— بسم الله الرحمن الرحيم —
— اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Aku berkali-kali jatuh dalam cinta dan itu karena kamu, yang selalu hadir di dalam hati.
— Bintara Mumtadz Junias Al-ghozi.
.
.Beberapa minggu setelah Huma keluar dari rumah sakit, semua sudah kembali berjalan dengan lancar. Kegiatan di pesantren kembali normal dan aktif bahkan terkadang Huma juga ikut mengajar. Akhir-akhir ini juga Huma dan Bintara sering-sering berziarah, walaupun bagi dokter mereka mustahil untuk bisa mempunyai seorang anak tetapi mereka terus berusaha.
Saat ini mereka sedang bersiap-siap karena nanti di majlis ta'lim akan mengadakan muhadoroh yang sering diadakan setiap seminggu sekali. Tujuannya adalah untuk melatih mental para santri agar mereka berani dan bisa berbicara di depan banyak orang, tanpa ragu dan takut lagi.
"Mustahil nggak sih A'?" tanya Huma tiba-tiba yang membuat Bintara membalikkan badannya untuk menatap Huma yang sedang memakai cadar.
"Mustahil? Apanya yang mustahil?"
"Mustahil kalo kita bisa punya anak."
Bintara menghela napas panjang, lalu menangkup kedua pipi Huma dan mengecup keningnya. Bintara menggenggam tangan Huma, lalu berjalan ke arah majlis.
"Nggak ada yang mustahil, sayang. Mustahil bagi kita tapi tidak bagi Allah," ucap Bintara seraya memperhatikan para santri yang sedang berlalu-lalang.
Huma hanya diam seraya menundukkan kepalanya, Huma mengecup punggung tangan Bintara lalu masuk ke dalam majlis.
"Sini Ning, duduk di samping kita," ajak Shanum seraya menepuk tempat duduk yang kosong membuat Huma langsung duduk.
Acara muhadoroh sudah dimulai dan sekarang sudah sampai dibagian qori' yang sedang dikumandangkan oleh salah satu santri putra, yang memiliki suara bagus dan tinggi membuat mereka tenggelam dalam suara indahnya.
Acara demi acara terus berjalan sampai pada akhirnya sudah selesai dan ditutup. Baru saja Huma hendak melangkahkan kakinya, tetapi suara Bintara menghentikan langkahnya.
"Kenapa A'?"
"Jalan yuk, cari makan," ucap Bintara seraya memegang tangan Huma.
"Tapi aku mau ikut mereka," tunjuk Huma kepada teman sekamarnya.
"Ning nya saya izin bawa dulu," kata Bintara dengan suara datar, yang membuat mereka menundukkan kepalanya dan mengangguk.
"Tuh boleh, ayo."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Promise To Allah [END-Revisi]
SpiritualitéAdeeva Humaira Laskar Khaizuran. Seorang wanita yang jauh dari kata agama dan tidak mengenal apa itu agama, selain tidak ada niat untuk berubah dia juga tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya. Pada suatu hari, dia mendapatkan sebuah hidayah yan...