— بسم الله الرحمن الرحيم —
— اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد
Neraka dan surga itu ditentukan dari sekarang. Maka, pilihlah apa yang menurutmu baik dan itu tergantung sikapmu. Memilih untuk dekat kepada Allah atau malah sebaliknya.
.
.
.Pagi hari datang menyapa. Matahari sudah menunjukkan dirinya yang membuat sinar hangatnya masuk ke dalam celah jendela. Membuat seorang gadis yang sedang terlelap mengerjabkan matanya karena terkena cahaya matahari itu. Gadis itu tersenyum ketika melihat wajah sang suami yang sedang terlelap dengan tangan yang memeluk pinggangnya erat.
Tadi setelah mereka sudah melaksanakan shalat subuh, mereka kembali terlelap karena rasa lelah masih menyerang tubuh mereka. Huma dengan pelan menyingkirkan tangan suaminya yang sedang memeluk pinggangnya yang membuat sang empu menggeliat.
Huma menghela nafasnya lega ketika ia berhasil melepaskan pelukan itu, setelah berhasil Huma beranjak dari kasurnya dan berjalan ke arah kamar mandi untuk membersihkan badannya. Setelah beberapa menit mandi, akhirnya Huma pun keluar dengan abaya dan jilbab bergo.
"Kasian kalo dibangunin, bantu bunda masak aja lah." Huma membuka pintunya lalu berjalan ke arah dapur.
"Eh maaf ya Bunda, umi, mbak Adiba, mbak Amira. Huma nya kesiangan." Huma meringis tidak enak, ketika ia sampai di dapur yang terlihat sedikit ramai. Dan mereka sedang memasak.
"Nggak papa, maklum pengantin baru," balas Larissa yang sedang menggoreng ikan.
"Gimana Huma? Lancar?" tanya Adiba dengan nada yang sedikit meledek.
"Ha? Lancar apa mbak?" tanya Huma sambil berjalan ke arah kompor, untuk mengaduk masakan yang sudah sedikit mendidih.
"Masih polos dia mbak," sahut Amira membuat mereka tertawa.
"Mumtadz bisa tidurkan Huma? Biasanya itu anak nggak bisa tidur kalo—"
"Umi," sela Bintara yang tiba-tiba datang membuat ucapan sang umi terhenti.
"Jangan dikasih tau," ucap Bintara tetapi tidak mengeluarkan suara, ia hanya mengisaratkam lewat mulut.
"Kalo apa umi?" tanya Huma yang penasaran.
"Enggak," sahut Bintara cepat lalu berjalan ke arah Huma dan memeluk pinggang istrinya dari belakang seraya menduselkan wajahnya, di ceruk leher Huma.
"Gus, banyak orang," cicit Huma sambil berusaha melepaskan pelukan, tetapi Bintara malah semakin mengeratkan pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Promise To Allah [END-Revisi]
SpiritualAdeeva Humaira Laskar Khaizuran. Seorang wanita yang jauh dari kata agama dan tidak mengenal apa itu agama, selain tidak ada niat untuk berubah dia juga tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya. Pada suatu hari, dia mendapatkan sebuah hidayah yan...