"Mama, kita mau kemana?" Tanya Seruni saat sudah berada di dalam mobil.
"Tempat bapakmu." Jawab Anye judes.
"Kita mau jemput papa ya, Ma?" Tanya seruni antusias.
"Diam." Ketus Anye membuat Seruni cemberut.
Saat sampai di area perkantoran, tepatnya di depan kantor pusat perusahaan keluarga Prawirohardjo, Anye langsung menggendong Seruni menuju meja resepsionis.
"Saya mau bertemu Bapak Bagaskara Prawirohardjo, bilang sama CEO kalian kalo ada gadis cantik mau ngembaliin anaknya yang gak sengaja dia temuin di deket tong sampah. SE-KA-RANG. Cepet sana telpon!" Ujar Anye tidak sabaran.
Melihat penampilan Anye yang berkabung from head to toe, ditambah anak pak bos yang digendongnya membuat sang resepsionis tak berani menunda-nunda apalagi membantah.
"Mungkin keluarganya pak bos." Benak si cantik meja depan.
Setelah mendapat konfirmasi dari sekretaris CEO, Anye langsung dipersilahkan menuju kantor Bagas yang terletak di lantai teratas gedung.
Begitu pintu lift terbuka, Doni sudah bersiap menyambut Anye untuk mengantarnya menuju ruangan pak bos meski bingung kenapa sang aktris idola datang ke kantor mereka sambil membawa kloningan pak bos.
Anye menyerahkan Seruni untuk digendong Doni, sementara dia beranjak menuju ruangan kang duda dengan penuh emosi.
"Maksud anda apa naroh anak anda depan apartemen saya, pake manggil mama, mama segala, hah?" Sembur Anye segera setelah membuka pintu.
Bagas yang sudah mengetahui kedatangan Anye hanya menanggapi santai.
Dia bangkit menghampiri Anye. Setelah cukup dekat, dia menunduk lalu mengecup kening Anye yang sontak dibalas tatapan ngeri si aktris ulat bulu.
Sedang Doni hanya bisa melotot seraya menutupi mata Seruni yang ada di gendongannya.
"Doni, bawa Seruni ke ruang tunggu!" Perintah Bagas yang tidak bisa diganggu gugat.
"Iya, Pak." Gugu Doni dengan segera.
Meski dia tidak bisa membantah perintah pak bos, tapi bukan berarti dia akan menurut begitu saja.
Diam-diam, Doni nemplok di dinding dekat pintu masih dengan menggendong Seruni yang sepertinya agak mengantuk.
Hal itu dikarenakan dirinya sudah kepo maksimal akan urusan sang aktris idola bersama bosnya.
"KAU, apa yang sedang anda lakukan? Anda pikir ... ."
Sebelum Anye selesai berbicara, Bagas sudah membungkam Anye dengan kokopan mendominasi.Saat dirasa mereka berdua sudah mulai kehabisan nafas, Bagas baru melepaskan tautan bibirnya dengan bibir Anye.
"Kang Duda sialan, mesum, lepasin gak." Teriak Anye mengagetkan Doni yang sedang menguping.
Entah sejak kapan dan bagaimana ceritanya. Tau-tau, Anye sudah ditindih kang duda di atas sofa.
Bagas tidak bergeming, dia justru dengan sengaja menimpakan semua berat badannya pada Anye yang sedang terkungkung di bawahnya. Membuat Anye hanya bisa mendengus pasrah, atau sengaja pasrah mungkin.
Ngelawan juga percuma, mana mungkin Anye bisa ngalahin gorila.
"Kamu tau kan bundanya Seruni baru aja meninggal? Dia masih kecil, masih butuh sosok seorang ibu. Dan kamu orangnya." Bisik Bagas tepat di telinga kiri Anye.
Merinding, Cuy.
"Ogah, gak ada urusan. Bikinnya juga berdua, gak ada izin sama aku. Kenapa harus aku yang urusin." Sinis Anye memasang ekpresi jijik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir Tak Pernah Layu
General Fiction"Mama ... ." Suara seorang gadis kecil mengagetkanku saat membuka pintu. Apa dia panggil aku barusan? Mama? HELL, NO. Mama, Mama. Mama dari Hongkong gitu. Jangan harap aku bakal luluh seperti halnya wanita dalam novel, lalu berakhir menjadi ibu samb...