Sinar matahari pagi menyusup masuk melalui celah gorden sebelum jatuh di wajah cantik Bunga Anyelir Danuarta.
Saat dirasa wajahnya kepanasan, Anye mengerjap ringan. Matanya langsung disuguhi pemandangan punggung topless nan sexy seorang pria.
Anye membungkam mulutnya seraya menahan nafas, berusaha menghalau pekikan yang memaksa ingin keluar agar tertahan di tenggorokan.
Meski Anye bukan gadis ting-ting, tapi dia juga bukan perempuan murahan yang bisa dibelai sembarangan.
Anye turun dari tempat tidur dengan sangat berhati-hati sebelum berlari sambil jinjit ke kamar mandi tanpa peduli dengan tubuhnya yang tidak mengenakan satu helai benang pun.
Dia mengamati jejak mengerikan yang tersebar di sekujur tubuhnya melalui kaca besar di dalam kamar mandi sambil mengingat-ngingat apa yang telah terjadi.
Flashback on.
Bagaskara Prawirohardjo, si akang duda, sudah berbaring di tempat tidur sedari satu setengah jam yang lalu.Wajahnya terlihat sangat mengenaskan, lebih mengenaskan dari sepuluh hari yang lalu saat orang-orang mulai memberikan gelar DUREN SAWIT. Entah apa kepanjangannya.
Tubuh Bagas, begitu dia disapa, terasa sangat tidak nyaman.
Dia bukan perjaka tanpa pengalaman apalagi anak kemarin sore yang tidak mengerti dengan kondisi tubuhnya sendiri, dan semua itu karena ulah si aktris ulat bulu.
Bagas bukan laki-laki mesum, dan ini adalah pertama kalinya dia merasa begitu tergoda hanya karena sedikit sentuhan dan gesekan.
Setelah bolak-balik kamar mandi entah keberapa kalinya, Bagas mulai kehilangan akal sehatnya.
"ANYELIR SIALAN." Teriak Bagas frustasi.
Dia bergegas mengganti pakaiannya, setelah itu berlalu menuju nomor kamar yang tadi aktris ulat bulu beritahukan lewat usapan lembut di tengkuknya.
Logika ataupun omongan orang, dirinya sudah tidak lagi peduli.
Sampai di depan kamar yang dituju, Bagas menekan bel pintu tidak sabaran. Mengganggu Anye yang baru saja mulai terlelap.
"Iya, tunggu sebentar." Gerutu Anye yang merasa kesal karena waktu istirahatnya terganggu.
Netra Anye terbelalak saat mendapati tamu undangan yang tidak disangkanya akan datang, berdiri dengan nafas memburu di depan pintu kamarnya.
Sirkuit otak Bagas semakin kacau ketika tatapan matanya jatuh pada si aktris ulat bulu yang baru saja membuka pintu kamar dengan menggunakan gaun tidur suspender super tipis dan tampilan awut-awutan khas bangun tidur.
"Oh, Kang ... "
Ejekan yang baru saja akan terlontar dari bibir menggoda si aktris ulat bulu terhenti saat lawan tiba-tiba menyerang.
Flashback off.Setelah berhasil mengingat kejadian semalam, Anye menggigit bibirnya frustasi.
"Astaga Anye, kok bisa-bisanya pasrah ditubruk duda sepuluh hari." Gumam Anye komat-kamit sedikit menyesal.
"Abis enak sih." Jawab suara batinnya yang murahan.
"Eh, ngomong apasih. Omona, aigoo." Seru Anye seraya jongkok di lantai kamar mandi.
"Bodo amatlah, bukan pertama kali juga." Ujar Anye setelah beberapa menit merenung dan menenangkan diri.
Okay, keep being calm.
Yang harus Anye lakukan sekarang adalah mengenakan pakaiannya, mengemas barang bawaannya, lalu meninggalkan kamar dengan membawa serta kopernya. Cepat, gesit, dan sunyi. Persis seperti maling.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir Tak Pernah Layu
General Fiction"Mama ... ." Suara seorang gadis kecil mengagetkanku saat membuka pintu. Apa dia panggil aku barusan? Mama? HELL, NO. Mama, Mama. Mama dari Hongkong gitu. Jangan harap aku bakal luluh seperti halnya wanita dalam novel, lalu berakhir menjadi ibu samb...