MPTA || 16. Rahasia?

840 102 2
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Assalamu'alaikum...
Tolong bantu tandain typo. Terimakasih

"Air laut di dunia tak akan sanggup memadamkan api neraka jahanam walaupun api itu kecil sekalipun. Tapi sedikit air mata yang tumpah karena takut kepada Allah dapat melindungimu dari api neraka"

- Habib Umar bin Hafidz -

****

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

.
.

Pagi hari tiba. Matahari pun sudah muncul. Membuat sinar indahnya masuk melewati celah jendela yang berada di sekitar kamar seorang gadis. Ia masih sibuk dengan urusan kasurnya. Tidak lama setelah matahari menampakkan diri, gadis tadi perlahan membuka mata bulatnya.

Sshh..

Tiba-tiba gadis itu meringis karena ia merasakan pusing di sekitar kepalanya, dengan perlahan ia mendudukan dirinya di atas kasur. Gadis yang tidak lain adalah Huma, ia merasakan sakit di kepalanya akibat dirinya yang meminum minuman alkohol dengan kadar yang tinggi.

"Pusing banget," keluh Huma seraya turun dari kasurnya lalu perlahan berjalan menuju ke arah kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.

Setelah beberapa menit. Akhirnya ia pun keluar dengan keadaan yang jauh lebih segar, menaruh handuknya di atas kasur kemudian berjalan ke arah meja riasnya untuk memakai skincare rutinnya.

"Kalo mau cantik itu pake skincare, jangan cuman ngomong insecure karena nggak cantik. Berusaha dong," monolog Huma seraya mengoleskan skincare ke area pipi gembulnya.

"Kayak gue nih udah mah cantik, baik, penurut, imut, penyayang lagi. Tapi kok si Ansel cowok monyet itu malah mutusin gue, gue kurang apa coba? Cantik udah jelas gue cantik gini. Terus juga Bintara, dia nggak ngelirik gue sama sekali! Apa karena gue kurang menarik, ya? Terus selera dia itu yang kayak gimana kalo bukan gue mah?" tanya Huma kepada diri nya sendiri.

Setelah selesai dengan urusan skincarenya Huma pun bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke arah luar pintu untuk sarapan karena sedari tadi perutnya keroncongan meminta untuk diisi.

"Pagi ayah, bunda," sapa Huma kepada Larissa dan Aditya yang sedang memakan sarapannya.

"Pagi," balas dua orang itu.

My Promise To Allah [END-Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang