Rosie menatap halaman rumahnya yang sudah ramai, banyak sekali mobil dan motor terparkir disana, ada beberapa polisi juga yang ikut berjaga diluar sambil mengobrol dengan ayahnya.
Krans-krans serta papan duka terlihat diangkut masuk kedalam rumah. Rosie tidak percaya kalau kakaknya benar-benar sudah meninggal, entah kenapa dia ragu. Gadis itu melangkah masuk.
Kedatangan Rosie sempat membuat polisi-polisi itu terkejut, wajar saja, wajahnya sangat mirip dengan Rochella.
"Pa? Ini serius?" tanya Rosie dengan suara gemetar.
Ayahnya tidak menjawab, dia hanya mendekap puterinya yang sudah menangis. "P—pa?"
"Tenang Rosie, kamu masuk dulu dan istirahat sebentar, sedikit lagi ibadah penghiburannya akan dimulai, didalam juga sudah ada teman-temanmu, Jendral, dan Rochella."
Dahi Rosie berkerut. Teman-temannya?
"O—oke." Gadis itu membungkuk sebentar kepada para polisi disampingnya lalu melangkah pergi.
Perasaan Rosie terasa tidak enak, entah kenapa dia menolak untuk masuk ke rumah, apalagi didalam sana tampak banyak sekali anak muda yang sedang duduk, dia tidak terlalu suka dengan teman-teman Rochella, mereka bukan frekuensinya.
Dan benar saja, kedatangan Rosie seketika membuat percakapan riuh mereka terhenti. Kini gadis itu menjadi pusat perhatian yang membuat suasana canggung. Namun, kaki Rosie refleks kembali melangkah mundur saat menatap semua orang didalam sana secara satu-persatu.
Apa yang terjadi?
Kenapa orang-orang sakit jiwa itu bisa berada disini? Rasanya Rosie kesulitan bernapas, sekarang, dia bahkan tidak merasa aman berada dirumah sendiri. Badannya kaku ketika Mikha melambai kepadanya sembari tersenyum lebar beserta Jack yang duduk disamping pemuda itu dengan tatapan normal, hal tersebut malah terlihat aneh.
Namun, bukan eksistensi Mikha dan Jack yang membuat Rosie kesulitan bernapas saat ini. Dikursi paling pojok, sedang duduk dua orang pemuda yang hampir membuatnya mati ketakutan.
Jeffrey dan Matheo. Keduanya berpakaian rapi, namun bekas luka di pipi Jeffrey masih membekas segar disana, mereka menoleh pada gadis itu dengan ekspresi terkejut.
Kenapa keduanya bisa berada disini? Bukannya dua orang gila itu sedang kejar-kejaran dengan senjata tajam beberapa menit yang lalu? Ini tidak mungkin!
Rosie seketika menjadi frustasi.
"Kupikir kamu nggak bakal datang karena keenakan kencan." Mikha berdiri mendekatinya, hanya pemuda itu yang sifatnya tetap sama seperti tadi. "Udah ngapain aja?"
Rosie menatap sinis Mikha, dia masih menatap tiga pemuda aneh itu, mereka baik-baik saja, bahkan terlihat heran akan tatapan Rosie, Jack sampai memalingkan wajahnya karena canggung.
"Roseanne? Ternyata beneran mirip banget kakakmu ya." ucap seorang gadis yang duduk disamping Jeffrey.
Kedatangan Jendral semakin membuat kecemasannya menjadi-jadi, adiknya itu kelainan, intinya, dia juga takut kepada Jendral, entahlah, sekarang Rosie menjadi takut kepada semua orang.
Jendral terlihat mengabaikannya, pemuda itu memilih duduk dengan teman-temannya di ruangan sebelah.
"Petinya dimana?" Rosie memberanikan diri untuk bertanya sebelum Jendral melangkah pergi. Dia menatap Rosie seolah terkejut, sorotannya juga normal, Rosie semakin heran, ada yang tidak beres.
"Oh? Udah pulang? Papa memang belum cerita?" jawab Jendral yang tiba-tiba saja membuat gadis itu mengeram marah.
"KALIAN INI KENAPA SIH?! KENAPA KALIAN DISINI?!" Rosie berteriak frustasi, ruangan itu seketika sunyi, bahkan teman-teman Jendral diruangan sebelah ikut keluar untuk melihatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Maddest Obsession [COMPLETE]
FanfictionBagaimana caranya agar Rosie bisa lolos dari sekte pemuja yang dipenuhi orang obsesi? Hanya Elvano yang bisa melindunginya-Rosie agak menyesal.