24. KEHANGATAN

447 51 6
                                    

Darriel sedang duduk di meja belajar sembari mengentuk-ngetuk buku paket yang terbuka dengan mata yang terfokus pada handphone di dekat bukunya.

Pikirannya ribut dengan banyaknya pertanyaan yang berulang-ulang, tangannya terulur dan telunjuknya mengetuk layar ponsel dua kali membuat benda pipih itu menyala.

Darriel berpikir sejenak lalu meraih handphonenya namun kembali diletakkan.

"gw ngapain anjrit, bosen banget."
"ngedrakor aja kali ya." ucap Darriel membuka laptop yang tak jauh darinya lalu menekan tombol on.

Drrrtt
Drrttt
Drrrrtt

Suara getar yang cukup jelas dari ponsel Darriel dan dia menengok untuk melihat siapa yang menelponnya.

"nomor baru?" ucapnya mengerutkan alis lalu mengedikkan bahu dan mengabaikannya.

Dia mulai merefresh laptopnya lalu mengotak-atik folder untuk mencari drakor yang ingin ditonton.

Drrrtt
Drrttt
Drrrtt

Ponselnya kembali bergetar dan saat di intip, lagi-lagi nomor yang tadi diabaikannya.

Darriel raih ponselnya lalu menggeser gambar hijau ke atas.

"selamat malam kak iel, darimana?" Darriel menahan nafas saat mengenali suara itu, suara milik seseorang yang mengganggu pikiran sedari terakhir kali melihatnya di taman belakang sekolah.

"kak?" panggil Arjuna dibalik sambungan telpon.

"ya?"

"darimana?"

"ada kok, cuma gak liat karna di silent." jawab Darriel tidak sepenuhnya bohong.

"oh... kakak lagi apa?"

"duduk-duduk aja, nonton drakor."

"plastik lagi?" tanya Arjuna lalu tertawa saat mendengar Darriel mendengus kasar.

"sehari gak ketemu kangen gak?" tanya Arjuna seolah lupa bahwa sedang berbicara dengan gurunya.

"nggak." singkat Darriel dan Arjuna kembali tertawa.

"ini nomor baru Juna, simpan ya kakak plastik."

"yang kemarin?"

"hapus aja, hp Juna hilang waktu jatuh kemarin." Darriel hanya mengangguk tanpa bicara seolah Arjuna melihat gerakannya.

"kakak sudah makan kah?"

"sudah."

"baguslah kalo gitu... biar gak kecil teros." ledek Arjuna terkekeh kecil namun bukannya marah, Darriel malah menahan senyum mendengar ucapan siswanya itu.

"parah kah Jun?" tanya Darriel tiba-tiba.

"apanya kak?"

"lukanya." singkat Darriel memelankan suaranya dan terdengar suara dengusan samar seperti Arjuna sedang menahan tawa.
"ketawa kau ya?" selidik Darriel dan pecah sudah tawa Arjuna dibalik telepon.

"nggak ketawa kak." ucap Arjuna dengan sisa tawanya.
"jangan terlalu khawatir... Juna aman kok, gak parah... mungkin lusa udah sekolah kalo papa Juna udah ngizinin."

"apa lah... siapa yang khawatir, cuma tanya aja." ngeles Darriel.

"iya.. trimakasih sudah khawatir sama Juna." ucap Arjuna terkekeh.
"udah setengah 10 kak, tidur gih... besok ngajar kan."
"Juna matiin ya, selamat tidur dan mimpi indah kakak cantik... eh maksudnya kakak plastik." jelas Arjuna terkekeh dan Darriel hanya diam menahan senyum.

"selamat malam." ucap Arjuna lalu sambungan telponnya terputus.

Darriel meletakkan handphonenya di meja, menutup wajah dengan telapak besarnya lalu tertawa salah tingkah. Entah kenapa mendengar setiap ucapan Arjuna bisa melenyapkan semua pertanyaan yang mengganggunya dan percakapan beberapa menit itu membuat hati Darriel seperti dipenuhi bunga-bunga cantik dan kupu-kupu berterbangan.

••••

"ngetawain apaan bro?" tanya Bumi yang baru memasuki kamar putranya.

"kepo bapak tua ini." ledek Arjuna.

"lagi jatuh cinta ya?" tebak Bumi melangkah mendekati Arjuna.

"sok tau daddy." ucap Arjuna terkekeh salah tingkah dan Bumi bergerak duduk dikasur sebelah Arjuna, menghadap putra sematawayangnya itu.

"kamu kira daddy ini langsung tua? daddy juga pernah muda." protes Bumi dan keduanya terkekeh.

"dad..." panggil Arjuna.

"hmm?" singkat Bumi dan Arjuna merubah posisi menghadap daddynya.

"boleh tanya?" ucap Arjuna dan Bumi mengangguk

"salah gak sih suka sama yang umurnya diatas kita?"

"suka sama siapa kamu..?" goda Bumi menunjuk putranya.

"jawab dad..." ucap Arjuna memukul paha daddynya pelan membuat Bumi tertawa ringan.

"oke, oke... sepertinya anak daddy sedang ingin serius." ucap Bumi dan seketika ekspresinya berubah tegas serta berwibawa.

"jadi? boleh gak?"

"boleh-boleh aja... rasa suka itu bebas, entah itu sama yang lebih muda atau lebih tua."
"rasa suka ataupun cinta itu gak bisa dibatasi dengan umur atau gender sekalipun."
"sama kayak tumbuhan liar, mereka bebas menjalar kemanapun dan kita gak bakal bisa nebak kapan dan dimana dia akan tumbuh."
"mereka tumbuh sesuka hati, berkembang dimapun dan mati kapanpun." ujar Bumi memberi pengertian sejelas mungkin pada anaknya.

"jadi anak daddy lagi suka sama siapa?" tanya Bumi menaik turunkan alisnya untuk menggoda Arjuna.

"guru magang Juna, dad." jawab Arjuna membuat Bumi terdiam.

"salah kah dad?" tanya Arjuna melihat perubahan sikap daddynya dan Bumi tersenyum menggeleng.
"kalo gak salah, berarti Juna boleh nyatain perasaan Juna ke dia?" Bumi tersenyum mengacak rambut anaknya.

"kayaknya ada yang belum daddy jelasin." ucap Bumi menatap Arjuna.

"omongin aja dad."

"cinta itu memang bebas tapi banyak hal yang harus kita pertimbangkan."
"bukan hanya tentang umur tapi juga tentang kepantasan, kelayakan dan kesetaraan."
"jadi gini..." ucap Bumi saat melihat Arjuna merubah ekspresinya.

"daddy gak larang kamu buat suka sama siapapun, itu hak kamu tapi coba pertimbangkan lagi."
"banyak hal yang bisa menjadi halangan, Juna."
"apalagi kamu masih kelas 11, masih panjang prosesmu sedangkan dia? dalam waktu dekat dia pasti mendapat gelar sarjananya." jelas Bumi lembut namun juga tegas.

"apa semua itu penting?" tanya Arjuna.

"tentu..." Arjuna diam sejenak memikirkan ucapan daddynya.

"baiklah, Juna paham sekarang."
"trimakasih dad..." ucap Arjuna merentangkan tangan dan Bumi segera memeluk putranya pelan agar tidak menekan lukanya yang masih basah.

Meskipun jarang bertemu karna faktor pekerjaan untuk mewujudkan masa depan anaknya tapi hubungan ayah dan anak itu tetap hangat dan manis, mereka bisa memposisikan diri sesuai porsi masing-masing.
Bumi yang bisa memposisikan diri sebagai ayah sekaligus teman untuk anaknya dan Arjuna bisa bersikap santai didepan daddynya tapi masih menghormati sang daddy.

"apa ini Juna? kok peluk-pelukan gak ngajak papa?" ucap Mix yang baru masuk dan membawa sepiring buah segar dan dua jagoannya tertawa.

Dia letakkan piring itu diatas meja belajar Arjuna lalu mendekat kearah tempat tidur untuk bergabung di tengah pelukan dua superheronya itu.






~°°~
TERIMAKASIH😍

JANGAN LUPA VOTE & KOMEN💛

SEE YOU NEXT CHAPTER🔥

ASYMMETRY [BELUM REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang