Elvan dan Rosie tidur berdua diranjang mereka. Keduanya sama-sama pulas selama berjam-jam kemudian. Kelelahan akibat semua kejadian beruntun yang cukup menguras tenaga. Meski begitu, Elvan masih memiliki telinga yang tajam. Dia bisa merasakan ada orang yang terus menerus berjalan didepan pintu. Tidak ada pilihan lain selain bangun.
Elvan langsung memeriksa ponsel kemudian meraih kemeja yang tersampir dilengan kursi lalu memakainya. Pemuda itu melirik Rosie sesaat yang tampak sangat pulas. Dia perlahan bangun setelah meraih pisau lipat diatas nakas lalu melangkah pelan ke arah pintu.
Tepat saat Elvan membuka pintu, pisau ditangannya sudah menancap dikepala seorang lelaki parubaya yang baru saja ingin menembakinya.
Tubuh lelaki itu seketika tersungkur dilantai dengan darah yang terus mengalir dari lubang tusukan tadi.
Elvan segera berjongkok untuk memperhatikan wajah lelaki itu. Pembunuh amatiran. Kasihan sekali nasibnya malah disuruh mengintai seorang Dahmer.
Tatapan mata Elvan bergulir ke arah lengan lelaki itu. Ada sebuah surat disana, dan kulit nadinya ditatoo sebuah angka yang tidak asing bagi Elvan.
Sudah pasti ini suruhan keluarga Krueger.
Ponsel Elvan berbunyi, dia menatap pesan itu lalu tersenyum tipis.
"Yah beginilah kalau nekat mengantar surat kepadaku, harus ada tumbalnya." gumamnya kemudian segera bangkit berdiri dan kembali masuk kedalam kamar.
Seraya berjalan mendekati Rosie, Elvan menghubungi seseorang diponselnya. "Halo, ada kotoran didepan kamar 101, tolong bereskan." Elvan perlahan duduk ditepi ranjang lalu membelai pelan rambut kekasihnya. "Bakar saja, aku transfer sebentar."
Panggilan terputus, Elvan segera meletakkan ponselnya diatas meja lalu merendahkan badannya pada Rosie. "Sayang, ayo bangun, aku harus segera pergi, kau juga belum makan, kan?"
Rosie perlahan membuka mata, dia masih sangat kelelahan dan mengantuk. Kepalanya berdenyut-denyut dengan kondisi tubuh yang linglung. "Masih ngantuk El, capek ... "
Elvan tersenyum memperhatikan wajah manja Rosie, dia tiba-tiba mengecup bibir gadis itu sehingga mampu membuat mata Rosie terbuka lebar. "Aku ada urusan, mana mungkin aku membiarkanmu tidur sendiri—kau harus terjaga sayang, bahaya jika kamu terus terbang dialam mimpi—atau mau ikut denganku saja?"
"Apa yang—kamu lakukan?" Rosie seketika bangun dengan perasaan linglung. Dia memegang bekas ciuman Elvan dibibirnya.
"Kalau tidak begitu kamu mana mau bangun." Elvan tersenyum lalu bangkit perlahan dari ranjang untuk mengambil minyak zaitun diatas meja. "Kalau kamu masih belum bangun aku akan mencium yang lainnya."
Rosie spontan mendudukkan tubuhnya diatas kasur. Dia memperhatikan gerak-gerik Elvan yang berlenggang kesana kemari tanpa menggunakan atasan.
Pikirannya terus berputar pada tatoo dibelakang leher Elvan. Entah kenapa sungguh mengganggu, motifnya seperti jahat sekali.
"Ini bukan permanen kok sayang, aku selalu menggunakan tanda ini selama di Yoskhare."
"Untuk apa?" Rosie menatap lekat pada Elvan yang kembali mendekatinya.
"Essos."
Rosie terdiam. Dia tidak mengerti, namun ucapan Elvan tiba-tiba mengingatkannya akan perkataan Jeffrey.
Essos, adalah tempat kelahiran Elvan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Maddest Obsession [COMPLETE]
FanfictionBagaimana caranya agar Rosie bisa lolos dari sekte pemuja yang dipenuhi orang obsesi? Hanya Elvano yang bisa melindunginya-Rosie agak menyesal.