Tubuh Anye ambruk seketika dia sampai di ruang parkir bawah tanah apartemennya.
Kenapa?
Kenapa?
Kenapa?
Anye tidak habis pikir mengapa tubuhnya bisa menjadi begitu murahan.
Diusap dikit sama kang duda langsung mendesah.
Lupa diri, lupa segalanya.
Mana tidak menghasilkan apapun lagi.
Gak ada uang, gak ada pulsa.
Harusnya tadi Anye cari surat berharga yang bisa dirupiahkan saat kang duda mandi, bukannya malah kabur persis korban pelecehan.
Hutang dua ratus juta aja belum lunas, bisa-bisanya dia sudah dihutangi lagi.
Anye segera disidang Yulia dan Sasti sesaat setelah dia tiba di unit miliknya.
Anye tidak menyangka jika dua curut itu masih bertahan menunggunya pulang meski sudah beberapa jam berlalu.
Penampilannya yang berantakan namun malah terkesan semakin menggoda membuat pikiran Yulia dan Sasti jalan-jalan.
"Ada hubungan apa loe sama Bagaskara Prawirohardjo? Jelasin ke gue, SE-KA-RANG." Tuntut Yulia to the point.
Sasti hanya mengangguk-ngangguk menyetujui, seperti boneka kucing yang biasa dipajang di etalase kaca toko.
"Gue bakal cerita semuanya tapi gak sekarang. Please, loe sama Sasti pulang dulu ya. Gue capek, butuh istirahat." Pinta Anye memelas, pura-pura sebenarnya.
Anye masih sangat kesal, jadi dia sedang malas ngomong. Apalagi harus panjang kali lebar sama dengan luas.
"Oke, gue tunggu. Besok pagi kita kesini sekalian jemput loe buat meeting sama klien baru kita. Sasti, ayo pulang." Ujar Yulia pasrah meski sudah menunggu berjam-jam namun tidak mendapat hasil apapun.
Kalau tidak pulang sekarang, bisa-bisa dirinya dan Sasti diusir paksa. Ngeri, Anye memang sekejam itu.
Setelah kepergian Yulia dan Sasti, Anye termenung memikirkan apa yang harus dia lakukan dengan duo Prawirohardjo itu.
Saat sudah memasuki jam tidur anak baik-baik, tamu tak diundang pun akhirnya tiba.
Anye menatap datar pasangan bapak dan anak yang duduk dihadapannya.
"Sebutkan alasan kenapa aku harus menampung kalian di sini?" Ujar Anye dengan nada sok datarnya.
"Kita keluarga, sudah sewajarnya kita tinggal bersama." Jawab Bagas dengan senyum penuh godaan.
"Keluarga? Lucu sekali. Selama ini kamu tau aku dimana, tapi tidak pernah datang mencariku. Dan sekarang? Saat selingkuhanmu itu mati, kau datang mencariku. Kenapa? Butuh penghangat ranjang? Atau babysitter?" Tanya Anye tajam dan menusuk.
"ANYELIR." Bentak Bagas tidak suka dengan ucapan istrinya itu.
"See. Saat sedang butuh bantuanku sekalipun, kamu masih saja membela perempuan itu." Ucap Anye santai namun disertai senyum mirisnya.
Bagas menatap Anye frustasi, istrinya itu adalah tipikal perempuan keras kepala yang sangat sulit untuk dihadapi.
Bagas menghampiri Anye, lalu bersimpuh dihadapannya.
"Sayang, please." Mohon Bagas lirih seraya mengecupi jemari tangan Anye dengan lembut.
Anye yang memang dasarnya lemah pada pesona Bagaskara Prawirohardjo pun tidak bisa berkutik.
Dia hanya bisa memasang ekpresi sok nya.
Sok tenang, sok kalem. Sok tidak terjadi apa-apa, padahal hati dugun-dugun kesenengan."Tempat ini kecil, cuma ada satu kamar. Kalian bisa tidur di ruang tamu. Mau tidur di sofa atau beli tempat tidur baru, terserah." Seru Anye judes, sok menolak bobo bareng padahal sekalinya dielus langsung pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir Tak Pernah Layu
Ficción General"Mama ... ." Suara seorang gadis kecil mengagetkanku saat membuka pintu. Apa dia panggil aku barusan? Mama? HELL, NO. Mama, Mama. Mama dari Hongkong gitu. Jangan harap aku bakal luluh seperti halnya wanita dalam novel, lalu berakhir menjadi ibu samb...