"Mia...?"
Akihisa terdiam melihat air mata Hina yang mengalir di pipi. Pemuda itu membuang muka. Ini yang ia tidak suka, Hina pasti akan menangis jika dia tahu kebenarannya.
"Kenapa Mia?" tanya Hina dengan suara bergetar. Akihisa tidak menjawab. "Jangan diam Akki. Jawab aku." Ujar Hina denga suara semakin bergetar.
Akihisa mengepalkan kedua tangannya dengan kuat, pemuda itu mendesah kecil lalu dengan segenap kekuatan ia menatap Hina.
"Aku tidak tahu harus menjawab apa. Perasaanku pada Onee-chan sudah lama ada." Ujar Akihisa. Hina melangkah mendekati Akihisa, gadis itu berdiri tepat di depan pemuda itu.
"Kenapa Mia..." Hina menatap Akihisa dengan mata basahnya. "Kenapa harus Mia..." lirih Hina pedih. Dada Akihisa bergemuruh hebat, tangan lelaki itu terangkat mengacak rambutnya pelan.
"Maka dari itu aku bilang, orang yang aku suka tidak akan bisa ku gapai." Desis Akihisa. "Jantungku sulit untuk berdetak normal ketika bersama Onee-chan. Aku selalu khawatir, ingin terus melihatnya dan berada di sisinya selalu. Perasaan ini sangat menyenangkan, namun juga menyesakkan." Akihisa menarik napas pelan, terasa ngilu di dada.
"Aku melihat Onee-chan sebagai perempuan, bukan sebagai gadis. Terkadang aku merasa sangat gila. Kenapa aku bisa seperti ini." Akihisa berucap dengan nada tertahankan. Dadanya terasa sangat sesak. Selama ini Akihisa selalu menyayangkan, kenapa dia dan Mia lahir dalam satu rahim.
Tangan Hina terangkat menarik pelan ujung kemeja Akihisa. Akihisa menunduk, menatap Hina yang lebih pendek darinya. Hina mengangkat wajahnya, lalu pandangan mereka beradu.
"Apa aku bisa masuk ke dalam hati Akki? Apa hati Akki hanya untuk Mia seorang?" tanya Hina pelan.
Akihisa terkunci pada iris Hazel milik Hina yang basah. Jantungnya berdegup kencang membuat dadanya semakin sesak. "Aku..." Akihisa kembali terdiam. Pemuda itu berusaha untuk memilah kata-kata yang akan ia katakan. Ia tidak ingin salah bicara.
Hina menutup matanya dengan gusar, gadis itu menundukkan wajahnya. Gadis itu menunggu jawaban Akihisa.
"Hina, aku... tidak..."
Mata Hina terbuka, refleks Hina mundur selangkah dengan dada bergemuruh dan panas. Akihisa terkejut dengan tindakan Hina. Hina tertawa pelan, gadis itu tertawa dengan bahu yang bergetar.
"Bodohnya aku." Tangan Hina terangkat menyentuh kepalanya. "Tentu saja tidak bisa. Mia. Hanya Mia," bahu gadis itu terguncang. Entah ia sedang tertawa atau menangis. Akihisa tidak tahu karena Hina menunduk. Tak lama, Air mata jatuh membasahi tanah.
"Onii-chan... Akki... Kalian semua hanya menginginkan Mia. Selalu Mia." Ucap Hina dengan suara bergetar. Hina mengangkat wajahnya dan menatap Akihisa dengan tatapan sedih.
"Akki baka!!!" pekik Hina, setelah itu ia langsung berlari meninggalkan Akihisa.
Akihisa menatap kepergian Hina dengan tatapan sulit diartikan. Tangan pemuda itu terangkat seperti ingin meraih Hina, tapi tidak jadi. Akihisa mendesah berat, "Aku belum selesai bicara, Hina."
Akihisa mengadah menatap langit sore yang menenangkan. Cuaca cerah hari ini tidak tepat dengan keadaan dan perasaannya sekarang. Rasa bersalah dan tidak nyaman mulai merasuki hati Akihisa.
Di tempat kerja, Akihisa sering kali kena tegur manajernya karena lelaki itu ridak fokus. Perasaan tidak nyaman terus merasukinya sedari tadi sore. Wajah Hina yang menyedihkan, ucapan Hina terus muncul di benaknya.
"Akki Baka!"
Bulan sudah terang di langit gelap. Akihisa berjalan pulang ke rumahnya dengan perasaan yang tidak nyaman. Pemuda itu mendesah berat. Sebelah tangannya terangkat mengusap tengkuknya. "Ugh, perasaan ini mengganggu sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
"Third" (2015)
Teen FictionMia dan Ken membuat janji jika sudah dewasa nanti mereka akan menikah. Mereka harus saling menjaga hati satu sama lain sampai mereka menikah nanti. Namun kejadian tidak terduga terjadi. Ken pergi meninggalkan Mia karena musibah yang menimpanya. Disa...