Bab 24

13.6K 707 7
                                    

Setengah jam sudah Arunika berjalan bolak-balik macam setrikaan di depan TV sambil sesekali matanya menoleh pada sosok kecil yang menatap bingung atas apa yang dilakukannya.

Tidak bisa lagi berpikir, Arunika melesat lari menuju kamarnya untuk menghubungi sang bunda.

Tut Tut Tut.

Arunika menggigiti kukunya gugup saat menanti telpon diangkat.

"Hal ..."

"BUN, GAWAT. Mas Bagas selingkuh." Ujar Arunika panik sampai-sampai memotong sapaan di ujung lain telpon.

"Selingkuh apa? Maksudnya gimana? Kamu ngomongnya pelan-pelan dong, biar jelas." Ujar Nyonya Prawirohardjo agak panik, masa iya anaknya yang sangat dia banggakan berani melakukan hal hina dina begitu.

Sangat gawat kalau Bagas beneran selingkuh, bisa-bisa Anyelir membawa Dipta kabur seperti dahulu terus dirinya tidak akan bisa bertemu lagi dengan cucunya tersayang.

Tarik nafas ... tahan ... buang.

Tarik nafas ... tahan ... buang.

Tarik nafas ... tahan ... buang.

"Barusan Mas Bagas ke apartemen aku, titip anaknya. Bun, walaupun aku gak suka sama si Anyelir, tapi aku gak terima kalau Mas Bagas selingkuh, sampe punya anak lagi." Adu Arunika menggebu seolah ia adalah jaksa yang sedang berusaha menuntut keadilan di persidangan.

"Jangan ngawur kamu, bunda percaya mas-mu itu laki-laki baik. Gak mungkin dia macem-macem." Ucap Nyonya Prawirohardjo antara percaya dan tidak percaya.

"Terus maksud bunda, aku bohong gitu? Seriusan bun, nama anaknya itu Dipta. Dia ..."

Belum selesai berbicara, Nyonya Prawirohardjo sudah menyela lega. "Owalah, Dipta toh. Kamu ini bikin bunda jantungan aja, ngomong dong kalau nama anaknya Dipta."

"Lah, terus? Emang kalau nama anaknya Dipta, nggak salah? Nggak dosa?" Lanjut Arunika dengan argumennya.

"Ya, enggaklah. Dipta kan emang anaknya mas-mu." Balas Nyonya Prawirohardjo sekenanya.

"Bun, jangan bias gitu dong. Aku juga gak suka sama Anyelir sok cantik, padahal cantikkan aku. Tapi aku gak terima kalau Mas Bagas selingkuh dari Anyelir, aku benci orang yang hobinya main serong." Ucap Arunika menggebu-gebu, tidak menyadari kejanggalan dari ucapan bundanya.

"Kamu ngomong apasih? Bunda gak ngerti jadinya." Balas Nyonya Prawirohardjo bingung.

Mendengar percakapan istri dan anaknya yang tidak menemukan titik temu, Tuan Prawirohardjo pun turun tangan.

"Halo."

"Ayah."

"Arunika, dengerin ayah. Dipta itu anak mas-mu dengan Anyelir. Waktu kabur dulu, sebenarnya Anyelir sudah hamil." Terang Tuan Prawirohardjo to the point.

Mendengar penuturan ayahnya, Arunika pun terdiam.

"Maksudnya?"

Tuan Prawirohardjo menghela nafas untuk meredam kesal. Beliau agak bingung, kenapa semua perempuan di keluarganya pada kurang pintar. Istrinya, anaknya, menantunya juga.

"Tanya mas-mu aja. Sudah, ayah dan bunda mau lanjut jalan-jalan lagi. Inget, jagain Dipta baik-baik. Nanti ayah kirim uang jajan untuk Dipta."

"Eh, bentar. Ayah, ini Dipta gimana?"

"Ya, kamu jagainlah. Kan mas-mu bilang begitu. Mungkin dia dan Anyelir lagi sibuk banget. Sedikit saja kamu bikin lecet cucu bunda, abis kamu bunda ulek jadi prekedel."

Arunika membelalakan matanya ngeri mendengar ancaman sang bunda, masa iya dirinya harus ngurusin bocah. Males banget.

"Nggak bisa. Mana pernah aku ngurusin anak kecil. Lagian aku ada jawal kuliah sampe sore banget hari ini."

Anyelir Tak Pernah LayuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang