Kelas kedua baru saja selesai. Rosie langsung keluar dengan langkah cepat untuk mencari Darren. Hal tersebut membuat para teman-temannya heran, Rosie ini semakin hari semakin berubah.
Diantara keramaian mahasiswa yang lalu-lalang, mata Rosie tampak gelisah mencari sosok temannya itu.
Tidak ada.
Dia menjadi takut jika malah para orang gila itu yang muncul dari antara kerumunan ini.
"Darren!"
Rosie langsung berlari untuk menyusul Darren yang tidak mendengarnya. Gelagat pemuda itu seperti sangat sibuk
"Darren! Darren!"
Napas Rosie memburu kala berhasil meraih bahu Darren yang spontan berhenti dengan tatapan heran, disisi lain ia merasa khawatir akan tingkah gadis itu.
"Rosie? Rosie kau baik-baik saja?"
Dada Rosie berdebar hebat kala berhasil bertemu dengannya. Dia sudah tidak peduli lagi dengan keberadaan Elvan yang bisa saja membunuh mereka berdua setelah ini.
Rosie tidak tahan, ini semua salah dan tidak bisa dibiarkan, dia ingin bebas, dan Darren pasti akan membantunya.
"Tolong—tolong luangkan waktu sedikit—kau sibuk?" tanyanya sedikit memelas.
"Jujur saja aku ada rapat dengan HIMA, ini cukup penting—ada apa Rosie? Kau tampak ketakutan?"
"Kumohon Dar, lima menit saja, harusnya tadi aku mengiyakan janji makan siangmu, maaf sudah mengganggu begini—"
"Baiklah Rosie tidak masalah, aku akan menyuruh Varo untuk menggantikanku, tidak usah merasa bersalah, aku rasa kau sedang dalam masalah besar." Darren meraih kedua bahu Rosie dengan tatapan serius, ia kemudian membimbing gadis itu untuk pergi ke taman.
Darren semakin prihatin saat merasakan tubuh temannya yang bergetar hebat, Rosie bahkan terlihat kurusan sekarang.
Astaga, hal sial apa yang sudah gadis ini alami?
"Tenangkan dirimu baru bicara, aku punya banyak waktu sekarang, jadi kau tidak perlu buru-buru."
Tangan Rosie berkeringat, jantungnya berpacu sangat cepat seolah merasa sedang dimata-matai Elvan dengan pisau tajam ditangannya.
Bibir gadis itu bergetar saat ingin bicara. Dia tidak mengerti kenapa semuanya tiba-tiba terasa sulit untuk diungkapkan, padahal ini adalah momen yang sudah ia tunggu-tunggu sejak tadi.
"Dar—"
"Rosie, tenanglah, aku bersamamu, kita dikampus, tidak akan ada yang bisa mencelakaimu. Tenang saja."
"Darren—Elvan—"
"Sudah kuduga. Aku tahu Rosie, kamu tenangkan diri dulu, sebagai gantinya aku akan bertanya padamu dan mengatakan apa saja yang sudah kuketahui." Darren membuang napas berat.
Lutut Rosie terasa lemas, secuil kelegaan muncul dihatinya saat tahu jika Darren telah mengerti arah pembicaraan ini. Harapannya pada pemuda itu semakin tinggi, dia sungguh mengira bila Darren dapat menyelamatkannya.
"Elvan sungguhan pembunuh?"
Rosie mengangguk kaku, dia bahkan tidak sadar jika pipinya sudah basah sejak tadi saking ketakutan. "Aku menyesal Dar—aku takut—dia sungguh kejam—dia membunuh Jennie dengan cara yang sangat sadis aku tidak bisa-"
"Jennie?" Kerutan di dahi Darren semakin serius. Dia hampir tidak percaya dengan apa yang Rosie katakan. "Jennie? Jennie pacarnya Kaiver? Jennie, kan?"
Rosie tersedu-sedu, dia memegang tangan Darren dengan sangat erat. "Iya Dar—Jennie sudah meninggal, Elvan membunuhnya— astaga aku benci mengingat ini—tapi cara matinya sungguh mengenaskan—aku takut— Elvan—"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Maddest Obsession [COMPLETE]
FanficBagaimana caranya agar Rosie bisa lolos dari sekte pemuja yang dipenuhi orang obsesi? Hanya Elvano yang bisa melindunginya-Rosie agak menyesal.