Teman lama

829 129 48
                                    

Sikap manis Elvan nyatanya tidak bertahan lama. Entahlah, mungkin karena Rosie yang belum bisa menerima sifat aslinya, atau memang karena Elvan yang sedang banyak pikiran.

Elvan tidak banyak bicara setelah Rosie selesai mandi. Dia hanya mencium singkat kening gadis itu selepas sarapan lalu keduanya pun berangkat.

Sepasang kekasih tersebut turun dari mobil dengan reputasi yang masih buruk dikampus. Untungnya rumor jahat yang dibuat Jeffrey sudah mulai redam.

Rosie melirik pistol yang Elvan selipkan kedalam jaket. "Kenapa kamu tidak tinggalkan saja benda itu didalam mobil?"

Meski sudah mulai terbiasa dengan darah dan pembunuhan. Rosie masih tidak nyaman dengan barang-barang berbahaya milik Elvan.

"Aku selalu membawa barang semacam ini kemanapun, lagipula ini juga untuk keamananmu." Elvan menyahut datar, dia kemudian merangkul Rosie dengan posesif lalu melanjutkan, "kekasihku harus aman dari tindakan perselingkuhan dalam bentuk apapun. Sekali kelihatan bersama orang lain—" Elvan menuding kening Rosie, lalu berbisik, "door!"

Rosie menjadi sangat sedih. Dia tidak lagi tegang melainkan kesal jika Elvan mulai kembali mengancam seperti ini. "Kamu masih mengira aku selingkuh? Kenapa kamu terus mengancamku? Bunuh saja aku kalau memang itu maumu, aku tidak peduli lagi." sahut Rosie merajuk.

Elvan terkekeh pelan. Dia menyelipkan rambut kekasihnya kebelakang telinga dengan penuh sayang. "Aku tidak hanya bilang kalau kepalamu saja kok yang akan meledak. Jangan cemberut begitu."

Rosie menghela napas pasrah.

Saat mereka masuk, banyak pasang mata yang masih memandang tajam, namun tidak terlalu kentara. Takut pada Elvan.

Hal itu membuat Rosie agak tenang, tapi tetap tidak membuat rasa kesalnya hilang pada Elvan yang mudah sekali berubah-ubah. Dia tidak suka Elvano, Dahmer, ataupun Elvano Dahmer.

Rosie hanya ingin Elvan bersikap seperti Elvannya seorang.

Ponsel Elvan berbunyi dipersimpangan koridor yang langsung terhubung dengan taman bebas. Masih pagi, jadi tempat itu cukup sepi.

Elvan melepaskan rangkulannya lalu menjauh sedikit. Rosie tentu jadi penasaran, apalagi setelah melihat tingkah Elvan yang kembali berubah ketika panggilan itu selesai.

Rosie mulai berasumsi jika sedang terjadi sesuatu yang sangat tidak beres. Tidak biasanya Elvan seperti ini.

"Aku akan pergi sebentar—"

"Elvan?" Rosie menyahut cepat dan ragu, "ada apa?"

"Tidak ada—tenang saja, kamu tidak perlu memikirkan sesuatu yang bisa kubereskan, jadi kekasihku sayang, menurutlah dan pergilah ke kelasmu sekarang."

Rosie menggeleng frustasi. "Kamu bilang kamu tidak akan meninggalkanku—bagaimana jika aku bertemu dengan Jeffrey?"

"Jadi isi otakmu sejak tadi hanya ada Jeffrey? Kenapa kamu tidak percaya saja padaku sayang?"

"Aku tidak paham lagi denganmu—kamu terasa jauh bagiku meskipun kita dekat—" Rosie tiba-tiba menjadi emosional. "Kamu selalu merahasiakan sesuatu, padahal aku hanya ingin memastikan apakah kamu baik-baik saja karena aku mencintaimu—tapi aku lupa kalau kamu jahat dan hanya akan terus mengancamku, ya, semoga saja aku tidak bertemu dengan para orang gila itu supaya kepalaku tidak meledak seperti katamu tadi." Elvan terdiam mendengar penuturan Rosie.

Rosie mulai menangis. Dia sendiri terkejut jika bisa berkata seperti itu kepada Elvan.

"Aku—sudahlah, aku pergi."

Elvan tiba-tiba menarik tubuh gadis itu kedalam pelukannya. Rosie tercengang, namun entah kenapa dia menjadi sangat sensitif dan lanjut menangis.

Pelukan Elvan hanya sebatas dekapan, tidak ada usapan atau apapun. Tapi itu sudah lebih dari cukup untuk Rosie. Dia memeluk pemuda itu lebih erat daripada yang Elvan lakukan.

The Maddest Obsession [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang