Jalan santai di sekitaran villa menjadi pilihan Anye untuk memulai pagi di hari pertama liburan, tentunya dengan akang suami dan dua buntutnya yang pasti mengekori.
"Mama, Seruni capek." Rengek Seruni kelelahan seteleh berjalan cukup jauh.
"Makanya dibiasain olahraga biar gak cemen begitu." Ujar Anye sok menasehati, padahal sih dia juga sama.
"Capek banget sih. Untung si Seruni minta istirahat, tengsin banget kalau ketauan minta berhenti duluan." Benak Anye yang sebenarnya sudah tidak kuat lagi jika harus lanjut jalan.
Bagas menyerahkan botol air yang dibawanya pada sang istri yang tengah selonjoran di rumput. "Ini, minum dulu."
"Kalian berdua juga minum." Lanjutnya pada Dipta dan Seruni yang masing-masing membawa botol air lucu yang digantung di leher.
Cklek.
Suara jepretan kamera membuat Anye mengalihkan fokus pada sumber suara.
"Kalau dijual ke wartawan gosip lumayan nih." Ujar Alinda memasukan handphone-nya ke saku celana sembari menatap Anye penuh provokasi.
Duo Lipa ini gak mungkin bisa bertemu tanpa membuat masalah.
Tidak mau ambil pusing dengan musuh bebuyutan yang entah bagaimana bisa berada di Bali juga, Anye memilih pergi tanpa menanggapi.
"Gak laku ya loe selalu goda laki orang? Hobi kok jadi pelakor." Seru Alinda memancing perdebatan.
Ini orang bener-bener gak ada kerjaan kayaknya, hobi kok mancing keributan.
"Lebih tepatnya mantan laki orang. Kenapa? Hebat, kan gue? Secara, do'i lebih-lebih daripada Samudra." Balas Anye tak sudi kalah.
Jangan harap Anye akan diam saja jika ditindas seperti ini. Loe jual, gue beli.
"Najis, gue sih curiganya loe udah lama jadi pelakor. Secara, kan istrinya baru ko'id tiga bulan lalu, gak mungkin udah dapet yang baru lagi." Seloroh Alinda dengan sikap sok taunya.
"Jaga ucapan anda." Ujar Bagas dengan nada datar namun cukup untuk membuat si setan kredit merengut ketakutan.
Rasain, tau rasa tuh dedemit kena amuk sesebapak.
"Why not? Yang namanya laki, jangankan tiga bulan, gak dibelai seminggu pun udah kalang kabut." Ujar Anye dengan jumawa, tanpa pake mikir.
"ANYELIR." Bentak Bagas pada Anye karena ucapannya yang dinilai kasar dan tidak sopan, terlebih dengan adanya Dipta dan Seruni disana.
"Lin, ada apa sih? Mama denger ribut-ribut dari tadi."
Seorang wanita paruh baya datang dari arah belakang Alinda, namun sosoknya mampu membuat Anye mematung.
"Mama." Lirih Anye linglung.
Yang dipanggil pun menoleh. Ekpresi terkejut tidak bisa disembunyikan dari wajahnya yang masih terlihat cantik meski sudah diwarnai kerut di beberapa tempat.
"Gak ada apa-apa kok. Mama masuk aja, bentar lagi Alin nyusul." Jawab Alinda lembut dengan matanya yang menatap Anye penuh kebanggaan.
"Yaudah, mama masuk dulu." Ujar wanita paruh baya tersebut dengan tenang, seolah ekspresi terkejutnya tadi tidak pernah muncul di paras anggunnya.
Tau jika apa yang baru saja terjadi sangat mengguncang emosional sang istri, Bagas memaksa Anye untuk segera meninggalkan tempat itu.
"Ayo."
"LEPAS."
Anye berkelit dari pegangan tangan Bagas, matanya yang dipenuhi emosi menatap nyalang pada sosok Alinda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir Tak Pernah Layu
General Fiction"Mama ... ." Suara seorang gadis kecil mengagetkanku saat membuka pintu. Apa dia panggil aku barusan? Mama? HELL, NO. Mama, Mama. Mama dari Hongkong gitu. Jangan harap aku bakal luluh seperti halnya wanita dalam novel, lalu berakhir menjadi ibu samb...