Bab 2

21.1K 1K 16
                                    

Setengah jam setelah Anye meninggalkan kamar hotel, Bagas pun terbangun. Semalam adalah tidur ternyenyak setelah, entah berapa lama.

Mengetahui Anye beserta atributnya sudah tidak ada lagi, Bagas tidak terlalu ambil pusing toh kebutuhannya sudah terpenuhi.

Ketika ingin mengambil celana kainnya, Bagas menemukan dompetnya terdampar manis di lantai.

Sadar jika uang tunainya raib digondol si makhluk aduhai, Bagas pun hanya menyernyitkan kening.

"Apa yang bisa perempuan itu lakukan dengan uang delapan ratus ribu?" Gumam Bagas bingung.

Mengabaikan pikiran tentang si aktris ulat bulu, Bagas memilih kembali menuju kamarnya sendiri.

Selesai mandi, dia menelpon Doni, asistennya.

"Hallo, Pak. Bapak dimana? Tadi saya ke kamar, tapi gak ada. Saya cari-cari di lobi dan restoran hotel juga gak ada." Seru Doni dengan sekali nafas.

Doni khawatir. Pasalnya, sudah setengah jam dia mencari bosnya tanpa hasil. Kalau bos hilang digondol saingan bisnis kan gawat, bisa digantung dia sama bos besar.

"Kamu diem dulu, saya telpon kamu untuk memberikan pekerjaan. Bantu saya selidiki segala macam informasi mengenai Bunga Anyelir Danuarta dalam lima tahun terakhir, secepatnya." Perintah Bagas tanpa basa-basi.

Doni terheran-heran. Sejak kapan bos nya peduli dengan kehidupan orang lain, terlebih ini perempuan, aktris lagi.

Setaunya perempuan yang dipedulikan bos nya itu hanya para perempuan di keluarganya, itupun minus Bude Sulastri.

Tuut Tuut Tuut.

Belum juga Doni menjawab, telpon sudah terputus.

Saat Bagas mencoba menelpon ulang, terdengar suara operator. "Maaf pulsa anda tidak mencukupi untuk melakukan panggilan ini, silahkan ... "

Bagas menatap heran pada handphonenya. Seingatnya dia baru saja mengisi pulsa kemarin malam sebesar lima ratus ribu, bagaimana mungkin sudah habis setelah hanya digunakan kurang dari lima menit.

Setelah ditelusuri, dia menemukan transaksi pengiriman pulsa ke nomor yang ia hapal di luar kepala.

Bagas pun menyeringai seraya bergumam. "Menarik. Kali ini aku tidak akan melepasmu, Sayang."

***

Satu minggu berlalu tanpa masalah.

Anye sedang mewarnai kuku cantiknya seraya menjawab telpon dari sang menejer di apartemen.

Tiba-tiba, bel tanda adanya musuh yang akan mengganggu habitatnya berbunyi. Nyaring dan bertubi-tubi.

"Iya, bentar. Gak sabaran amat sih jadi orang." Gerutu Anye sambil berjalan ke arah pintu masuk apartemen.

Saat pintu terbuka, netra Anye langsung bertabrakan dengan netra seorang makhluk mungil spesies manusia ukuran bocah berjenis kelamin perempuan.

Tunggu.

Kenapa rasanya tidak asing.

Anye menyipitkan matanya sambil membuka kembali halaman per halaman buku tidak penting di otaknya untuk mengetahui identitas balita dihadapannya.

Saat menemukannya, mata Anye terbelalak horor namun malah dibalas mata berbinar dan senyum manis lawannya.

"Mama ... "

Apa dia panggil aku barusan? Mama? HELL, NO.

Mama, Mama. Mama dari Hongkong gitu.
Jangan harap aku bakal luluh seperti halnya wanita dalam novel, lalu berakhir menjadi ibu sambungnya sekaligus istri ayahnya.

Anyelir Tak Pernah LayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang