Sepulang dari Bali, ritme kerja Anye menggila.
Pergi pagi, pulang pagi. Dini hari tepatnya. Bagas dan anak-anaknya hanya bisa melihat Anye saat sarapan, dan ini sudah berlangsung selama dua minggu terakhir.
"Kamu baru pulang jam dua pagi loh, udah mau pergi lagi?" Tanya Bagas yang hanya dibalas dengan lirikan, lagi.
Suasana hati Anye yang begitu berantakan membuatnya malas menanggapi orang lain, terutama Bagas. Bawaannya emosi terus saat melihat suaminya itu.
Hanya Dipta yang masih dipedulikan oleh Anye dan itupun dengan intensitas yang jauh berkurang dari sebelumnya. Yang lain? Gak usah mimpi.
Seruni dan Ambu Nina pun ikut menjadi korban.
Beda di rumah, beda pula di luar. Di depan para penggemar dan masyarakat umum, Anye tentu tidak mungkin menunjukan emosinya yang amburadul. Bisa-bisa kena boikot nanti.
Masih dengan mood yang buruk, Anye belum berminat untuk menanggapi sang suami tercinta sehingga dia lebih memilih bergegas keluar kamar.
Anye mendudukan dirinya di kursi meja makan setelah mengecup pipi Dipta yang sedang menunggu sarapan bersama dengan Seruni.
Sadar jika Anye masih dalam mode singa, Seruni pun diam walau sebenarnya ia ingin protes agar ikut dicium Anye seperti biasanya meski akan tetap diabaikan pada akhirnya.
"Mamanya ini, kapan jinaknya coba? Galak banget." Pikir Seruni sembari menatap Anye polos.
Tidak lama, Bagas pun turun.
"Pagi." Sapa Bagas kemudian mengecup pipi Anye, Dipta, dan Seruni bergantian.
"Pagi, Papa." Jawab Seruni riang. Ya, hanya Seruni yang menjawab sapaan Bagas. Karena saat Dipta ingin ikut menimpali, dia mendapat tatapan peringatan dari mamanya.
Jadi, yang bisa Dipta lakukan hanyalah diam, Dipta kan jadi merasa tidak enak pada papanya.
Bagas tidak merasa tersinggung dengan sikap Dipta, yang ada dia geli melihat wajah sok datar anaknya. Ajaran Anye pasti.
Tok tok tok.
"Permisi."
"Sawadika."
Suara salam bergantian memecah keheningan di meja makan. Tidak perlu bertanya siapa pelakunya. Sapaan pertama jelas diucapkan Sasti, sedang yang terakhir milik banci Thailand.
Itu dua kucrut seenaknya saja nyelonong masuk rumah saat melihat pintu depan yang terbuka lebar.
"Selamat pagi." Sapa Sasti sopan.
"Pagi, duduk." Jawab Bagas lugas seperti biasanya.
"Silahkan duduk." Jawab Ambu Nina bergegas ke dapur, mengambil piring tambahan untuk Yulia, si pendatang baru.
Biasanya hanya Sasti yang akan menjemput dan mengantar Anye. Jadi, Ambu Nina tidak mempersiapkan jatah piring untuk Yulia.
Sasti dan Yulia sudah tidak asing dengan Dipta dan Ambu Nina meski tidak tau hubungan antara Anye dan Dipta.
"Pagi, Sis Yulia." Sapa Dipta dan Seruni kompak terkekeh.
"Pagi juga adik-adikku." Sapa Yulia riang, tak tahu malu tepatnya.
"Pagi, Mas Bagas. Makin ganteng aja." Sapa Yulia sok manis yang dibalas tawa kecil Bagas, sedang Anye sudah menatap Yulia tajam.
Meskipun Anye sedang mengibarkan bendera perang dingin pada Bagas, bukan berarti dia tidak peduli jika ada yang menggoda sang suami.
Anye tidak rela, sekalipun yang menggoda suaminya itu makhluk jadi-jadian.
"Aku udah selesai, ayo pergi." Ucap Anye saat Yulia baru saja akan memasukan suapan pertama.
Sasti sekuat tenaga berusaha menahan tawa. Sejak mendengar godaan Yulia pada Bagas, dia tau hal ini akan terjadi sehingga Sasti sudah memikirkan sarapan apa yang harus dia beli nanti.
Mana mungkin Anye mau memberi makan orang yang telah menggoda suaminya, apalagi dengan emosi Anye belakangan ini.
***
Agar bisa berdamai dengan Anye, Bagas mengungsikan semua orang yang ada di rumah.
Demi apapun, hidupnya berada dibawah garis kesejahteraan selepas pulang dari Bali. Dia lebih suka diomeli daripada didiamkan seperti ini.
