Sengoku Kureo's Point of View
Aku berlari menuju gedung yang tak terpakai. Aku sudah menyusuri lingkungan sekolah ini, tapi aku tidak menemukan Shimura dan Asakura. Tinggal gedung kosong itu yang belum aku cek.
Aku masuk ke dalam dan berlari di koridor, tak lama dari kejauhan, mataku menangkap sosok lelaki mungil berkacamata. Itu Shimura! Aku terus mendekatinya, sampai akhirnya aku memutuskan untuk menghentikan langkahku.
Aku menatap Shimura yang ada di depan sana dengan tatapan sulit diartikan. Sekarang ini Shimura terlihat menyedihkan. Lelaki itu duduk di lantai dengan lemas, ia bersender pada dinding dan mengadah ke atas, menatap langit-langit dengan tatapan kosong.
Rasa perih muncul di dadaku melihat keadaan Shimura. Aku terus memperhatikan Shimura dengan tangan yang terkepal kuat, sampai akhirnya aku melihat air mata berkumpul di ujung matanya. Dapat ku rasakan perasaan panas mengalir dalam diriku. Apa yang sudah Asakura lakukan pada Shimura!
Tak lama, air mata yang menggenang itu tumpah, mengalir di pipinya. Aku mengatup rahangku dengan keras. Sudah cukup. Shimura terlihat kesakitan. Aku tidak bisa membiarkan Shimura seperti ini.
"Shimura!" teriakku.
Shimura tersentak, pelahan kepalanya menoleh ke arahku. Air matanya terus mengalir, kemudian bibirnya bergerak menyebut namaku dengan pelan. "Sengoku-kun."
Aku segera menghampirinya dan berdiri di depannya. Kepala Shimura menghadapku, tapi ia menundukkan wajahnya. Aku berlutut dengan sebelah kaki, mensejajarkan diriku dengannya.
Hening.
Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku sangat ingin bertanya apa yang sudah Asakura lakukan padanya, tapi aku urungkan niatku. Melihat kondisi Shimura yang seperti ini membuatku tidak bisa bertanya.
"Aku sangat merepotkan, ya." Aku sedikit kaget mendengarnya berbicara.
"Shimura," Lelaki ini mendesah berat ketika aku menyebut namanya. "Selalu merepotkan." Ulangnya.
Kenapa Shimura berkata seperti itu? Apa yang sudah dilakukan Asakura sampai Shimura berpikiran seperti itu.
"Aku hanyalah beban, tidak berguna, menyusahkan!" Shimura mulai mencercau tidak jelas.
"Shimura,"
Air matanya kembali mengalir, "Kenapa aku harus ada di dunia ini! Kenapa!" Aku mengepalkan kedua tanganku dengan erat. "Shimura! sadarlah!" pekikku tertahankan. Shimura terkejut, aku langsung mencengkram pundaknya, membuatnya menatapku dengan iris hitamnya.
"Kau tidak boleh berkata seperti itu! Apa yang kau pikirkan sampai berkata seperti itu! Hah!?"
Mata Shimura membulat menatapku. Raut wajahnya berubah menjadi sedih, ia kembali menangis. Dalam hidupku, belum pernah aku melihat seorang lelaki menangis dan begitu rapuh seperti ini.
Shimura memang lembek, tapi aku tidak tahu dia bisa seperti ini. Melihat Shimura yang seperti ini membuatku ingin memeluknya dan berkata bahwa kau tidak seperti yang kau katakan barusan.
Tapi aku tidak bisa, aku takut Shimura akan mengiraku aneh. Jadi aku hanya bisa memendam keinginanku.
Aku meremas pundak Shimura. "Kau tidak boleh berkata seperti itu," dia menatapku, mendengarkanku. "di dunia ini tidak ada manusia yang tidak berguna dan hanya menjadi beban. Mungkin ada, tapi manusia itu bukan kau."
"Bagaimana bisa kau tahu?" tanya Shimura pelan dengan suara parau. Aku menatapnya dengan serius. "Aku hanya merasa. Kau bukanlah orang yang seperti itu." Jawabku mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
"Third" (2015)
Teen FictionMia dan Ken membuat janji jika sudah dewasa nanti mereka akan menikah. Mereka harus saling menjaga hati satu sama lain sampai mereka menikah nanti. Namun kejadian tidak terduga terjadi. Ken pergi meninggalkan Mia karena musibah yang menimpanya. Disa...