10. pulang

1.2K 112 1
                                    

###___vote bang____###
























Sudah 3 Minggu Marsha tinggal seatap dengan calon mertua dan calon suaminya itu.

Selama itu pula Marsha mulai pendekatan dengan Revaldo.

Setiap pagi ia akan membantu mamah Rhita untuk menyiapkan sarapan di dapur untuk anak bungsunya itu.

Meskipun Marsha sebenarnya benci dengan apa yang ia lakukan sekarang namun ia harus menerima semua ini, harus berdamai dengan keadaan.

Setiap hari ia harus membohongi hatinya memasang senyuman palsu, berpura-pura ramah dan ceria padahal aslinya Marsha sudah muak dengan semua ini.

Ia ingin cepat-cepat mengakhiri semua ini namun caranya??

Tak ada...

Tak ada keuntungan yang ia dapat jika ia mengakhiri semua ini, yang harus ia lakukan sekarang hanya mencoba menerima keadaan, menerima takdir dari semesta, menerima keinginan orangtuanya sendiri.

Meskipun begitu Marsha tak ingin menekankan dirinya sendiri.

Mamah Rhita pun menyayanginya seperti anak sendiri, Marsha selalu di ajak ketika berbelanja kebutuhan dapur, dibelikan beberapa pakaian untuknya, bahkan di ajak ke restoran-restoran favorit calon mamah mertuanya itu.

Entah karena ia tak memiliki anak Perempuan jadi menjadi Marsha seperti anaknya sendiri, bestie nya sendiri atau memang perempuan paruh baya itu hanya kesepian karena kedua anaknya sering kali sibuk apalagi anak sulungnya yang jarang pulang sama seperti suaminya.

Mamahnya Aldo tak pernah mengekang Marsha, ia faham jika Marsha masih sangat muda.

Maka itu Ia di memberikan keleluasaan untuk Marsha. Jika di rumah tak ada dirinya atau Revaldo yang belum pulang bekerja, Marsha di bolehkan keluar rumah tanpa dirinya maupun tanpa Revaldo dengan syarat harus di dampingi supir dan seorang pelayan wanita yang di utus untuk mendampingi Marsha kemanapun Marsha pergi.

Tetap saja sebebas apapun Marsha, ia tetap anak orang yang harus di jaga dan takut-takut di luar ia bertemu orang jahat jika keluar sendiri, apalagi Marsha warga baru yang belum hafal jalan, takut-takut ia malah tersesat di jalan jika keluar sendiri.

Jika bosan sendirian di rumah terkadang Marsha ke toko buku dengan seorang pelayan wanita yang di utus oleh mamah Rhita di antar oleh pak sopir.

Marsha menghabiskan waktunya untuk membeli komik jepang, lalu membacanya di rumah.

Jika bertanya uangnya dari mana tentu saja Revaldo memfasilitasi itu semua untuk Marsha.

Baru dua hari tinggal di rumah itu saja Marsha langsung di beri kartu debit akses untuk berbelanja oleh Revaldo atas namanya sendiri, setiap bulannya Revaldo berjanji akan menjatah Marsha ke rekening yang Marsha pegang itu.

Dulu hal seperti itu yang ia dambakan, membeli sesuatu yang ia suka tanpa mengkhawatirkan uangnya akan habis, karena kini jika habis ia bisa meminta lagi pada revaldo.

Namun rasanya tak mungkin habis karena selama tinggal di rumah itu Marsha tak punya pengeluaran yang besar, ia hanya membeli beberapa buku komik, kadang juga membeli mainan balok karakter lucu seperti yang baru-baru ini baru ia beli yaitu mainan balok karakter kuromi. Kadang juga Marsha membeli beberapa peralatan untuk melukiskan, karena menggambar dan melukis adalah hobinya.

Hari ini adalah hari kepulangannya dari jakarta ke bandung.

Ia akan mengurus sisa-sisa urusannya di sekolah yang tak bisa di wakilkan oleh mamahnya.

Marsha tak membawa barang banyak hanya beberapa keresek oleh-oleh yang ia beli untuk mamah dan adiknya, ia tak membawa pulang pakaiannya karena cepat atau lambat ia akan menetap di sana.

Setelah pak supir menurunkannya di depan rumah, mobil itu melaju pergi meninggalkannya.

