Kenalan sakit jiwa

856 125 72
                                    

"Aku tidak tahu pa, seminggu ini aku tidur dirumah Lisa."

Rosie berbohong kala mengangkat telpon dari sang ayah. Dia juga tidak peduli Jendral ada dimana, anak itu kan memang jarang pulang.

"Baiklah, papa masih harus berada disini selama tiga bulan sayang, tolong kau tetap jaga hubungan dengan Jendral, bagaimanapun dia itu adikmu—"

"Adik tiri." Yang brengsek. "Iya pa, kalau dia menghubungiku akan kukabari pada papa."

"Jangan begitu Rosie, Rochella sudah tiada, hanya kalian berdua saja sekarang—"

"Pa, aku tutup dulu telponnya, tugasku sudah ditagih oleh dosen."

"Kau baik-baik saja kan sayang?"

Pertanyaan tersebut spontan membuat Rosie menoleh kepada Elvan yang sedang tiduran dipahanya seraya memainkan ponsel. "Ya, aku baik-baik saja."

Aku disekap pembunuh, pa.

"Syukurlah, nanti papa telpon ya kalau ada perubahan jadwal, ngomong-ngomong kenapa uang transferan papa tidak berkurang? Kamu tidak memakainya sayang?"

"Aku—ada uang simpanan, nanti kupakai kok—" Napas Rosie tercekat saat Elvan melempar ponselnya keatas kasur, bisa ia tebak, pemuda itu sudah bosan menunggu. "Aku tutup dulu ya pa."

"Padahal papa masih ingin bicara denganmu, rasanya hubungan kita semakin renggang sayang. Kalau ada sesuatu tolong cerita ya?"

Ucapan sang ayah membuat Rosie terhenyak. Dia juga rindu ayahnya, hubungan mereka baik selama ini, hanya saja ayahnya memang sangat sibuk, meski begitu, ketimbang Jendral dan Rochella, ayahnya lebih menyayangi dia.

Elvan tiba-tiba menatap kepadanya dengan tatapan menggoda, tangan pemuda itu meremas sensual area paha dan pinggangnya, "pa, aku sambung lagi ya—" Rosie mengigit bibir saat Elvan sengaja mengecup perut ratanya yang memang sedang memakai crop top, napas panas pemuda itu menyapu ke permukaan kulitnya. "Mmh—dadah pa—aku mencintaimu—"

Mendengar hal tersebut lantas membuat Elvan kesal. Dia merampas ponsel Rosie lalu mematikan panggilan tersebut, pemuda itu kemudian segera menindih kekasihnya diatas kasur.

Rosie terdiam dibawah Elvan. Sang kekasih tidak melakukan apapun selain memeluk dirinya. Kepala Elvan terbenam sempurna diantara dada Rosie.

"E—elvan—" Gadis itu merasa sensitif setiap kali Elvan menyerang dadanya. Padahal hanya sekedar pelukan.

"Kamu hanya boleh mencintaiku."

"Tapi dia kan papaku—"

"Mau kubunuh papamu itu?"

"Elvan—"

Pemuda tersebut tidak menjawab, dia mendiamkan diri sebentar karena merasa nyaman setiap kali memeluk Rosie.

"Elvan, kamu tidak boleh melakukan itu, papa ku tidak salah—"

"Aku hanya bercanda sayang," Elvan tiba-tiba melepaskan pelukannya lalu bangkit berdiri dari kasur, hal tersebut spontan membuat Rosie ikut duduk dengan tatapan takut. "Selama papamu merestui hubungan kita, nyawanya tetap aman."

"Tapi kamu pembunuh El—" napas Rosie tercekat kala Elvan meliriknya dengan sorotan tajam. Gadis itu buru-buru menghela napas panjang agar tetap tenang. "Maksudku, papa pasti akan bertanya kamu kerja apa, kuliah apa, keluargamu—aku tidak mungkin berbohong—"

"Kamu mau mengadu?"

Rosie spontan menggeleng. Tadinya, dia memang berencana seperti itu karena mengingat sang ayah yang memiliki banyak kenalan intel dan detektif.

The Maddest Obsession [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang