07. APRICITY

4.4K 166 1
                                    

Lampu kamar mandi terasa sangat menyilaukan bagi Amora. Gadis itu terduduk di lantai toilet dengan satu tangan memegang handle pintu, berharap pintu putih itu dapat terbuka dengan sisa tenaganya. Entah sudah berapa lama dia terjebak di toilet ini, sejak dia masih bersemangat hingga menjadi lemas, Amora tak kunjung berhasil membebaskan diri.

Berteriak, memukul, hingga menendang pintu sudah Mora lakukan, tetapi hasilnya tetap nihil. Amora justru merasakan kelelahan dan rasa haus yang amat parah.

"Siapapun tolongin gue," ujarnya lirih, dengan tangan yang terus-menerus menggerakkan handle pintu.

"Sakit, hiks..." Perut Amora terasa kram, perempuan itu takut janinnya kenapa-kenapa. Kemudian, dia mengubah posisi duduknya. Amora menyandarkan punggung pada pintu, sesekali ia usap perutnya yang terasa sedikit kram.

"Tenang Amora, Sira pasti cariin lo." Berpegang harapan pada sahabat satu-satunya itu, Amora menguatkan diri untuk tetap sadar hingga pertolongan datang.

.O.

"Lo lihat dia?"

Salah satu alis Varga terangkat, menampilkan ekspresi bingung "Siapa, Zhar?"

"Ck, si anak beasiswa itu!" Balasnya ketus. Kemudian tatapan Anizhar jatuh pada bangku di pojok belakang yang kosong sejak pelajaran olaharaga berakhir. Bahkan tas gadis itu tidak ada di sana sejak awal.

"Gue ga tahu. Tadi dia ikut olahraga."

"Kalau itu gue tahu."

Varga terkekeh, membalas ucapan Anizhar, "lagian ngapain sih Zhar nyari-nyari dia? Udahlah bro, kasian anak cewe lu kasarin." Varga menepuk bahu sahabatnya.

Anizhar buru-buru menyingkirkan tangan Varga dari pundak kokohnya. "Ga peduli cewe atau cowo, kalau mereka kurang ajar bakal gue incar."

Varga hanya dapat menggeleng. Sebagai sahabat sejak kecil Anizhar, dia jelas tahu bagaimana watak sahabatnya ini. Anizhar tidak akan berhenti hingga lawannya menyerah.

"Lo nungguin Chana dulu?" tanya Varga seiring langkah mereka yang bersamaan menuju parkiran.

"Yoi, ortunya ngundang gue untuk makan malam bareng."

"Pasti Chana seneng banget lu datang."

"Ga cuman dia, gue juga senang."

Varga tertawa, "dasar bucin."

"Eh! Tuh sahabatnya Amora." Langkah Varga tiba-tiba menjadi cepat, sedangkan Anizhar tetap pada langkah santainya.

"Hai."

"Hai, Varga dan.....err Anizhar." Sira melirik sedikit orang yang berjalan di belakang Varga.

Secara basa-basi Varga bertanya, "lo belum balik?" Yang dijawab gelengan oleh Sira.

"Belum, Amora belum ketemu jadi gue ga Berani balik duluan."

"Kemana dia?" Bukan Varga yang bertanya, melainkan Anizhar yang telah berdiri tepat di samping Varga.

"Ga tahu," jawab Sira tampak lesu.

"Mending lo balik aja. Siapa tahu dia sudah di rumah."

Sira tetap pada pendiriannya, gadis yang sangat hapal dengan watak Amora itu menggeleng. "Gak mungkin dia balik tanpa kabar. Minimal WA, bahkan sejak jam istirahat gue ga lihat dia di mana-mana. Telpon pun gak aktif, gue takut terjadi sesuatu. Oh ya, apa dia ada nitip surat ke anak kelas kalian?"

Varga dan Anizhar saling pandang, kemudian Varga menjawab. "Gak ada."

Sontak kedua bahu Sira merosot.

"Gue bantu cari dia. Yuk, keburu maghrib!"

Sira pun menjadi semangat kembali, gadis itu mengangguk kuat. Sementara ucapan Varga mengundang protes dari Anizhar. "Gue ga bilang kita nyari dia."

Varga mengedikkan bahu. "Gue ga ada minta lo buat ikut. Tunggu aja Chana di mobil, biar gue sama dia cari Amora."

"Ck, terserah!" Mengabaikan Varga dan Sira, lelaki itu berjalan menuju mobilnya.

Sementara Varga dan Sira lantas mulai mencari Amora untuk kesekian kalinya.

"Gue udah cari dia ke sekeliling sekolah, tapi tu anak enggak ada."

"Coba kita ke setiap kelas dan UKS. Mungkin dia ada di salah satu ruangan."

"Bisa jadi. Yuk!"

Sayangnya, lama mereka mencari hingga memasuki satu-persatu ruangan, Amora tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Sira sampai dibuat pening memikirkan kemungkinan tempat yang dikunjungi Amora. Sungguh dia khawatir, apalagi sahabatnya itu tengah berbadan dua.

"Sira, come here!"

Terpanggil, Sira pun berjalan menuju tempat Varga. Gadis itu sedikit menyerit saat Varga menunjuk tong hitam besar yang penuh dengan berbagai jenis sampah.

"Ini foto Amora kan?"

Sira sontak melotot, kemudian dia tarik gantungan itu hingga sebuah tas coklat ikut tertarik keluar. "Anjirr, iya ini punya sahabat gue! Kenapa bisa disini?!" Pekik Sira tertahan.

Gadis itu segera mengecek isi tas hitam itu. "Seragam, dompet, hp, buku semua ini punya Amora!"

"Pasti tas dia sengaja di buang ke tong sampah ini. Karena setiap hari sekitar jam 5, petugas kebersihan akan buang semua sampah di tong ini ke pusat pembuangan."

Sira sungguh tidak habis pikir. "Sial, siapa yang ngelakuin ini!" Geramnya meremas gantungan kunci yang terdapat foto Amora.

Drrrt...drrttt....

"Halo, Zhar."

"Ok, gue sama Sira ke parkiran."

"Kenapa, Var?" Sira menatap Varga cemas.

"Amora udah ketemu, ayo!"

Sira buru-buru meraih tas Amora, gadis itu sedikit berlari mengikuti Varga. Sungguh, dia berharap sahabatnya baik-baik saja.

.O.

Dengan sisa-sisa tenaga, Amora berusaha mempertahankan kesadarannya. Disaat tubuhnya yang lelah dan dehidrasi, Amora justru merasakan mual yang cukup hebat. Akan tetapi saat dia berusaha mengeluarkan isi perutnya, hanya cairan bening yang keluar.

"Sayang, pliss jangan rewel." Elusan lembut Amora berikan kepada perutnya.

Bayinya ini seakan ikut merasakan kepanikan Amora hingga membuat dirinya mual-mual padahal sebelumnya dia belum pernah mual. Bisa dikatakan, Anaknya ini hampir tidak pernah rewel dan baru kali ini Amora merasa mual.

Dok..dok..dok...

"Amora gue tahu lo di dalam!"

Suara itu. Amora dengan sisa tenaganya lantas berusaha untuk bersuara. "Iya gue! Tolong!"

"Sial siapa yang kunci nih pintu."sayup-sayup dirinya mendengar omelan dari luar.

Siapapun itu, Amora berharap dirinya diselamatkan. Amora berusaha untuk bangkit, akan tetapi kedua kakinya tidak bisa diajak kompromi. Justru membuat dirinya kembali jatuh.

BUG

BUG

BUG

Setelah beberapa kali berusaha, untunglah pintu putih itu berhasil terbuka meski perlu kekuatan ekstra. Amora yang mendengar suara pintu terbuka merasa lega. Diam-diam gadis itu mengembuskan napas penuh syukur.

Ditengah sisa kesadarnya, Amora berusaha melihat sosok penolongnya. Gadis itu menyipitkan mata, tersenyum dengan tipis menatap sang penyelamat.

"Nizhar...makasih."

"Dasar beban. Diam, gerak gue hajar."

Amora tidak membantah, gadis itu membiarkan tubuhnya melayang di dalam pelukan Anizhar.







────────
Tinggalkan jejak! Follow Ig : @camoryaini._ dan WP : camoryaini untuk update selanjutnya.

10.05.2024

APRICITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang