Bab 36

14K 772 9
                                    

"Kamu udah tidur?" Tanya Bagas pada Anye yang tidur di sisi lain Dipta.

Anye diam tidak menanggapi.

"Kan udah dijelasin hubungan aku sama Elina, harusnya udah gak marah lagi dong." Lanjut Bagas tidak menyerah, dia tau Anye belum tidur.

Masih tidak diindahkan.

"Kalau masih ada yang mengganjal, ngomong aja. Kamu bisa tanya apapun, aku jawab sejujur-jujurnya." Ujar Bagas memberikan kesempatan pada Anye untuk bertanya perihal permasalahan diantara mereka.

Anye menyerah dengan segala rasa penasaran yang bercongkol di hatinya. Pura-pura tidurnya batal, lagi.

Dia bangkit dari rebahannya, menarik tangan Bagas untuk mengikutinya ke arah karpet bulu dekat jendela.

Anye merebahkan kepalanya dengan beralaskan bantal kecil yang ada disana.

Bagas pun mengikuti, menarik Anye ke pelukannya.

Lama hening, Anye pun angkat bicara. "Samudra? Orang yang aku kenal? Suami si setan Alinda?"

"Hmm."

"Kok aku gak tau?" Tanya Anye bingung.

"Mereka emang backstreet dari SMA."

"Terus kenapa putus? Tapi terserahlah, gak urus. Yang jadi pertanyaan adalah kenapa orang bilang mereka istri dan anak kamu? Kamu gak lagi bohongin aku, kan?" Tanya Anye bertubi-tubi. Yakali dia langsung percaya gitu aja.

"Ya ampun, Yang. Aku bukan tukang bohong ya. Mungkin karena sering lihat aku sama Elina dan Seruni jadi orang nyangka mereka istri dan anak aku." Jawab Bagas santai.

Bagas tahu apa yang orang banyak pikirkan tentang dirinya bersama Elina dan juga Seruni. Tapi, dia tidak peduli. Alasan pertama karena kasihan pada Elina dan Seruni kalau harus di cap perempuan murahan dan anak haram. Alasan lain sih ya jelas untuk memberikan pelajaran pada istrinya yang durhaka itu, biar tau rasa dia.

Jika ditanya kenapa Bagas tidak menikahi Elina saja. Jelasnya, Bagas tipikal laki-laki dengan ego dan juga harga diri yang tinggi. Kasarnya, mana mau dia dengan bekasan orang.

"Ya gimana gak salah paham, si Seruni panggil kamu papa. Kenapa gak negur orang-orang tukang gosip itu?" Ujar Anye dengan nada yang agak menaik.

Bagas menghela nafas pelan. "Kasihan Seruni. Lagian buat apa juga negur? Gak akan pengaruh apa-apa juga."

"Buat apa? Kamu gak mikirin perasaan aku?" Tantang Anye sinis, emosi emosi emosi.

"Pas kamu minggat dari rumah, emang kamu mikirin perasaan aku?" Ucap Bagas membalikan keadaan.

Anye terdiam, tak mampu membalas ucapan sang suami.

"Sekarang aku tanya, kenapa kabur?" Tanya Bagas dengan smirk-nya.

"Kamu gak cinta sama aku." Jawab Anye berusaha tenang.

Masa iya, Anye harus bilang kabur karena mimpi buruk.

"Klise, kamu berani nekad untuk bisa menikah denganku. Malam itu kamu masih menghadapiku dengan keras kepala, tapi hanya dalam hitungan jam kamu langsung minggat. Aku lebih percaya kalau gajah bisa terbang." Ujar Bagas sinis, namun tidak melepaskan pelukannya.

"Ya bisa, kalau naik pesawat." Gumam Anye di dalam hati. Kalau diucapkan ya pasti memancing emosi si akang.

"Jujur, Anyelir." Tantang Bagas dengan tegas, menatap Anye penuh tuntutan.

"Aku mimpi." Jawab Anye ambigu.

"Mimpi apa?" Tanya Bagas bingung.

"Mimpi ... "

Anyelir Tak Pernah LayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang