Disebuah wilayah yang terletak diujung kota, berdiri sebuah bangunan tua yang terlihat megah. Meski begitu, hal tersebut membuat kesan seram tersendiri bagi orang yang lewat, terlebih lagi banyak pohon-pohon rindang besar yang sudah berumur puluhan tahun mengelilingi bangunan secara melingkar, disampingnya ada danau luas dengan air yang tampak hitam pekat—itu artinya danau tersebut dangkal.
Seorang lelaki berpenutup kepala hitam melangkah tanpa derap suara seperti pencuri, sama sekali tidak terdengar, ia melakukannya dengan tenang seolah hal tersebut sudah biasa dilakukan. Tubuhnya tinggi tegap dengan bahu yang lebar, badannya sangat atletis dan bagus hingga bagian dadanya tercetak jelas dalam balutan kaos hitam berlengan panjang.
Langkahnya berhenti di samping jendela ketika sudah berhasil masuk, tampak beberapa lelaki didalam sana sedang berkumpul, ya hanya lelaki.
Ruangan itu sangat aneh. Temboknya berwarna merah maroon dengan jendela yang di tutupi gorden hitam. Penerangannya hanya menggunakan lilin-lilin yang terpasang pada setiap sudut ruangan.
Yang membuat aneh, tampak banyak sekali lukisan dan foto seorang gadis disana- satu gadis yang sama, bahkan patungnya ada ditengah-tengah ruangan tersebut.
Semua lelaki didalam sana tidak melakukan kegiatan apapun selain memandang serta mengagumi sosok gadis itu.
"Cantik sekali—cantik—cantik sekali dia milikku ..."
"Dia milik kita."
Yang sedang bersimpuh dibawah patung berdiri dengan raut marah, ia menghampiri kedua pemuda tersebut. "Dia milik ku! Diam kau!"
Suasana menjadi tegang meski sebenarnya sejak tadi sudah mencekam.
Tempat ini berisi sekumpulan orang gila.
Melihat situasi yang tidak mengenakkan, pemuda yang sedang duduk dipojok ruangan itu berdiri, ia menghentikan aktivitasnya yang sejak tadi duduk memandangi lukisan paling besar dengan gelas wine ditangan.
"Hentikan, jangan berkelahi." Suaranya sangat maskulin dan merdu, seperti pembaca naskah drama dengan intonasi terlatih. "Apa kalian lupa aturan disini? Kita semua bersaudara, dan dia itu milik kita semua."
"Dia ... milikku saja ..."
Jawaban tersebut seketika membuat aura damai pemuda itu sirna. Wajahnya kini datar dengan tatapan menusuk, aura gelap seolah mengitarinya. "Jika tidak ada aku kau tidak akan mengenalnya." katanya semakin lama semakin dingin, "jadi tutup mulutmu."
Keheningan berlangsung lama sampai akhirnya ketiga pemuda itu berlutut didepan tuannya. Ya, lelaki bernada dingin tadi memang mempunyai peran paling tinggi dari antara mereka semua. Dia adalah ketua sekte tersebut, entahlah bisa disebut sekte macam apa, tapi semua lelaki didalam sana terobsesi pada satu gadis yang sama. Gila bukan?
"Maaf, aku tidak bermaksud begitu." ucap seorang pemuda yang paling ngotot sejak tadi. Raut wajahnya terlihat menyesal.
"Tidak masalah, berdirilah dan lanjutkan rutinitas kita." sahut pemuda itu dengan ekspresi yang berubah drastis, seolah memiliki banyak topeng, kini ia kembali tersenyum dengan tatapan teduh, sangat berbeda dengan semenit yang lalu, dia terlihat seperti pembunuh. "Ah, sebelum itu, kita harus berkenalan dengan anggota baru, cepat duduk dan sambut dia."
Semua lelaki didalam sana saling memandang heran. Anggota baru? Tidak ada siapapun sejak tadi disana, bahkan pintu tertutup rapat. Siapa yang ketua mereka maksud?
"Jangan bingung teman-teman, sepertinya anggota kita ini sangat pemalu, dia bahkan lewat jendela saat masuk kemari seperti seorang pencuri, tidak masalah, yang penting dia sudah datang, ayo keluar saudaraku, bila tidak masuk lewat pintu setidaknya kau berkenalan dengan kami, itu meninggalkan impresi yang sopan, atau kau tidak pernah belajar?" sindirnya dengan nada ramah. Wajahnya bahkan tersenyum senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Maddest Obsession [COMPLETE]
FanfictionBagaimana caranya agar Rosie bisa lolos dari sekte pemuja yang dipenuhi orang obsesi? Hanya Elvano yang bisa melindunginya-Rosie agak menyesal.