Dia normal?

1K 139 23
                                    

Kejadian pelemparan batu tadi membuat Rosie semakin diam. ini hari pertama dia masuk kampus setelah mengambil izin karena kematian Rochella.

Bila biasanya Rosie masuk dengan wajah sumringah dan sapaan khas yang hangat di koridor kampus.

Kini aura suram seolah mengitarinya.

Langkahnya cepat, pandangan kosong dengan ekspresi penuh beban. Tidak ada lagi raut ceria yang tersisa karena ditimpa kegelisahan.

Meski begitu, Rosie tetap menyunggingkan senyum kaku pada beberapa mahasiswa yang menyapanya—hal tersebut malah menimbulkan kecurigaan.

"Rosie kau baik-baik saja?"

Gadis itu terlonjak kaget. Traumanya menumpuk banyak dalam tiga hari. Hingga membuatnya sensitif sekarang bila ada didekat orang.

Ternyata Darren.

Pemuda yang di sangka-sangka akan bersanding dengan Rosie. Kedekatan keduanya memang sering di sorot. Darren adalah Ketua BEM Universitas yang dikenal sangat berkharisma dan dewasa, hubungan keduanya didukung penuh oleh seluruh Kampus.

Tapi Elvan malah muncul diantara mereka berdua.

Ujaran kebencian pemuda itu seketika meningkat drastis.

Bila soal tampang mungkin Elvan bisa di adu. Namun diluar itu, Elvan layaknya malaikat yang jatuh bagi seorang malaikat murni seperti Darren. Kelebihan Elvan memang hanya itu saja, apalagi kalau bukan wajahnya.

"Oh kamu."

Darren yang tersenyum pada Rosie, malah satu koridor yang histeris. Rosie buru-buru melangkah cepat untuk menjaga perasaan Elvan. Dia tidak mau bila orang-orang itu mulai menyebarkan gosip baru.

Mengingat, kekasihnya sangat pencemburu. Rosie tidak ingin mencari perkara.

"Maaf Darren, aku duluan, kita bicara lagi nanti—" Belum sempat Rosie menjauh, Darren segera menahan tangannya dengan raut bingung.

"Kau kenapa?"

"M—memangnya aku kenapa?"

Raut wajah Darren seketika berubah serius. Dia menarik tangan Rosie ke tempat yang lebih sepi karena merasa ada hal penting yang perlu dia tahu.

Keduanya berhenti di depan lorong staf, masih ada satu-dua mahasiswa disana, tapi setidaknya sunyi.

"Kau kenapa? Apa kau diancam?" tanya Darren tanpa basa-basi, ia menelisik wajah Rosie yang sangat jelas menyimpan banyak hal. "Katakan Rosie, aku bisa membantumu."

"T—tidak, tolong lepaskan aku, kelasku mau mulai Dar, aku bisa telat—"

"Tidak Rosie, ini pasti serius. Kau tidak aktif sosmed selama tiga hari. Kau menjauhiku, dan dirimu didepanku sekarang sudah menjelaskan semuanya." Darren mengusap wajah khawatir. "Kau berubah Rosie, katakan padaku, ada apa?"

"Darren, sudah ku katakan aku baik-baik saja. Tolonglah mengerti, jika kau menganggapku berubah maka maafkan aku, bukan berarti aku tidak menghubungi atau menemui lagi dan kita sudah tidak berteman—bukan seperti itu, tapi aku punya kekasih sekarang, kuharap kau mengerti."

Senyum tipis perlahan muncul dibibir Darren.

"Maaf."

Rosie mengangguk. "Kita bisa makan siang besok, aku janji—dan kau tenang saja karena aku sungguhan sangat baik. Aku pergi dulu. Sampai jumpa!"

Darren terdiam menatap kepergian gadis itu.

Dia sangat mengenali Rosie, bahkan bau parfumnya sudah ia hafal sehingga wangi asing tadi tentu saja menimbulkan tanda tanya dibenak Darren.

The Maddest Obsession [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang