara di seberang sana. Kanade yang awalnya terlihat santai, seketika menegang ketika mendengar suara lawan bicaranya. "K-Kau..." Kanade merasa orang di seberang sana tersenyum.

"Ini aku, Shimada-san. Togashi. Aku menelponmu lagi utnuk menagih hutang Shigure." Ujar Togashi. Seketika keringat dingin bercucuran, wajah wanita bermanik biru kelam itu berubah menjadi pasi. "Kau ingin berbuat licik, ya, Shimada-san. Kau pikir dengan mengganti nomor teleponmu, kau bisa lari dariku?" Togashi terkekeh merdu, "Kau tidak akan bisa lari dariku, Shimada-san." Lanjut Togashi.

Kanade terdiam, wanita itu meneguk saliva-nya dengan susah payah, Kemudian Kanade membuka mulut ingin berbicara, tapi lidah wanita itu kelu.

"Kau menyembunyikan gadis itu, bukan? Di mana Shimada Miaka?" tuding Togashi. Kanade terbeliak, "A-aku tidak akan menyerahkan Miaka." Sahut Kanade dengan suara sumbang. Togashi tersenyum sinis di seberang sana.

"Kau harus. Shigure tidak bisa membayar hutangnya ketika jatuh tempo satu bulan yang lalu. Sesuai perjanjian, jika Shigure tidak bisa membayar hutannya, maka Shimada Miaka menjadi milikku." Kanade menggigit bibirnya, wanita itu menggenggam gagang telepon dengan erat.

"Miaka bukan milik siapa-siapa! Anakku bukan barang!" ujar Kanade dengan suara bergetar, rasanya ia hendak menangis mengingat Miaka menjadi pelunasan hutang. Kanade menarik napas, lalu berkata "Beri aku waktu. Aku akan melunasi hutang Shigure-san."

Togashi memasang raut wajah malas, sudah berapa kali dia mendengar Kanade berkata seperti itu. Togashi menghela napas bosan. "Begini saja. Ini untuk terakhir kalinya. Aku beri waktu satu bulan mulai dari sekarang untuk melunasi hutang Shigure. Langsung 10 juta Yen." Kanade terkejut. "Satu bulan!?"

"Atau menyerahkan Shimada Miaka padaku, maka hutang Shigure senilai 10 juta Yen lunas." Tambah Togashi. Kanade terdiam, wanita cantik itu tidak bisa menjawab. Kedua opsi yang diberikan Togashi itu sangat berat untuknya. 10 juta Yen dalam satu bulan sangatlah tidak mungkin, namun menyerahkan Mia juga sangatlah tidak mungkin. Kanade tidak rela anaknya menjadi pelunasan hutang.

"Third" (2015)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang