MPTA || 82. Hujan itu Indah

721 43 2
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

— اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

"Sayang ayo hujan-hujanan," ajak Huma kepada Bintara yang baru saja pulang dari sholat berjamaah di masjid, dengan baju yang basah kuyup.

"Jangan ya sayang, perut kamu udah besar banget."

Saat ini kandungan Huma sudah masuk bulan ke sembilan, hanya tinggal menunggu beberapa hari lagi Huma akan melahirkan. Perutnya semakin membesar yang membuatnya semakin merasakan sakit dan susah dalam berjalan. Di luar sana hujan turun dengan deras yang membuat Huma ingin sekali mandi hujan dengan Bintara, karena ia melihat para santri juga yang sedang mandi hujan bersama-sama terlihat sangat seru sekali.

"Tapi aku mau, kayaknya seru," ucap Huma dengan mata yang berbinar-binar menatap para santri yang sedang berlari-lari.

"Sayang, nanti masuk angin gimana?"

"Enggak, aku mau mandi hujan. Boleh ya?" Huma menatap dengan wajah yang sangat menggemaskan sekali, membuat Bintara akhirnya luluh.

"Iya boleh." Bintara melepaskan baju Koko dan menyisahkan kaos hitam.

"Yeayy makasii Aa'!" seru Huma menatap Bintara yang terlihat lebih tampan dengan kaos hitam dan sarung hitam yang bercorak, sangat serasi dengan kulit putihnya dan wajah tampannya.

"Ayo!" Bintara menggenggam tangan Huma lalu membawanya keluar dari ndalem dengan sangat hati-hati, ngeri sekali melihat perut buncitnya itu.

"Maa syaa Allah seger!" seru Huma ketika mereka sudah berada di bawah guyuran air hujan yang sangat dingin, membuat senyum Huma dan Bintara terbit dengan lebar.

"Seneng sayang?" tanya Bintara masih terus memegangi tangan Huma, sesekali mengusap wajahnya yang basah terkena air hujan.

"Seneng banget!" Huma mendongakkan kepalanya sehingga air hujan menetes ke wajahnya.

"Hati-hati, kasian adeknya. Sayang juga hati-hati ya? Takut kepeleset," ujar Bintara dengan sedikit panik karena Huma berjalan dengan cepat menghampiri para santri yang sedang hujan-hujanan di tengah lapangan.

"Iya Aa'," jawab Huma lalu kembali berjalan.

Huma berputar-putar di tengah lapangan dengan air Hujan yang terus turun dengan deras, senang sekali rasanya main hujan-hujanan seperti anak kecil yang belum mempunyai beban untuk dipikul. Huma memejamkan matanya menikmati dirinya yang terus diguyur hujan.

Bintara tersenyum ketika melihat Huma, lalu ia menghampiri Huma dan membawanya berjalan menjauh dari para santri.

"Aku harap kamu akan selalu di sini, sayang. Bersamaku," bisik Bintara di bawah guyuran hujan seraya memeluk tubuh Huma dari belakang. Sesekali menggoyangkannya ke kanan dan ke kiri.

My Promise To Allah [END-Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang