Setelah membuat Yoshua sekarat, Elvan meninggalkannya begitu saja digedung tersebut.
Tidak peduli, akan lebih baik lagi jika ia mati membusuk didalam sana dan menjadi penunggu pertama di gedung itu.
Meski jujur saja Elvan tidak yakin, keparat seperti dia pasti sudah kebal dengan maut.
Namun tidak masalah, karena Elvan memang sedang menyimpan jatah hidup Yoshua untuk sesuatu yang akan datang. Lihat saja nanti.
Kini kakinya melangkah cepat menuju tempat terakhir dimana Jeffrey berhasil menculik sang kekasih.
Ruang theater.
Sunyi. Elvan melangkah naik keatas panggung setelah memasang satu lampu sorot yang hanya menjadi penerang satu-satunya didalam sana—cukup remang karena memang hanya disorotkan kearah panggung.
Normalnya, ruangan dan suasana ini akan terasa horor bagi mahasiswa biasa yang tidak sengaja tersesat didalam sana.
Sudah banyak kejadian mistis yang telah terjadi di theater itu. Seringkali kerasukan—tidak heran, hal tersebut biasa terjadi setiap tahun.
Namun kali ini, kengerian theater itu terasa berbeda. Lebih gelap, kelam, dan amat mencekam karena kehadiran satu eksistensi berbahaya yang sedang berada didalam sana.
Elvano Dahmer, sangat marah sekarang.
Pemuda itu berdiri dibelakang mimbar, melipatkan tangan diatasnya, kemudian mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan dimana cctv dipasang.
Meski jarang digunakan, bukan berarti terbiar. Semua kamera pengawas dikampus ini selalu aktif dua puluh empat jam digedung manapun—kecuali tempat Elvan dan Yoshua berkelahi tadi.
Gedung itu sudah sangat tidak layak pakai.
Wajah Elvan tampak sangat frustasi. Dia benar-benar tidak terima karena Rosie direbut darinya seperti ini. Elvan tahu jika Matheo akan datang setelah ia pergi—Elvan selalu tahu segala sesuatu yang akan terjadi, kecuali kemunculan Jeffrey tadi.
Ini semua pasti ulah Yoshua, keparat itu selalu merusak segalanya.
Dia jelas dijebak.
"Brengsek." Elvan memandangi kursi-kursi kosong yang ada didepannya. "Kalian semua ... dasar brengsek ... "
Theater sunyi itu terasa semakin mengerikan karena aura murka Elvan.
"Aku tidak akan melepaskan Rosie. Siapapun kalian brengsek, bahkan meski harus matipun, akan kuikat jiwanya agar terus bersamaku. Dia hanya boleh bersamaku, memandangku, dan aku harus terus memandangnya atau aku akan gila ... hah ... biadab sekali kalian semua—ROSEANNE BLAIR ITU MILIKKU." Ucapan Elvan ini disuarakan dengan nada yang naik turun. Tidak jelas sedang marah, sedih, bersemangat, atau kecewa. Bagaikan nyala api yang tertiup udara dari berbagai arah, tiba-tiba redup, lalu berkobar, kemudian membakar sekitarnya.
Ia menoleh ke cctv dibelakang panggung lalu tersenyum manis kesana sambil mengedipkan mata.
Kepedihan dan kemarahan sangat menghancurkan hatinya saat ini. Alhasil, emosinya menjadi tidak stabil. Dua detik tersenyum, dua detik kemudian merengut, setelah itu ia berteriak keras.
Rambutnya begitu berantakan. Bagian poninya basah oleh keringatnya sendiri sehingga kelihatan begitu kusut.
Elvan tiba-tiba menggebrak mimbar didepannya sampai berbunyi derit, pertanda bila telah terjadi keretakan dibeberapa sudutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Maddest Obsession [COMPLETE]
FanficBagaimana caranya agar Rosie bisa lolos dari sekte pemuja yang dipenuhi orang obsesi? Hanya Elvano yang bisa melindunginya-Rosie agak menyesal.