Ambu Nina. Bagas memfasilitasi Ambu Nina untuk berangkat umrah ke tanah suci. Aman.
Seruni. Kebetulan Mbok Siem mengajak Seruni menengok rumah dan sanak keluarga di kampung halaman. Ini aman juga.
Dipta. Nah ini masalahnya. Kemana Bagas harus mengungsikan Dipta?
Tuan dan Nyonya Prawirohardjo belum selesai dari tur liburan Indonesia timur.
Pakde Sujarwo dan Bude Sulastri jelas bukan pilihan. Meski pakde sangat baik, tapi beliau jarang ada di rumah. Bagas tidak rela membiarkan Dipta diasuh bude meski hanya untuk beberapa hari.
Arshilla lebih tidak mungkin, karena dia sudah kembali ke negeri ginseng. Negara yang menjadi tempatnya menimba ilmu.
Satu-satunya harapan Bagas hanyalah sang adik, Arunika.Sebenarnya Arunika juga bukan tipe orang yang bisa diandalkan untuk mengurus seorang anak, tapi tentu lebih baik jika dibandingkan dengan Bude Sulastri.
Tut tut tut.
Bunyi bel berturut-turut memaksa si selebgram terkenal bangkit dari rebahannya.
"Siapa sih, ganggu aja." Dumel Arunika merutuki orang yang mengganggu hari liburnya.
Sebenarnya ini masih hari Jum'at, dan Arunika masih memiliki jadwal kuliah. Namun, karena level kemalasannya sudah berada di titik maksimum, dia lebih memilih meliburkan diri di apartemennya.
"APA SIH. ... Mas." Cicit Arunika mengerem ucapannya sembari merapihkan rambut dan pakaiannya yang berantakan. Iyalah berantakan, orang belum mandi dari kemaren.
"Kelas aku nanti sore, jadi belum siap-siap." Ucap Arunika mencoba menjelaskan alasan dari keberadaannya di apartemen saat seharusnya berada di kampus.
Bagas tau jika adiknya itu berniat untuk membolos, makanya dia bisa menemukan Arunika tanpa bertanya mengenai keberadaannya.
Untuk kali ini, Bagas memilih menutup mata akan kelakuan Arunika karena dia memang tengah sangat membutuhkan bantuannya.
Bagas langsung masuk ke apartemen Arunika dengan Dipta dipelukannya, malas menanggapi adiknya yang menurut dia sangat mirip dengan sang istri dari segi sikap dan kelakuan.
Kening Arunika berkerut saat melihat anak kecil yang sedang duduk di sebelah kakaknya.
"Dia siapa, mas?" Tanya Arunika tanpa mengalihkan matanya dari Dipta. Ganteng banget, mirip oppa tapi versi kulit Kai EXO.
"Kenalkan, ini Dipta, anak mas. Mas titip Dipta disini, nanti hari minggu sore dijemput." Ujar Bagas tanpa basa-basi.
Arunika belum mampu mencerna ucapan kakaknya.
"Dipta, ini Tante Arunika, adiknya papa. Kamu sama tante dulu beberapa hari ini, papa sama mama ada urusan. Ngerti?" Ujar Bagas memberikan pengertian pada Dipta.
"Iya, Pa. Selamat siang, Tante." Sapa Dipta dengan senyuman manisnya.
"Hah? Maksudnya apa? Siapa?" Tanya Arunika bingung dengan tidak lupa menampilkan wajah cengonya.
"Mas kan udah jelasin tadi. Intinya mas titip anak mas disini, nanti minggu dijemput. Uang untuk Dipta sama kamu sudah mas kirim ke rekening kamu." Jelas Bagas sekali lagi.
Bagas sadar jika adiknya tidak tahu apa-apa, sehingga ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Tapi dia juga masih terlalu malas untuk menjelaskan, mood-nya juga ikutan buruk sejak tidak dipedulikan oleh Anye.
"Hah?"
Arunika masih belum mengerti.
Persis Anye, kurang pinter."Sudahlah, mas permisi dulu. Dipta, baik-baik ya sama tante. Papa pergi dulu." Pamit Bagas yang diangguki oleh Dipta.
Bersambung ...
#staysafe
#stayhealthy
#saynotoplagiarism
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir Tak Pernah Layu
General Fiction"Mama ... ." Suara seorang gadis kecil mengagetkanku saat membuka pintu. Apa dia panggil aku barusan? Mama? HELL, NO. Mama, Mama. Mama dari Hongkong gitu. Jangan harap aku bakal luluh seperti halnya wanita dalam novel, lalu berakhir menjadi ibu samb...