Saat sampai rumah Marsha begitu kaget karena keadaan rumah justru berbeda dari saat terakhir ia meninggalkan rumah itu.

Kayu atas bangunan depan rumah yang sudah mulai keropos telah di renovasi, Cat rumahnya di ganti tampak baru, beberapa pajangan dan bingkai foto menghiasi dinding, beberapa furniture baru seperti sofa meja dan lemari kaca tampak di ruang tamu.

Marsha terperanga di buatnya, ia seperti memasuki rumah orang lain yang menampung keluarganya.

Yang lebih mencengangkan kini justru mamahnya malah memiliki beberapa karyawan untuk berjualan kue ringan.

Bagaimana bisa mamahnya yang terlilit hutang, yang setiap hari harus bangun pagi buta untuk mengurus dagangannya, yang setiap hari harus putar otak untuk biaya sekolah, makan, dan dagang.. kini justru malah memiliki beberapa karyawan mau di bayar pakai apa karyawan-karyawannya itu.

"Mah...."

Marsha menyapa mamahnya yang sedang melakukan pemotretan makanan oleh seorang food photography.

"Eh, anak mamah udah pulang... Gimana di Jakarta?? Betah??" Tanya Anin begitu sumringah

Mata Marsha teralihkan, gadis itu kini justru malah terfokus oleh beberapa perhiasan yang di pakai oleh mamahnya.

"Mah, aku mau ngomong.."

marsha menarik tangan mamahnya ke dalam kamar, menutup pintu kamar rapat-rapat lalu menguncinya,
berharap tak ada orang yang akan mengganggunya masuk ke kamar.

Marsha sempat terperangah menatap sekitar, kamarnya yang kecil yang hanya beralaskan kasur lantai kini menjadi kamar anak gadis idamannya yang tampak sangat berbeda dari sebelumnya.

"Bagus kan sha sekarang kamu...?? Kamar Trisha juga udah di renovasi jadi bagus sekarang... Makasih ya sayang..." Ucap Anin tersenyum lebar

Marsha mengerutkan keningnya, seperti dugaannya benar semua ini.

"Mamah dapet uang dari keluarga Revaldo...??" Tanya Marsha

Anin memangutkan kepalanya antusias.

"Berkat kamu nak, kita bisa mempunyai semua ini.. mamah bisa ngelunasin hutang keluarga kita, mamah jualan online, punya karyawan, renovasi rumah, Trisha dan kamu juga bisa lanjutin sekolah.. makasih ya nak..."

Anin memeluk putri sulungnya itu, bukannya senang Marsha justru merasa terbebani dengan semua itu.

Bisa-bisanya ibunya malah senang di atas di lema hatinya.

Kalau seperti ini jatohnya gue kaya di jual sama ibu sendiri. Batin Marsha

Namun Marsha tak bisa marah, ia yang menyetujui perjodohan ini maka ia juga harus bertanggungjawab atas keputusan yang telah ia buat sendiri.

Hati Marsha tiba-tiba saja terasa perih, ia bingung harus mengungkapkan isi hatinya sekarang seperti apa.

Ia senang melihat mamahnya senang namun ia juga merasa lelah setelah tiga Minggu berpura-pura bahagia, memasang senyum palsu seolah menerima kenyataan.

Bibirnya tertarik ke bawah, air matanya bercucuran dari matanya.

Ia menangis di pelukan ibunya tanpa mengungkapkan apa yang ia rasakan sekarang.

Ia kecewa kenapa mamahnya lebih menikmati ke glamoran hidup yang keluarga Jenderal itu berikan??

Namun ia juga tak ingin merusak kebahagiaan keluarganya dengan mencak-mencak tak jelas padahal dia sendiri yang menyetujui perjodohan ini.

Ia membiarkan mamahnya berspekulasi bahwa ia menangis terharu padahal jauh dari lubuk hatinya ia merasakan sakit hati yang begitu perih yang tak bisa ia ucapkan.

Marsha membiarkan mamahnya mengelus-elus punggungnya lembut hingga tangisannya mereda.

Bagaimanapun ia tak ingin Trisha melihatnya menangis apalagi tahu bahwa semua ini di dapatkan dari keluarga pria yang di jodohkan dengannya.

Aturan Anti Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang