"Udah selesai main dramanya?" Sinis Nyonya Prawirohardjo sesaat setelah anak dan mantunya menginjakkan kaki di ruang keluarga kediaman mereka.
Kanjeng ratu sudah lelah menghadapi prahara rumah tangga sulungnya yang tidak berkesudahan. Seperti sinetron Indonesia saja, gak tamat-tamat.
Meski sinis, kanjeng ratu sebenarnya khawatir juga. Terbukti dari dirinya yang masih stand by di ruang keluarga hanya untuk menanti kepulangan anak dan mantunya itu di jam yang sudah memasuki waktu istirahatnya.
"Bun." Tegur Tuan Prawirohardjo, mengelus pundak sang istri untuk meredakan sedikit emosinya.
"Kalian berdua ikut ayah, bunda juga." Perintah Tuan Prawirohardjo kemudian berjalan ke arah ruang kerjanya.
"Kamu gak usah ikut, tidur sana." Ujar Tuan Prawirohardjo tak habis pikir saat Arunika berlari menuju ruang kerja mendahului yang lain. Wong gak diajak, kok.
Arunika memasang wajah cemberut saat mendengar ucapan sang ayah, dia pun berbalik untuk kemudian melanjutkan acara rebahannya di sofa ruang keluarga.
Tuan Prawirohardjo menggelengkan kepala melihat tingkah bungsunya itu.
Kalau saja wajah Arunika tidak mirip dengan dirinya, mungkin Tuan Prawirohardjo akan membawa si bungsu untuk tes DNA.
Kemampuan berpikirnya benar-benar mengkhawatirkan, sangat jauh dari anak sulungnya.
Bedanya,
Bagas memiliki IQ tinggi, namun EQ rendah. Sedang Arunika memiliki IQ rendah, dengan EQ pun sama rendahnya.Sinar lampu yang temaram membuat ruang kerja Tuan Prawirohardjo terasa agak mencekam, setidaknya untuk saat ini.
Suasana yang cukup mendebarkan ini membuat Anye tanpa sadar duduk mepet pada Bagas padahal mereka menempati kursi paling panjang yang ada disana. Serem, serius banget bawaannya.
"Tadi ngamuk-ngamuk, sekarang mepet-mepet. Labil." Gumam Nyonya Prawirohardjo saat melihat kelakuan mantunya tersayang.
"Ayah dan bunda tidak akan menghakimi pun ikut campur, kami minta maaf jika tanpa sadar ikut andil atas apa yang terjadi pada kalian. Tapi ini sudah keterlaluan. Sekarang, ayah tanya keputusan kalian. Mau lanjut atau pisah?" Tanya Tuan Prawirohardjo membuat Anye spontan memeluk lengan Bagas erat.
Sebenarnya Tuan Prawirohardjo mati-matian menahan tawa saat melihat tingkah menantu kesayangannya, tapi matanya berusaha dia difokuskan pada Bagas. Menantang ketegasan sang anak.
"Gak ada kata cerai, gak akan pernah ada." Tegas Bagas menjawab pertanyaan sang ayah dengan penuh tekad dan keyakinan, diamini dengan anggukan cepat Anye.
Nyonya Prawirohardjo menatap dua sejoli didepannya sambil menyernyitkan kening dan menyeringai jijik. Lebay.
"Bagaimana kamu akan menyelesaikan kekacauan diluar sana?" Tanya Tuan Prawirohardjo penuh keseriusan.
"Besok pagi aku akan mengadakan pertemuan darurat dengan orang-orang PR untuk menangani masalah ini." Jawab Bagas yakin.
"Baik, ayah harap setelah ini tidak akan ada drama-drama lagi. Mengerti?" Ujar Tuan Prawirohardjo tegas.
"Apa rencana kalian sekarang?" Tanya Nyonya Prawirohardjo menarik fokus yang lain hingga beralih pada dirinya.
"Rencana apa, Bun?" Tanya Bagas tak mengerti, bundanya tidak mungkin akan membahas masalah gosip ataupun perusahaan. Kanjeng ratu tidak akan tertarik dengan hal-hal murahan dan rumit seperti itu.
Nyonya Prawirohardjo menghela nafas kasar mendengar pertanyaan anaknya.
"Ya kalian. Pindah-pindah terus kayak orang purba. Mulai sekarang, tinggal disini saja." Putus Nyonya Prawirohardjo sambil memelototi anak dan mantunya garang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anyelir Tak Pernah Layu
General Fiction"Mama ... ." Suara seorang gadis kecil mengagetkanku saat membuka pintu. Apa dia panggil aku barusan? Mama? HELL, NO. Mama, Mama. Mama dari Hongkong gitu. Jangan harap aku bakal luluh seperti halnya wanita dalam novel, lalu berakhir menjadi ibu samb...