MPTA || 27. Penglihatan

652 55 6
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Siksa alam akhirat itu nyata, bukan hanya sekedar dongeng belaka.

Siksa alam akhirat itu nyata, bukan hanya sekedar dongeng belaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

.

"Huma? Gimana keadaannya? Ada yang sakit?" tanya dokter Dara seraya mengecek satu persatu anggota tubuh Huma, yang terbalut perban. Dirinya bertanya untuk memacu Huma, karena sedari tadi gadis itu hanya menatap kosong dengan air mata yang terus mengalir.

Dokter Dara menghela napas pelan, karena lagi dan lagi Huma tidak merespon ucapannya. Semenjak gadis itu membuka matanya, ia hanya menatap kosong dengan air mata yang terus mengalir dan bibir yang bergetar.

Kondisi Huma memang sangat parah, mungkin ini yang mempengaruhi pikiran gadis itu. Tetapi, Huma terlihat sangat aneh sekali.

"Bagaimana ini suster?" tanya dokter Dara kepada suster yang berada di sana.

"Kita tunggu keluarga nya saja, dok. Agar mereka yang membantu Huma untuk berbicara."

Ceklek

"Ada apa dokter?" tanya Abi Khalil setelah membuka pintu ruangan itu, dan ia melihat dokter Dara yang sedang melamun.

"Begini pak, sedari tadi Huma membuka matanya ia hanya diam, dengan pandangan kosong," jawab dokter Dara.

Abi Khalil dan Umi Fatimah dengan segera menghampiri Huma dan menghapus air mata Huma dengan lembut.

"Huma? Ini umi nak, kamu kenapa?" tanya Umi Fatimah seraya menghapus air mata Huma, tetapi Huma hanya diam tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaan itu.

"Abi, ini gimana?"

Abi Khalil hanya diam, lalu beliau perlahan mendekatkan bibirnya ke telinga Huma. "Huma denger abi, nak. Istighfar, ingat Allah astaghfirullahal'adzim, astaghfirullahal'adzim."

"Nak? Ingat Allah sayang, ingat Allah," bisik Umi Fatimah yang juga ikut mendekatkan bibirnya ke telinga Huma.

"U-umi," isak Huma setelah sadar dari lamunannya, dengan cepat Umi Fatimah memeluknya dengan erat.

"Ingat Allah, nak. Ingat Allah astaghfirullahal'adzim," ucap Umi Fatimah, sedangkan Huma semakin menguatkan tangisannya.

"Nak? Kenapa?" tanya Abi Khalil ketika melihat Huma menangis dengan keras, sampai kesulitan hanya untuk menarik napas.

My Promise To Allah [END-Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang