Elvan sungguh menepati ucapannya untuk membuat gadis itu tenang selama di apartemen. Kemarin hari pemuda tersebut membiarkan Rosie tidur dan istirahat.
Namun satu hari itu terasa tidak cukup bagi Rosie. Dia lebih memilih untuk tinggal di lantai apartemen penuh pembunuh berantai ini ketimbang pergi ke kampus.
Tempat itu sudah seperti neraka bagi Rosie.
Tapi akhirnya Elvan berhasil meyakinkan gadis itu untuk pergi ke kampus.
Rosie malas berdebat, meskipun Elvan mengatakan akan bersamanya terus kecuali dikelas, justru hal itu yang membuat Rosie takut.
Sumber musuhnya berada disana. Dan dengan perkataan Elvan yang akan terus bersamanya hanya membuat Rosie khawatir. Dia takut orang-orang dikampus semakin membencinya, apalagi jika Lisa melihat mereka berdua, gadis itu bisa saja cemburu dan semakin mencelanya.
Rosie tidak mampu.
"Mau kubunuh saja mereka semua?" tanya Elvan tiba-tiba memecah keheningan.
Gadis itu mengacuhkannya. Dia tidak ingin berbicara apapun sekarang karena jantungnya sedang berpacu cepat saat ini kala mobil milik Elvan sudah semakin dekat dengan kampus.
"Sayang, aku suka saat kau pendiam, itu manis sekali—tapi bukan berarti pendiam seperti ini. Kalau karena mereka aku menjadi diacuhkan terus seperti sekarang, lebih baik kubunuh saja—"
"Tidak—aku tidak bermaksud begitu." Rosie buru-buru menyela. Dia semakin stres dengan jalan pikiran sang kekasih yang hanya terus memikirkan pembunuhan.
Rosie rasa Elvan lebih terobsesi pada pembunuhan ketimbang dirinya.
"Kenapa kau takut begitu? Aku mengatakan ini agar kau tahu betapa cintanya aku padamu sampai rela untuk membunuh ribuan orang demi dirimu—kalau bisa pun satu dunia kubunuh hanya untuk bersamamu." Elvan tertawa bangga saat mengatakannya.
Suara tawa Elvan seketika membuat Rosie merinding. Gadis itu tanpa sadar menghimpit pintu mobil karena ketakutan.
Hal tersebut langsung dilirik Elvan dari ekor matanya, dia tiba-tiba menarik tubuh Rosie untuk mendekat kembali. "Lihat, kau menjauh lagi, itu menyakiti hatiku."
"Maaf." Entahlah, Rosie spontan menyahut seperti itu.
Hal tersebut membuat Elvan meliriknya. Dia menyentuh pelan pipi mulus gadis itu lalu meminta, "kau mulai menjadi penurut lagi ya sayang, bagus—aku menyukainya, kalau begitu, coba sekarang berikan aku kata-kata manis seperti dulu."
"Kata manis?"
"Iya Roseanne-ku sayang."
Rosie terdiam sebentar sebelum akhirnya berucap pasrah. "Aku mencintaimu Elvan, sangat." Nyatanya, ungkapan itu dia katakan dengan perasaan, terdengar lirih dengan mata bergetar, dia bahkan sampai melirik Elvan.
Elvan membisu, dia spontan menatap gadis itu. Mata mereka bertemu. Elvan bahkan sampai menghentikan mobilnya hanya demi melihat netra indah milik gadis itu.
Rosie sendiri juga terpana akan mata kelam milik sang kekasih yang sialnya menjadi hal favoritnya dari pemuda itu. Mata Elvan penuh kegelapan namun indah, sesuatu yang indah terkadang memang berbahaya. Dan Rosie membayar harga mahal hanya untuk dapat terus menatap mata itu.
Mahal sekali.
Elvan memang pendiam dan pasif didepan umum, hal tersebut membuatnya terbiasa menjadi seorang pengamat, dan dia menilai ungkapan Rosie barusan bukan seperti ungkapan cinta seorang gadis yang pertama kali ia temui—saat segala kebohongannya masih tersimpan rapi—gadis apa adanya dan polos hingga mudah bereaksi akan segala hal dengan jujur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Maddest Obsession [COMPLETE]
FanficBagaimana caranya agar Rosie bisa lolos dari sekte pemuja yang dipenuhi orang obsesi? Hanya Elvano yang bisa melindunginya-Rosie agak menyesal.