Rosie melangkah lesu saat menyusuri koridor kampus bersama Jeffrey disampingnya. Tangan pemuda itu melekat erat dipinggangnya sambil tersenyum bahagia.
Pemandangan itu tampak sama sekali tidak mengejutkan pada mahasiswa. Mereka malah melemparkan tatapan ingin tahu.
Apa yang sudah Jeffrey lakukan?
Rosie melirik Jeffrey sebentar, namun pemuda itu tetap menatap lurus kedepan dan sesekali menyapa kenalannya. Dia juga tidak segan mengenalkan Rosie sebagai tunangannya.
Saat mereka menaiki tangga, koridor selanjutnya tampak lumayan sepi. Rosie memberanikan diri menepis tangan Jeffrey hingga langkah pemuda itu terhenti.
"Apa yang kau lakukan?"
Jeffrey tersenyum licik sembari memasukkan satu tangannya kedalam saku celana, sedang satunya lagi terulur untuk membelai kulit pipi Rosie. "Ini kan maumu sayang? Tidak ada lagi yang akan membencimu. Semuanya beres."
Rosie menggeleng samar. Tidak puas dengan jawaban tersebut. "Tidak mungkin semudah itu. Kamu pasti melakukan sesuatu—kau tidak berbuat burukkan pada Lisa?"
"Lisa?" Jeffrey mengulang nama itu dengan nada jengkel. "Kenapa kau malah memikirkannya? Sudahlah sayang, kita ini sepasang tunangan sekarang. Jangan berdebat, kamu harus menjadi gadis yang bahagia seperti dulu. Aku tidak mau jika kamu terus murung dan berubah seperti halnya kau berkencan dengan Elvan. Jangan menyamakanku dengannya."
Jelas tidak. Kau lebih parah.
Jeffrey mendekap paksa pinggangnya lalu kembali melangkah disepanjang koridor. Pikiran Rosie kacau. Dia berharap akan bertemu dengan Elvan, jika perlu sekarang.
Dimana dia?
Rasa rindu ini terasa begitu menyiksa. Rosie tidak tahu bagaimana respon Elvan atas pesannya semalam, Jeffrey langsung mengambil ponselnya kembali saat pesan itu terkirim.
Langkah mereka berhenti didepan kelas Rosie. Sudah banyak mahasiswa didalam sana yang sedang berkumpul selagi menunggu dosen. Beberapa orang sadar akan kedatangan Jeffrey dan Rosie didepan pintu, namun mereka mencoba bersikap biasa saja setelah melihatnya.
Rosie masih merasa gelisah untuk masuk. Dia takut jika semua mahasiswa tadi hanya bersandiwara. Bagaimana jika dia tetap dibenci? Membayangkan tatapan benci Lisa dan ucapan kasarnya seketika membuat kepala Rosie pening.
Dia tidak tahan.
Jeffrey berdiri dibelakang Rosie dengan senyum aneh. Dia menaruh telapak tangannya diatas bahu gadis itu, lalu berbisik, "aku pergi dulu, semuanya sudah baik-baik saja sayang—percaya padaku. Aku akan menjemputmu sebentar, dan kuharap kau tetap menjadi tunangan manis yang tidak banyak tingkah. Aku tidak suka perselingkuhan."
Jeffrey langsung pergi setelah mengatakan hal itu.
Rosie melangkah masuk dengan perasaan resah. Beberapa mata tampak kompak menatap kedatangannya, namun sebagian dari mereka terlihat sedang tersenyum kepadanya.
Bahkan Jisya dan Irene. Mereka menunggu dikursinya dengan sorot khawatir.
Apa-apaan ini?
"Rosie, kau baik-baik saja?" Jisya tiba-tiba memeluknya. Rosie berpaling menatap Irene yang berada disamping mereka dengan gelagat malu bercampur khawatir.
"Aku—baik-baik saja."
Jisya melepaskan pelukannya lalu mempersilahkan Rosie duduk. Kini giliran Irene yang berbicara. "Aku minta maaf Rosie—aku tidak tahu cerita aslinya. Pasti kamu sudah mengalami hal yang berat dan traumatis, dan aku malah menuduhmu ... "
KAMU SEDANG MEMBACA
The Maddest Obsession [COMPLETE]
FanfictionBagaimana caranya agar Rosie bisa lolos dari sekte pemuja yang dipenuhi orang obsesi? Hanya Elvano yang bisa melindunginya-Rosie agak menyesal.