Mata Rosie tidak lepas sejak kelas pertama dari pada Lisa. Dia bahkan terniat membuntuti gadis itu sampai ke toilet hanya untuk memastikan bila Jeffrey tidak akan macam-macam kepada sahabatnya.
Gadis tersebut akhirnya dapat bernapas sedikit lega karena Lisa sudah pulang bersama teman-teman barunya.
Hati Rosie agak nyeri ketika melihat hal itu. Tapi dia juga tidak mau menyalahkan Lisa. Mereka semua ini sedang dikontrol oleh orang gila yang berbahaya.
Dia paham itu.
Satu pesan dari Elvan membuatnya kembali membuang napas berat. Dia disuruh pulang sendirian ke apartemen pemuda itu.
Seharusnya Rosie senang agak dibebaskan seperti ini oleh kekasihnya. Namun keberadaan Jeffrey yang sudah terbongkar membuatnya mau tidak mau harus bergantung pada perlindungan sang kekasih.
Tapi lihat sekarang, Elvan malah meninggalkannya.
Dia bahkan mengancam untuk meminta Rosie segera pulang dua puluh menit dari sekarang.
Rosie kembali tertekan. Kampus sudah mulai sunyi, dia takut jika Jeffrey tiba-tiba muncul dengan rantai atau apapun itu untuk menculiknya.
Jangan lupa para orang gila yang lain, mereka masih berkeliaran didalam hidup Rosie hingga menjadi kacau seperti ini.
"Sudah dijalan sayang?"
Suara lembut Elvan terdengar ditelinga Rosie sampai membangunkan bulu kuduk. "El—kenapa kau tidak menjemputku saja?"
"Aku sedang bekerja sayang, tenang saja, Jeffrey tidak akan menyentuhmu dari ujung rambut sampai ujung kaki—aku mengawasimu, dia tidak akan berani mendekat."
Diseberang sana, Elvan sungguhan tidak berbohong saat mengatakan hal tersebut. Pemuda itu sedang tersenyum tipis didepan monitor besar yang menampilkan keberadaan Rosie. Dia sudah lama melakukan hal ini dengan membajak semua cctv dimana pun tempat gadis itu berpijak.
Mudah saja bagi seorang Elvano, jangan lupa, dia itu mahasiswa IT dengan tingkat keahlian diatas rata-rata.
"Waktumu tersisa tujuh belas menit sayang, cepatlah pulang, atau aku akan menyekapmu diatas kasurku untuk menjadi bantal guling—"
"Iya-iya aku pulang sekarang—Sabar sedikit!" Rosie merutuki Elvan dalam hati. Kekasihnya itu memang tidak punya perasaan. Dia suka sekali menekan Rosie tanpa peduli kondisinya yang sedang ketakutan atau tidak.
Elvan tidak peduli. Jika dia mau Roseanne, maka nyawa gadis itu sekalipun harus berada dalam tangannya.
Semenjak Rosie memutuskan mencintainya, saat itu juga lah Elvan telah merebut semua hak hidup gadis itu.
Sempurna, Roseanne Blair benar-benar telah sempurna dimiliki oleh seorang Elvano Dahmer.
"Naik mobil yang berada tepat didepan lobby, kau tenang saja, dia itu tetangga kita di kamar paling ujung. Namanya William, dia suka anak-anak sampai sering meniduri mereka—sangat penyayang bukan? Tapi dia cukup tegas kok, kalau ada anak-anak bandel yang mendesah rewel saat ditiduri, pasti kepala mereka akan dijual pada sindikat gelap."
Ucapan Elvan lantas saja membuat Rosie membatu.
Dia tidak lupa saat Elvan mengatakan bahwa apartemennya itu dihuni oleh para pembunuh berantai—dan sekarang kekasihnya itu meminta dia untuk pulang bersama salah satu diantara mereka?
Dari penjelasan Elvan saja sudah jelas bahwa pemuda ini tidak waras. Dia seorang pembunuh—bahkan target pembunuhannya adalah anak-anak.
Elvan ini tidak sedang bercanda, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Maddest Obsession [COMPLETE]
FanfictionBagaimana caranya agar Rosie bisa lolos dari sekte pemuja yang dipenuhi orang obsesi? Hanya Elvano yang bisa melindunginya-Rosie agak menyesal.