MPTA || 65. Kesayangan Huma Sakit

955 67 8
                                    

— بسم الله الرحمن الرحيم —

— اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

الشوق هو إذا غمضت عيني وانا ذكرتك في بالي..

Rindu itu adalah tatkala aku memejamkan mataku dan aku mengingatmu dalam fikiran Ku.

Rindu itu adalah tatkala aku memejamkan mataku dan aku mengingatmu dalam fikiran Ku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

"Dek? Belum mau balik ke pesantren?" tanya Raksa membuat Huma yang sedang melamun terlonjak kaget.

Huma tersenyum lalu menyeka air matanya yang tidak mau berhenti mengalir. "B-belum bang, nanti aja. Hati aku belum siap."

Beberapa minggu setelah Larissa meninggal, Huma memilih untuk tinggal di rumahnya terlebih dahulu. Selain ingin mengenang sang bunda, Huma juga ingin menghindari Bintara, hatinya masih sedikit kecewa kepada laki-laki yang berstatus suaminya itu.

Raksa menghela nafas pelan, lalu mengusap rambut Huma. "Kasian suami kamu, dek. Tiap hari ke sini buat mau ketemu sama kamu, tapi kamu nya malah nggak mau ketemu beliau."

Huma hanya diam dengan pandangan yang kosong, ia belajar untuk hidup tanpa Bintara. Karena nanti, jika Bintara tiba-tiba saja pergi meninggalkannya ia tidak akan lagi terkejut.

"Tapi, udah beberapa hari ini suami kamu nggak ke sini-sini. Kamu nggak khawatir sama dia?"

Bintara memang sering datang ke rumah ini, bahkan tiada hari tanpa Bintara yang datang ke rumahnya agar ia bisa bertemu dengan istrinya. Tetapi, entah mengapa akhir-akhir ini Bintara sudah tidak pernah datang ke sini lagi, dan itu membuat Raksa merasakan khawatir.

"Huma belajar buat hidup tanpa beliau, kak," balas Huma menyenderkan kepalanya ke dada Raksa, lalu perlahan butiran bening itu kembali mengalir dan membasahi pipi chubbynya.

"Nggak baik bicara seperti itu, mau bagaimanapun Gus Mumtadz adalah suami kamu, dek. Kamu wajib untuk taat dan patuh kepada beliau, jangan jadi istri durhaka karena menyakiti hati suami. Abang tau apa yang kamu rasakan, in syaa Allah dengan do'a dan usaha Allah akan menitipkan anugerah itu di rahim kamu," ujar Raksa yang sudah mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh Huma.

Huma hanya terdiam, lalu tiba-tiba air matanya mengalir dan Huma mulai terisak. Pikirannya tiba-tiba saja melayang memikirkan ayahnya yang dahulu menyakiti hati bundanya karena sebuah perselingkuhan.

"Udah ya, jangan nangis terus. Tunjukkan kepada semua orang kalo adek Abang ini kuat dan hebat, ia mampu bertahan dan berdiri kokoh meski banyak air yang menghantam tubuh mungilnya," tutur Raksa seraya menghapus air mata Huma dengan tangan kekarnya.

My Promise To Allah [END-Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang