Bunga Anyelir Danuarta, aktris cantik dengan sejuta pesona yang memulai debutnya di awal 20-an.
Nasibnya kelewat mujur. Siapa yang menyangka jika perempuan tanpa latar belakang yang nekad memasuki dunia hiburan hanya dengan mengandalkan kecantikan dan kepiawaiannya dalam berakting mampu berdiri di puncak popularitas dalam kurun waktu yang relatif singkat.
Setiap hari wajahnya berseliweran dimana-mana, mulai dari media elektronik hingga papan iklan di pinggir jalan raya.
Paras cantik dengan penampilan anggun serta tutur lembut khas wanita tanah Pasundan menjadi daya tarik dirinya.
Kaum Adam menatapnya penuh damba, sedang Kaum Hawa hanya bisa mencebik iri.
Emak-emak dengan anak bujang memberinya julukan "Calon Mantu Idaman."
Bapak-bapak? Jangan tanya. Ya ndak berani komen toh. Wong takut sama istrinya.
Tapi eh tapi ...
Tidak ada yang sempurna di dunia ini, begitu pula dengan seorang Bunga Anyelir Danuarta.
Semua itu hanya image yang sengaja dibangun agency untuk menjadi nilai jualnya.
Meski begitu, bukan karena Anye, begitu dia disapa. Tidak cantik, tidak anggun, ataupun tidak lembut.
Anye cantik, no tipu-tipu. Tidak ada plastik-plastikan, sedot-sedotan, ataupun sulam-sulaman.
Anye anggun, itu juga benar. Hanya saja jika dia diam.
Anye lembut, iya. Itu jika didepan umum.
Sebenarnya Anye memang baik, hanya saja ... perempuan itu sangat-sangat menyebalkan, ditambah lagi dengan banyak sifat buruk lainnya.
Setidaknya itulah gambaran tentang Anye di benak menejer serta asistennya, dan hanya merekalah yang tau seperti apa seorang Bunga Anyelir Danuarta yang sebenarnya.
Lembayung yang memantul indah menjadi latar keriuhan awak kru nan tengah bergegas merapihkan peralatan yang digunakan selama proses pemotretan untuk kemudian mengejar penerbangan awal malam ke Jakarta.
Tapi tidak halnya dengan seorang perempuan cantik yang terlihat sangat sexy menggoda dalam balutan tanktop dan kain pantainya. Berjalan santai di sepanjang hamparan pasir putih sambil sesekali mengedipkan sebelah matanya penuh godaan yang ditanggapi siulan oleh bule-bule roti sobek.
Dialah Anye. Bunga Anyelir Danuarta.
Anye bukanlah seorang munafik, dirinya adalah satu dari sekian juta pecinta roti sobek.
Terutama yang dipadukan dengan rambut ikal hitam legam, tatapan mata setajam elang, rahang tajam dengan brewok tipis manja, serta tidak lupa kulit kecoklatan yang sangat jilatable. Produk Timur Tengah memang yang terbaik.
"Oughhh, gak kuku." Gumam Anye menggigit bibir bawahnya mesem.
Ekor matanya tak mau lepas dari sosok pria Timur Tengah yang tadi menatapnya dengan smirk nan hampir membuat perempuan itu sesak nafas.
ATAS, TENGAH, BAWAH. SEMPURNA.
"Apa, Mbak?" Tanya Prasasti, asistennya yang tidak sengaja mendengar gumaman sang aktris.
Anye menarik tatapannya kaget untuk kemudian memberikan tatapan sadis kepada si benda bersejarah.
Asisten semprulnya itu tau-tau sudah berjalan disebelahnya, menatap dirinya dengan cengengesan mesum yang sama sekali tidak ditutup-tutupi.
Bekerja tahunan bersama Anye, jelas membuat Sasti mengerti akan apa yang ada di kepala cantik bos nya itu. Lagian ya hanya perempuan tak waras yang tidak menyukai hal-hal begitu. Dan yang pasti, mereka bukan salah satunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir Tak Pernah Layu
General Fiction"Mama ... ." Suara seorang gadis kecil mengagetkanku saat membuka pintu. Apa dia panggil aku barusan? Mama? HELL, NO. Mama, Mama. Mama dari Hongkong gitu. Jangan harap aku bakal luluh seperti halnya wanita dalam novel, lalu berakhir menjadi ibu samb...